"Tidak bisa kah kamu membawanya ke tempat lain? A-Yin ada di rumah kenapa kau malah membawanya kemari?!"
"Biarkan dia menginap satu malam ini saja sayang"
Cekcok yang terjadi antara suara pria dan wanita membangunkan Jiang Cheng dari tidurnya. Kaki kecilnya perlahan turun dari kasur sambil sesekali tangannya mengucek mata. Berjalan keluar kamar melewati lorong berisi berbagai pajangan potrait dirinya bersama kedua orang tuanya yang saling tersenyum penuh cinta dan kasih sayang.
Tubuh kecil Jiang Cheng terus berjalan hingga tiba di ruang tengah dimana sumber keributan berada. Senyum Jiang Cheng merekah saat melihat ayahnya yang dua hari ini tidak pulang sudah berada di rumah. Jiang Cheng hendak berlari sebelum suara bergetar milik ibunya keluar "Bagaimana bila mereka tahu kalau kamu membawanya kemari?"
Ayah Jiang Cheng meraih tangan istrinya dengan lembut "Tidak akan ada yang tahu dia disini. Sayang.. aku mohon izinkan dia tinggal disini untuk semalam saja" ibu jarinya bergerak membuai punggung tangan istrinya.
Jiang Cheng kecil hanya diam, bersembunyi dibalik rak pajangan. Matanya diam diam mengintip seorang bocah laki-laki yang berdiri dibalik punggung ayahnya. Kepalanya menunduk, tubuh dibalut pakaian putih dengan banyak noda terlihat sedikit bergetar. Jiang Cheng mendekat perlahan, kedua orang tua Jiang Cheng menoleh ketika mendengar gesekan lantai kayu dan sandal rumah Jiang Cheng. Ibu Jiang Cheng berdiri lalu memeluk Jiang Cheng kecil yang terbalut pakaian ungu bermotif bebek kuning.
"Hei sayang maaf ya suara ibu sama ayah terlalu keras ya, ayo kita tidur lagi" tangan halusnya menggenggam tangan Jiang Cheng mengajak Jiang Cheng kecil kembali tidur di kamarnya. Namun kepala Jiang Cheng tak mau beralih dari ayahnya yang juga ikut menunduk seperti anak dibelakangnya.
Di dalam pelukan ibunya Jiang Cheng kecil bertanya "Dia adik A-Yin bu?". Nyonya Jiang terdiam sesaat sebelum dengan senyuman hangat menjawab "Mmm.. A-Yin mau nganggep dia jadi adik A-Yin?"
Jiang Cheng kecil mengangguk senang "Mau! Siapa namanya bu?"
"Besok pagi A-Yin kenalan sendiri saja sekalian bermain bersama, gimana?" Tawar ibu Jiang Cheng. Senyum Jiang Cheng merekah, menganggukkan kepalanya dengan semangat tak sabar menanti hari esok saat dia bisa bermain bersama dengan adik barunya.
Namun belum matahari menampakkan dirinya Jiang Cheng sudah lebih dulu membuka matanya, tersenyum menuruni kasurnya yang tinggal dia seorang. Saat dia sudah sampai di depan pintu kamarnya Jiang Cheng mendengar suara berisik dari arah dapur. Pelan-pelan Jiang Cheng memutar knop pintunya, berusaha semaksimal mungkin agar tak menimbulkan bunyi.
Pintu sudah terbuka, Jiang Cheng kecil berjalan menuju sumber bunyi, dapur. Sebuah kulkas putih terbuka, didepannya seorang anak laki-laki berambut hitam legam yang tersusun berantakan sedang berdiri memakan rakus kue kesukaannya. Jiang Cheng tak mempermasalahkan itu, justru dia tersenyum senang saat mengetahui mereka menyukai hal yang sama. Tangan kecilnya terjulur hendak menyentuh punggung adik barunya. Namun, adik barunya itu tiba-tiba berbalik dengan mulut penuh krim kue putih mengejutkan dirinya. Jiang Cheng tersenyum kikuk "Hai"
Senyum kikuk Jiang Cheng pudar saat melihat mata coklat perlahan berubah menjadi biru terang menyala menatap dirinya seakan bisa menusuk tubuh Jiang Cheng saat itu juga.
"Ayah ibu!" Jiang Cheng berteriak memanggil kedua orang tuanya. Khawatir terjadi suatu hal yang tidak baik pada adik barunya. Kaki kecilnya semakin berjalan mendekat tapi anak dihadapannya malah mengambil langkah mundur. Ketika langkahnya hanya tinggal sejengkal, tiba-tiba ledakan terjadi, gelombang listrik biru keluar dari tubuh adik barunya hingga membuat tubuh kecil Jiang Cheng terlempar jauh dan punggungnya membentur dinding. Dengan sisa kesadaran yang Jiang Cheng punya, Jiang Cheng berusaha memanggil orang tuanya sambil terus berharap adik barunya yang sedang pingsan itu dalam keadaan baik-baik saja.
Setelah insiden tersebut kedua orang tua Jiang Cheng berkata hendak membawa adik barunya ke suatu tempat tanpa mengajak dirinya. Ibunya berkata "Ibu sama ayah akan kembali sebentar lagi, a-yin diam dirumah dulu yaa. Ayah dan ibu akan bawakan A-Yin puding strawberry kesukaan a-yin lalu kita akan makan malam bersama di kedai paman Wen. Oke sayang?"
Dan dimalam itu pula ditemani derasnya hujan dan dentangan jam yang menunjukkan pukul 2 malam Jiang Cheng duduk sendirian, menunggu janji-janji yang ayah dan ibunya buat. Yang nyatanya tidak akan pernah terpenuhi.
"Apakah dia di dalam?" Suara milik Wei Wuxian membantu Jiang Cheng keluar dari mimpi buruknya. Langit putih dengan cahaya lampu yang terang benderang menyapa pandangan Jiang Cheng sekali lagi. Ini kedua kalinya Jiang Cheng masuk ke rumah sakit sejak dia bekerja di divisi baru.
Selambu putih tersibak, menampilkan wajah panik Wei Wuxian dan disusul Wen Ning dibelakangnya. Mereka terdiam sampai suara Wei Wuxian meledak "Sudah ku bilang untuk tidak membahayakan nyawamu lagi!"
Jiang Cheng menutup ke dua kupingnya untuk menghalangi suara berfrekuensi tinggi yang tidak baik buat telinganya yang berharga. Fokus utama nya saat ini mencari orang dalam ingatannya "Dimana Lan Xichen?". Jiang Cheng bangkit bertanya pada Wei Wuxian.
Raut wajah serius tak ingin dibantah tercetak jelas di wajah pucat Jiang Cheng. Mau tak mau Wei Wuxian menghela nafasnya berjalan menunjukkan tempat Lan Xichen dirawat. Di sepanjang lorong Jiang Cheng telah menyiapkan beribu pertanyaan yang akan dia tanyakan pada Lan Xichen. Termasuk dimana orang tuanya sekarang.
Menjadi anak tanpa orang tua diusianya yang ke 10 tahun bukan lah perkara mudah. Dia harus menghidupi dirinya sendiri dengan susah payah sembari berjuang mencari penjelasan tentang keberadaan orang tuanya. Dan saat ini dia sudah bertemu dengan seseorang yang terakhir kali bersama dengan orang tuanya. Seharusnya Lan Xichen tahu keberadaan orang tuanya, atau paling tidak alasan mengapa dirinya masih ada sampai saat ini sedangkan orang tuanya tidak pernah muncul barang sedetik pun.
Langkah mereka terhenti, di sebuah ruangan berbilik kaca mengurung tubuh tak sadarkan diri dengan berbagai alat penunjang hidup. Lan Xichen terbaring lemah terbalut perban putih disana sini, bersama selang oksigen dan alat-alat lain yang mengeluarkan suara seram.
Wei Wuxian melipat tangannya "Apa sebenarnya yang membuat dia memiliki cidera separah ini?" Ujarnya penasaran. Wei Wuxian tak bermaksud mendesak orang lain menjawab tapi Wen Ning yang menyelidiki tempat perkara menjawab memaparkan hasil yang dia lihat selama penyelidikan dengan nada ragu "Mm seperti ada sebuah ledakan listrik kuat dan ada orang lain yang berdiri diatas gedung seperti mengawasi sesuatu"
Tak puas dengan jawaban anak buahnya, tangan Wei Wuxian memukul kepala Wen Ning. Menurutnya kejadian yang dikatakan Wen Ning itu tidak nyata karena tidak ditemukan serpihan peledak atau bahan lainnya yang dapat meledakkan satu daerah. "Berperilaku lah seperti penyidik! Cari tau lagi!"
Jiang Cheng menatap lurus Lan Xichen, matanya bergetar "Memang ada sebuah ledakan disana, dia yang meledak"
Wei Wuxian memandang datar Jiang Cheng. Tangannya menarik Jiang Cheng keluar rumah sakit mereka menunggu sebentar sebelum sebuah taksi melintas didepan mereka. "Masuk" perintah Wei Wuxian pada Jiang Cheng. Tentu Jiang Cheng tak tahu mengapa dia harus masuk ke dalam taksi itu jadi dia tetap berdiri tak bergeming "Mengapa harus?"
Wei Wuxian berdecak, membuka pintu dan mendorong Jiang Cheng pelan sambil tangannya melindungi kepala Jiang Cheng yang terdapat beberapa jahitan disana. "Aku akan menangani kasus ini, kau akan aku bebas tugas kan selama seminggu penuh hingga lukamu sembuh. Antarkan dia ke alamat ini" kalimat diakhiri dengan bantingan pintu dan taksi pun berjalan sesuai arahan yang Wei Wuxian pinta barusan.
-
-Menurut kalian alurnya ini kelambatan apa enggak? Perlu dicepetin gak? Biar gak bosen gitu bacanya 🤔
Mohon dukungannya semua😊💙💜
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dark Side (Xicheng) ✅
Fiksi IlmiahApa jadinya bila sekumpulan orang pintar berada di jalan keburukan? "Aku bukan monster" Xichen berusaha meyakinkan pria yang sedang menodongnya dengan pistol. "Buktikan!" Bentak pria itu. Xichen dengan berani tanpa sedikitpun rasa takut mendekat mem...