Empat puluh dua

391 60 7
                                    

Sebuah mobil bak terbuka masuk ke pekarangan, jingga nya matahari terbenam menyambut pria tegap yang baru saja turun dari bangku kemudi. Disusul pria muda lain turun dari bangku penumpang.

Penat menumpuk pada pundak keduanya setelah seharian menjajakan hasil pertanian dan peternakan mereka di kota. Senyum kecil terpatri kala melihat bak mobil yang kosong, seluruh hasil sudah terjual habis dengan cepat sehingga mereka tidak perlu menunggu matahari terbenam untuk pulang.

Hari ini pula Xichen dan JingYi tidak pulang dengan uang hasil penjualan, mereka juga membeli beberapa pakaian musim dingin dan sepasang sepatu kecil bewarna merah yang berhasil mencuri hati Xichen pada pada pandangan pertama.

Hatinya bergetar kala membayangkan anak mereka yang sedang tumbuh di dalam perut Jiang Cheng dapat berjalan mengenakan sepasang sepatu merah dengan dua perekat putih diatasnya.

"Tuan Xichen..."

Xichen mengalihkan pangannya pada kotak sepatu itu. Kemudian mengangguk menjawab panggilan JingYi.

Keduanya memasuki rumah yang sudah jauh lebih layak ditinggali sebelum pertama kali mereka tinggal. "ShiZui!" Panggil JingYi.

Pria itu berlali kecil lengkap dengan celemek coklatnya dan contengan jelaga pada wajahnya. Senyum lebar menyambut kekasih dan tuannya kala melihat bawaan yang menggantung dikedua pasang tangan. "Tuan dan A-yi beli apa saja?"

Membersihkan tangannya sebentar lalu dengan sigap membongkar tas belanjaan itu. "Wah! Mantel hangat ini lucu sekali, tuan Jiang pasti sangat menyukai ini!" Ucap ShiZui antusias.

Sebuah mantel hangat bewarna hijau pastel dengan bulu coklat dibagian penutup kepala sangat manis bila dipadu padankan pada tubuh berisi Jiang Cheng. ShiZui juga melihat kotak sepatu merah itu. Senyumnya bergerak semakin lebar, perasaannya yang menghangat hampir saja melelehkan air mata diawal musim dingin.

"A-yi beli mantel juga kan?" ShiZui menatap kekasihnya, khawatir bila kekasihnya tidak memakai mantel hangat saat cuaca dingin.

JingYi mengangguk, menunjukkan tiga buah mantel hangat bewarna hitam. "Ini buat kita dan tuan Xichen, ada potongan harga beli 2 gratis 1 hehe"

ShiZui mengangguk antusias, sudah lama rasanya dia tidak memiliki barang baru.

"A-Cheng dimana?" Tanya Xichen khawatir, pasalnya dia sudah mengelilingi rumah tapi tidak menemukan kekasihnya yang cantik itu.

ShiZui mengerut "Tuan Jiang sedang berada di kamar kok, sedang tidur"

Wajahnya ikut panik saat kedua matanya tidak menangkap eksistensi Jiang Cheng. Kemudian mereka bertiga dengan raut khawatir berpencar berkeliling pekarangan mencari Jiang Cheng, sambil membawa mantel mereka masing masing di tangan.

Xichen berlari cepat menuju lembah karena matahari yang sudah berganti dengan bulan dan udara dingin yang diam diam menusuk tulang. Begitu sampai, dia melihat Jiang Cheng tengah duduk diatas batu dengan pakaian tipis bewarna putih tulang dan mata yang terpejam menikmati terpaan angin.

Seketika udara dingin yang menyelimutinya menghangat saat sebuah mantel hitam tersampir di tubuhnya. Tak hanya mantel sepasang lengan kekar juga memeluk tubuhnya erat, membentengi dirinya dari angin awal musim dingin.

"Kenapa diluar, ini awal musim dingin sayang"

"Tau"

"Trus kenapa diluar gak pake selimut? Ayo pulang"

"Gak mau, mau lihat bintang"

Jiang Cheng merengek kala tangan Xichen sudah tersampir di lipatan kakinya, siap membawa dua nyawa dalam satu tubuh dalam gendongannya.

"Mau lihat bintang Xichen!"

Meski tak rela, Xichen mau tidak mau harus menuruti Jiang Cheng.

Jiang Cheng tersenyum, tubuhnya bergeser sedikit menyediakan tempat duduk bagi Xichen. Suasana hening. Tidak satupun diantara mereka membuka suara.

Hanya ada alunan angin yang bergesekan dengan dedaunan dan suara hewan malam. Kedua insan itu tidak ingin berbicara, hanya saling menikmati bintang yang sedang cantik cantiknya malam ini. Hingga sebuah bintang jatuh muncul menghiasi gelapnya angkasa.

"Cepet buat permohonan!" Seru Jiang Cheng yang sudah menangkupkan kedua tangannya sambil memanjatkan doa. Xichen mengangguk dan mengikuti Jiang Cheng.

Jiang Cheng tersenyum riang "doa apa yang kau panjatkan tadi?!"

Xichen menatap orang terkasihnya dengan pandangan lembut "Aku berdoa agar seluruh nafas dan tenagaku mampu menciptakan sebuah surga yang menakjubkan untuk keluarga kecil kita" jemarinya bergerak merapihkan rambut Jiang Cheng yang sudah memanjang.

"Kalau A-Cheng?"

"Rahasia! Hehehe" dia tertawa lepas merasa senang bisa menjahili Xichen.

Xichen tersenyum semakin lebar, hatinya menghangat. Dia suka saat saat seperti ini. Hanya dirinya dan Jiang Cheng yang tertawa lepas karenanya. Dia suka melihat tawa Jiang Cheng, tapi dia lebih menyukainya saat dia adalah alasan dari timbulnya tawa cantik itu.

"Lihat deh bintang itu, kayak bola"

"Bola? Bayi kita?"

Jiang Cheng mengangguk, "Kayak bola, bersinar terang menerangi kehidupan ku yang segelap langit malam" tangannya membelai perut yang sebentar lagi akan mengecil.

Saat ini usia kandungannya sudah memasuki minggu ke 37, tinggal beberapa minggu lagi bola dalam perutnya ini keluar. Namun timbul raut khawatir disana. Banyak sekali kekhawatiran yang menganggu hatinya.

"Ada apa?" Tanya Xichen.

Jiang Cheng menggeleng, menolak membagi ke khawatirannya pada sosok disampingnya.

"Cerita ya, nanti sesek lo dadanya kalau dipendam sendiri"

Jiang Cheng terdiam sebentar, kemudian merebahkan tubuhnya pada dada bidang Xichen. "Aku hanya khawatir apakah aku bisa menjadi orang tua yang baik buat anak kita"

Tangan Xichen bergerak membelai bahu Jiang Cheng, berusaha menghantarkan rasa aman agar perasaan khawatir itu luntur tak bersisa. "A-Cheng pasti menjadi orang tua yang hebat, kita akan menjadi orang tua yang hebat jangan khawatir ya sayang, selagi nafasku masih ada aku gak akan membiarkan kalian kesusahan. Aku minta maaf ya sudah membawa kamu ke dalam jurang tak berujung-"

Jiang Cheng memukul dada Xichen, menghentikan omong kosongnya "Ngomong apa sih, berisik kamu"

"Aku mau tanya sama A-Cheng apa boleh?"

"Tanya aja"

Xichen "Apakah berada disampingku membuatmu kesakitan?" Ada raut kesedihan disana.

Jiang Cheng tertawa kecil "Kadang kalau ingat masa lalu aku sama sekali tidak pernah memimpikan posisiku saat ini, apalagi aku harus hamil tanpa ada pernikahan. Aku memang tidak pernah menentukan pasanganku harus wanita, tapi aku ingin sekali menikah mengenakan jas putih dengan setangkai bunga tersampir disaku jas. Berjanji sehidup semati akan selalu berada dalam suka maupun duka dengan pasangan hidup ku kelak. Tapi yah, dunia memang sulit ditebak. Nyatanya aku sekarang disini terjebak bersama mu serta dua orang pria muda yang sedang menjalin hubungan. Bersama mu itu menyakitkan, tapi jika tidak bersama mu itu akan jauh lebih menyakitkan"

"Apakah sudah menjawab pertanyaanmu Tuan Xichen?" Lanjutnya.

Xichen termenung, meskipun dirinya tidak mengenakan mantel hangat tapi hatinya terasa hangat. Kata-kata itu berhasil leleh kan kekhawatiran yang lama memendam di dalam hatinya.

"Aku mencintai mu Jiang Cheng" ungkap Xichen dengan mata yang menatap lekat iris coklat kesukaannya.

Jiang Cheng tersenyum, dia mengangguk "Aku mencintaimu juga Xichen"

-
-

Tekan vote dan berikan komen untuk next chapter 😅

Mohon dukungannya😊💙💜

The Dark Side (Xicheng) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang