"Ahm...Kennth. Boleh aku tanya sesuatu?", tanyaku yang masih duduk disebelah pria bertopeng ini. Ia mengangguk sambil tetap melanjutkan lukisannya.
"Kamu...kok jarang main sama kita?", Maksudku 'kita' adalah aku, Jackie, dan Dean. Sebenarnya kami punya grup chat di LINE yang dibuat oleh Dean.
Grup bernama 'Freaks', yang diisi aku, Dean, Jackie, Kennth, dan Benny. Grup ini diciptakan 3 hari setelah aku bersama mereka. Grupnya sepi, paling ajak cabut di kantin atau sekedar bertanya sedang apa. Aku mematikan notifikasi dan tidak pernah muncul di grup, jadi biasanya mereka akan chat pribadi. Tapi saat Benny menuduh-nuduhku, Jackie segera mengeluarkannya dari grup dan kami tidak pernah menanyakan kenapa. Aku juga awalnya tidak mempermasalahkan itu, karena aku tidak siap berkontak dengannya.
Oke balik ke jawaban Kennth,
"Gue lebih suka sendiri"Sudah kuduga.
Jawaban paling simple. Tapi aku merasakan kebohongan di jawaban ini. Amh...tidak. Aku tidak tau dia jujur atau tidak."Kalo sendiri. Bisa lukis, bisa mahat. Kalo sama mereka, gue harus denger mereka. Males", jawabnya blak-blakan. Hm...sepertinya Kennth introvert tingkat akut. Yang muncul saat dia mau saja.
"Sebenernya kita ga deket. Pas ada lu aja baru lebih aktif lagi. Dulu cuma seketemunya, sekarang nonkrong terus", cerita Kennth itu membuatku menoleh heran. Aktif lagi karena aku?
Dia kemudian bercerita tentang bagaimana grup ini terbentuk.
Anggota pertamanya adalah Dean dan Benny. Ngga heran sih, Dean anaknya supel, bisa diajak ngobrol kapan aja. Benny juga orangnya sederhana, ga mandang orang kaya apa. Katanya saat itu Kennth melukis seorang diri di ruang ini, di bangku yang sama. Tiba-tiba saja 2 orang itu masuk ruangan, duduk disebelah, dan perlahan berdempetan.
Kennth bohong kalau dibilang tidak kesal, tapi di saat bersamaan dia tidak protes. Dari situ mereka mulai tanya nama, sedang apa, dan kelas berapa. Awalnya Kennth kira mereka hanya anak usil yang suka mengganggu, tapi lama-lama mereka sering datang dan secara natural mereka menjadi cukup dekat. Kadang mereka nongkrong di Lounge, cafeteria, atau di ruang seni ini.
1 tahun kemudian, Jackie masuk sekolah ini. Awalnya 3 serangkai itu tidak terlalu memedulikannya. Dari desas desus beredar, Jackie masuk dari beasiswa basket, maka itu 3 orang ini berpikir Jackie hanya murid pindahan biasa yang segera memiliki banyak teman. Tapi suatu hari, mereka lihat Jackie mengisi dokumen pindah ekskul. Dan 3 orang ini terkejut saat melihat Jackie cantik. Kulitnya mulus, matanya bundar dengan bulu mata yang mantap, hidungnya mancung feminim, dan bibirnya terlihat manis seperti gadis korea. Mereka sempat kira dia cewe, tapi begitu melihat badannya yang berotot...
Begitulah, Jackie bergabung dengan mereka dan tidak lama kemudian aku muncul, ikut masuk meramaikan grup ini.
Yang aku rasa aneh dari pertemanan ini adalah tidak adanya hubungan yang benar-benar dekat. Gimana ya...seakan-akan pertemanan hanya ada di sekolah, diluar sekolah bukan teman. Kemarinpun saat aku jalan dengan Jackie seragam masih melekat.
"Kamu tau kehidupan pribadi mereka ga?", tanyaku kepo menyilangkan kaki. Kennth awalnya terdiam, tapi menjawab,
"Kurang. Kita berpikir kalo kita temenan, kita ga harus tau background, masalah, atau hal-hal privat lainnya. Kita ngumpul buat have fun, bukan buat nangis", jawabnya. Ia masih melukis dengan telaten, bahkan disela aku yang terus menerus bertanya ini, dia seperti tidak kerepotan. Seolah-olah fokusnya itu bisa dibagi-bagi sama baiknya.
Aku manggut-manggut paham, "Berarti ga ada yang tau muka kamu kayak gimana?", tanpa sadar pertanyaan itu menyelip dari mulutku. Buru-buru aku menutupnya. Gawat! Dia bisa marah kalo begini! Sudah bagus dia mau ajak aku ngobrol, bisa-bisanya aku nanya begini! Kennth menoleh padaku dan menghentikan aktifitas lukisnya. Mata di balik topeng itu sepertinya menatapku dengan sangat tajam, seperti ingin memakanku. Haish! Aku harus apa?!

KAMU SEDANG MEMBACA
MATRYOSHKA
Mystery / ThrillerSekolah Rising Smartness adalah salah satu sekolah paling ngetop di negara ini. Hanya murid-murid kaya, pintar, bertalenta, atau rupawan yang bisa masuk kesini. Sialnya...aku tidak memiliki semua itu. Namun aku bisa masuk ke sekolah ini sebagai muri...