49. Kebenaran

24 6 0
                                    

"Ray?"

Suara lembut Papa memanggilku. Gue yang masih berumur 6 tahun menoleh kepadanya.

Sosok dengan pakaian serba hitam dengan rambut dan mata segelap malam itu terlihat sangat mencolok diantara salju putih ini.

Dan gue inget banget senyuman lembut itu, gue mengingatnya dengan sangat jernih.

Gue yang terlihat menggemaskan dengan baju musim dingin menoleh ke kanan kiri, sebelum menyebrangi jalan dengan pemandangan Katedral Santo Basil, yang merupakan bangunan ikonik Russia yang terletak di ibukotanya, Moscow.

Seusai menyebrang, gue menemui papa yang sangat kusayangi, berjongkok agar pandangannya seimbang denganku.

Ia mengeluarkan sesuatu dari saku mantel hitamnya.

Sebuah boneka berbentu pir dengan lukisan wanita memakai pakaian tradisional Russia, dengan motif yang indah.

"Apa ini?", tanyaku dengan polos, menggembungkan pipi kemerahanku.

"Ini...namanya Matryoshka", jawab Papa dengan suara lembutnya yang khas. Untuk anak kecil, itu hanyalah sebuah pajangan, bukan boneka yang bisa dimainin, maka itu gue terlihat tidak tertarik.

Sampai papa menarik kepala boneka itu, membelahnya secara horizontal menjadi dua. Dan aku ingat betapa terpukaunya aku melihat ada boneka lain dengan ukuran sedikit lebih kecil di dalamnya.

"Wowwe!!", seruku dengan mata berbinar-binar, membuat Papa ikut tersenyum.

"Buka lagi! Buka lagi!", seruku berjingkat-jingkat. Papa tersenyum, kemudian membukanya lagi,

Dibuka lagi,
Dibuka lagi,
Dan dibuka lagi,

Dengan rasa ingin tau gue pengen terus melihat kelanjutannya, ingin mencari inti dari boneka ini.

Tapi betapa terkejutnya gue saat melihat bagian terakhir hanyalah boneka kayu kecil seukuran kacang.

Senyumanku hilang seolah semangatku ikut tertiup oleh angin yang membawa salju yang membekukan ini. Tapi senyuman Papa selalu terasa hangat,

"Tadi Ray pikir di dalamnya ada apa?", tanya Papa. Aku masih terpaku ke boneka seukuran kacang yang ada di tengah-tengah badan boneka lainnya, "Aku pikir di dalamnya ada sesuatu yang spesial. You know? Seperti berlian",

Papa terkekeh dengan lembut,
"Tidak seperti itu, Ray. Sejujurnya...boneka Matryoshka ini ga punya maksud spesial. Ia dibuat tanpa arti khusus. Tapi seperti Ray barusan, Ray berekspetasi di dalamnya ada sesuatu kan? Hehe...tapi itu tidak sepenuhnya salah",

Aku bertemu pandang dengannya, mata hitam sehitam-hitamnya, warna mata yang juga kumiliki,

"Sama seperti hidup ini Ray. Sebenarnya hidup itu ngga punya arti khusus. Manusia dibuat tanpa alasan spesial",

"Eh? Aku pikir aku terlahir karena cinta kalian?", balasku dengan mata agak membulat.

"Iya. Itulah arti hidup kamu bagi Papa. Tapi, Ray juga belum tau mau jadi apa kan? Ray belum tau arti hidup yang kamu cari itu apa bukan?", tanya Papa meminta persetujuan. Awalnya gue ga ngerti maksud dia, tapi ia segera menjelaskan,
"Manusia itu membuat tujuan hidup masing-masing. Entah berlandaskan agama, uang, ketenaran, kekayaan, politik, atau kebahagiaan. Mereka sendirilah yang membuat arti hidup itu",

"Heee..kalo gitu, aku mau jadi orang kuat apa itu salah?", tanya gue yang waktu itu lagi tergila-gila dengan anime one punch man, yang kulihat sebagai manusia terkuat. Tapi Papa ga pernah hancurin mimpi anak kecil,

"Ngga ada yang salah kok, kita semua beda, tapi kalau mau diibaratkan, boneka segede kacang ini penting banget lho! Tanpa ini, kamu akan merasa kosong dihidupmu. Kaya boneka ini, kamu buka lagi, buka lagi, buka lagi! Tapi intinya kosong, jadi bingung kan? Kamu berusaha kesana-sini tapi pada akhirnya ga ada apa-apa",

MATRYOSHKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang