Beep..beep...beep...
Bunyi mesin yang merekam dan memaparkan detak jantung terdengar dengan ritme. Di sebelahnya, di sebelah selang-selang itu, berbaringlah seorang gadis.
Seorang korban kegilaan MATRYOSHKA
Pada akhirnya aku sendiri yang mengunjunginya.
Dean diajak pergi sepupunya,
Benny mengajar,
Jackie harus menemani adik,
Kennth disuruh guru untuk mengukir karya seni baru.Masih dengan seragam sekolahku, aku duduk menghadap ke ranjang ini. Gadis yang terbaring diatasnya tidak sadarkan diri dengan perban, gips, dan penopang tangan kakinya yang tadinya tidak berbentuk.
Apa yang bisa kulihat darinya hanyalah mata, lubang hidung yang dipasangi nasal kanul, dan mulut yang dimasuki selang.
Seandainya tadi aku tidak bertanya ruangannya, aku tidak mungkin bisa mengenal bahwa ini adalah Letta.
Astaga Letta...
Maaf kamu harus jadi beginiPandanganku jadi buram, dan rasa bersalah langsung menyerang seluruh penjuru hatiku. Aku berusaha menyekanya, tapi yang lain terjatuh lagi, terus terjatuh sampai akhirnya mengalir deras dan aku tidak tahan.
Aku menangis sesenggukan disebelah bukti kelalaianku. Seandainya saja aku sudah bergerak setelah Fionna memintaku, ini tidak akan terjadi. Mungkin sekarang sekolah sudah terbebas dari kekejamannya.
Maaf, Letta...
Maafkan aku..Saat aku nangis sesenggukan, tiba-tiba ada yang masuk ke ruangan VIP ini. Walaupun tidak bisa menyembunyikan tangisku, aku mengusap air mata dan ingus dengan lengan, sebelum berdiri menghadap orang tersebut.
Wanita paruh baya dengan wajah yang sangat mirip dengan Letta, ditambah dengan alis yang tebal dan tahi lalat di sudut bibirnya.
"Seragam Rising Smartness...temennya Letta kah?", tanya ibunya yang mengenakan pakaian tradisional India. Aku mengangguk sambil menyedot ingus, "Saya Cecilia, adik kelasnya"
Wanita tersebut tersenyum, "Terima kasih ya mau mengunjungi", kemudian meletakan buah di meja yang sudah dipenuhi bunga lekas sembuh.
"Bu...saya...saya mau minta maaf", ucapku dengan nada bergetar. Ia terkejut dengan diriku yang tiba-tiba minta maaf.
"Aduh, kenapa kamu nangis??", ia tergopoh-gopoh mendekat dan menyeka air mataku. Tangan lembut keibuan ini dengan tulus memelukku. Akupun menangis di bahunya, mengharapkan permaafan.
"Kamu merasa bersalah ya?", tanya ibu tersebut sambil membelai rambutku. Aku mengangguk tidak sanggup berkata-kata di sela tangisan ini.
"Tidak apa sayang...bantu Letta sembuh ya. Biar dia bisa bangun lagi, sekolah lagi...main lagi ya?", suara lembut nan tulusnya perlahan berubah menjadi isakan. Rasa pedih seorang ibu harus menyaksikan putrinya terbaring dan tidak bisa melapor polisi pastilah hal yang sangat sakit.
Tentu saja aku menyempatkan diri untuk mengorek informasi dari ibu korban.
Katanya malam itu, dia baru saja berbisnis. Tiba-tiba dia menerima pesan dari anaknya. Namun alangkah terkejutnya ia saat melihat pesan tersebut,
'Waktu yang tepat'
'Jemput anakmu'
'Kuletakan di pembuangan sampah ya'Dan kalimat tersebut disusul foto mengerikan. Foto Letta yang sekarat terbujur di semen dingin. Bajunya sobek bersamaan dengan daging dan lemaknya, baret-baret dan tusukan dalam terpampang di setiap bagian tubuh, dahinya sobek berdarah, dan tangan kakinya tidak berbentuk dan beberapa tulang mencuat dari tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MATRYOSHKA
Mistero / ThrillerSekolah Rising Smartness adalah salah satu sekolah paling ngetop di negara ini. Hanya murid-murid kaya, pintar, bertalenta, atau rupawan yang bisa masuk kesini. Sialnya...aku tidak memiliki semua itu. Namun aku bisa masuk ke sekolah ini sebagai muri...