31. The USB

24 8 2
                                        

[NOTE DARI SeThoran : Disini bakal jadi part yg agak membagongkan bagi yang udah lama baca. Di sini gue ngikutin versi Dreame. Bisa di cek 'He is a Demon' by SeThoran kalo penasaran]

"Maaf ya tadi ribut", senyum Ray menuntunku ke lantai 2. Sangking tegangnya tadi aku tidak sempat mecuci mata di rumah mewah ini. Memang ya anak kaya.

Dan yang lebih membingungkan bagiku adalah dia bisa langsung tersenyum begitu berbalik dan mengajakku naik ke kamarnya. Seakan-akan masalah itu sudah benar-benar selesai, padahal Ray masih berhutang maaf karena telah menghardik kakaknya sendiri.

Di lantai 2 ada lorong lebar yang berisi pintu-pintu dan beberapa foto. Foto anak-anak, foto wanita berambut coklat tadi, foto Ray, juga ada foto Jimmy dan Silvano. Berarti benar kalau mereka memang dekat.

Aku mengikuti Ray masuk ke kamarnya. Awalnya aku menduga kamar laki-laki ini bakal berantakan, tapi nyatanya kamar ini rapih dengan konsep warna hitam putih dan kuning. Ada tv besar untuk bermain game console, ada rakitan pc gaming, laptop, stand guitar, kasur queen bed, rak buku, dan foto-foto polaroid yang dipajang di dinding. Disini juga ada kamar mandi pribadi.

Wahhh ini mah kamar idaman pria. Seandainya saja yang diajak tadi laki-laki, mereka pasti malah bermain. Baguslah kalau Ray memilih aku.

"Emhhh mau main atau nonton dulu?", tanya Ray meletakan tas diatas meja belajarnya. Aku yang jujur bingung malah mengangkat bahu, "Memangnya kamu mau ngapain?"

"Biasa mandi dulu, jadi yah...oh! Kamu kan mau investigasi, bongkar-bongkar aja disini, tapi rapihin lagi ya", senyum Ray.

Kenapa dia bisa mengatakan itu dengan santainya?! Menyuruhku untuk menyentuh-nyentuh barang yang bukan milikku?! Milik pria?!

Aku mulai bertanya-tanya apa ia hidup dengan adat yang sangat kebaratan dimana cewek dan cowok nyaris tidak punya batas.

"Tasnya taro aja", suruh Ray menunjuk sebelah kasurnya. Ia kemudian membuka blazer merah juga dasi bersematkan pin 3 emas, lalu digantungkan di sebelah pintu kamar mandi.

Aku segera menyadari ada yang memantulkan cahaya darinya. Disitulah aku melihat ada kalung yang bersembunyi di balik kemeja putihnya, apa itu?

Ray menyadari arah mataku, kemudian mengeluarkan kalung kotak pipih silver.

"Ini?"

"Ah, iya. Kukira itu apa", aku tersenyum mesem dan menarik rambutku kebelakang kuping dengan jari. Ray ikut tersenyum, "Nanti aku tunjukin isinya"

"Kamu beneran gapapa kamarnya aku cek?", tanyaku yang merasa sangat sungkan. Ray mengangguk sambil berjalan ke arah kamar mandi, "Gapapa! Biar clear aku harus transparan kan?"

Diapun ke kamar mandi, meninggalkanku sendiri.

"Baiklah", ucapku ke diri sendiri, membuka blazerku dan diikatkan ke pinggang, kemudian melipat lengan kemejaku sampai sikut, "Let's do this", aku meletakan kedua tangan di pinggang sebelum mulai memeriksa.

Di meja belajarnya tidak ada apa-apa yang mencurigakan, hanya buku-buku sekolah dan beberapa gambar yang belum selesai. Aku sampai memperhatikan gambarnya satu-satu mengharapkan ada clue, tapi nyatanya itu hanya gambar biasa.

Setelah meja belajar aku beralih ke rak TV, membuka setiap laci hanya untuk menemui kaset game, controller, dan album foto.

Album foto...

Buka ga ya...
Ah buka deh!

Aku membuka album hijau ini.

Foto Ray saat masih bayi tersenyum ke kamera, foto dia bergandengan ke wanita berambut coklat tadi, foto dia tertidur di pelukan pria dewasa yang sepertinya ayahnya.

MATRYOSHKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang