32. Jackie

20 9 3
                                    

[Di chapter ini bakal ada topik yg sensitif. Apa tuh? Kalo mau tau tanpa terspoiler silahkan lanjut tp buat kalian yang ga kuat bisa kukasi tau disini topiknya apa. Stop baca disini kalo gamau tau. Okeya. 1 2 3. Pemerkosaan dan kekerasan seksual]

Keesokan harinya aku ke sekolah dengan rasa puas.

Aku berhasil bertanya-tanya ke Ray dan tidak sabar untuk memberitahu hasil dari tanya jawab ini.

Selain itu kemarin adalah salah satu hari paling memorable bagiku. Setelah tanya jawab kemarin, aku diajak makan malam terlebih dahulu. Rumah Ray ramai, ada lebih dari 10 orang dengan Ray, ibunya, dan 2 adiknya.

Adik-adiknya kembar lho! Padahal kembar beda jenis kelamin tapi wajah mereka nyaris sama. Seandainya yang perempuan tidak berambut panjang aku pasti sulit membedakannya. Rumahnya benar-benar dikelilingi orang hangat, dan tidak ada mata tidak enak yang menuju padaku.

Mamanya menjawab bahwa mendiang pamannya Ray juga albino, maka itu mereka tidak aneh dengan keberadaanku. Malahan, mereka senang dan mengajakku untuk sering-sering bermain. Ray yang dari awal menemaniku sepertinya senang dengan usul itu.

Setelah itu kami membahas lagi sebelum ia mengantarku pulang.

Memang seorang gentleman.

Aku menyusuri lorong menuju kelas dengan hati berdebar-debar dan kakak kelas yang menari-nari di pikiranku, sepertinya aku akan sering melamun di kelas mengingat-ngingat kedekatan kami kemarin.

Ah...memang benar ya.
Jatuh cinta itu menyenangkan.

Percaya tidak percaya...saat ini aku membayangkan diriku menghabiskan waktu bersamanya. You know...kencan...kata-kata manis yang dilontarkan ke satu sama lain...dan menghabiskan waktu dalam cinta.

Ah!!! Indahnya kalau itu bisa terjadi.

"Cecil?", panggil seseorang dari belakangku. Suaranya sangat familiar namun feminim.

Siapa?

Dengan tetap tersenyum bekas perasaan manis yang berkembang-kembang, aku pun berbalik untuk melihat sosok yang memanggilku.

Rasa yang berkembang-kembang dan mendebarkan itu membeku, melayukan senyumanku. Sama seperti perasaanku, tubuhku membeku menjadi kaku begitu melihatnya. Sekali lihat aku tau dia siapa, tapi hatiku terus menerus menolak kenyataan yang dipaparkan oleh mataku.

"Jackie...?", tanyaku untuk memastikan sosok ini.

Ia mengangguk, kemudian memaksakan senyum di bibir berbalut lipstiknya.

Aku menganga tidak dapat berkata. Jackie yang kutau adalah seseorang yang tangguh, yang selalu melindungi wanita manapun, yang tidak segan-segan melawan pria. Seorang yang cerdik, setianya minta ampun, dan tidak pernah berkata buruk tentang wanita sekalipun.

Tidak pernah terbesit di pikiranku kalau ia sendiri adalah seorang wanita.

Saat ini ia mengenakan blazer merah untuk wanita, dan rok pendek yang mengekspos paha putihnya. Cara berdiri yang biasa serampangan dan agak terbuka sekarang tertutup rapih dengan punggung yang tegak. Rambut pendek itu ditata dengan jepitan manis di kepalanya.

Air mataku dan air mata Jackie sama-sama berkumpul di pelupuk mata. Tidak ada kata-kata yang bisa menjelaskan rasa sakitnya. Bagiku sebuah keterkejutan bahwa teman yang kuanggap seorang gentleman adalah wanita, dan baginya penyesalan telah membohongiku selama ini.

Aku menutup mulut menahan erangan kesedihan. Rasa ditipu ini sangat dahsyat. Jackie meskipun awalnya bingung, memilih untuk mendekat dan mengusap punggungku, meskipun beberapa saat kemudian ia memilih untuk memelukku yang lebih kecil ini.

MATRYOSHKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang