14. Hang out

16 6 0
                                        

Seperti yang tadi Jackie bilang. Kami pergi bersama. Dan dia mengendarai mobil Fortuner putih dengan aku yang duduk di sebelah kemudi.

Aduh orang kaya lagi orang kaya lagi. Pusing sekolah di tempat seperti ini. Rasanya tidak layak. Apalagi Jackie sebaik ini. Sudah perhatian, baik hati, selalu membelikanku makanan, dan sekarang mengajakku pergi untuk menghiburku.

Apa sebaiknya aku beri tahu ya...

Ah jangan, jangan.

Dia sangat berapi-api untuk menghentikan Matryoshka. Seandainya aku cerita pasti dia akan ikut mendorongku untuk menghentikan Matryoshka. Dan jawabannya tidak, aku tidak mau.

Di mobil, kami diam mendengarkan musik. Music tastenya tidak sama denganku, lagu-lagu Jepang imut-imut. Tidak apalah, yang penting aku tidak harus berbicara.

Mobil putih ini berhenti di perempatan karena lampu menunjukan warna merah. Perlahan kami dikelilingi motor yang berhenti dibelakang garis, mengisi setiap ruang yang ada di sela kendaraan. Saat aku menoleh, ada motor yang sepertinya aku kenali. Motor Yamaha Byson dengan corak biru hitam yang sepertinya familiar, pengendaranya pun mengenakan seragam Rising Smartness.

Tapi entahlah wajahnya tertutup helm dan aku tidak bisa melihat dasinya.

Tiba-tiba orang itu menegakkan punggung dan membuka helm full facenya. Rupanya kakak kelas yang ada di kasta tertinggi sekolah. Salah satu dari trio, namun tidak ramah dan sampai sekarang belum pernah berbicara berdua saja.

Silvano Hale.

"Ah", pekikku tanpa sadar, membuat Jackie ikut menoleh.

"Oh, kak Silvano. Tumben dia sendiri", celetuknya. Awalnya kukira dia akan menurunkan kaca mobil dan menyapanya, namun rupanya dia hanya diam menatapnya.

"Kamu pernah ngobrol sama dia?", tanyaku memecah keheningan tatap-tatapan ini. Mata Jackie beralih kepadaku, ia segera mendengus dan kembali bersandar ke jok, 

"Engga pernah. Bahkan gue ga pernah ngobrol sama kak Jimmy. Lu aja yang hoki bisa ngobrol sama tiga-tiganya", kekehnya, nadanya berubah menjadi lebih serius, "Mereka bertiga populernya luar biasa, tapi bisa mengintimidasi. Gue pribadi sebisa mungkin ga mau terlibat sama mereka. Apalagi Silvano Hale itu. Entah bener atau engga indigonya, tapi yang pasti gue ga mau gaul sama dia. Dingin banget".

"Kok begitu?", tanyaku masih menatap kakak kelas yang membersihkan helmnya dengan sikutnya. Memang, dari manapun dia terihat tidak bisa didekati, dan cara bicaranya agak kasar. Waktu itupun dia bisa mengusir sekelas hanya dengan tatapan dan beberapa patah kata.

"Pokoknya gamau"

Lampu berubah menjadi kuning, sebelum menjadi hijau. Jackie menarik rem tangan dan menginjak gas perlahan seiring dengan kendaraan-kendaraan lain melaju. Kak Silvanopun memakai kembali helmnya dan segera berbelok ke kiri, berbeda dengan kami yang lurus. Perlahan kakak kelas dengan motor kopling itu menghilang, dan aku ekmbali menatap ke depan.
_________________________________________

Di Mall

Aku dan Jackie berjalan tak tentu arah.

Dan tiba-tiba aku merasa malu.

Bagaimana kalau ada yang melihat kami dan mengira kami pacaran? Kan ga mungkin! Dia adik kelasku! Kita bukan apa-apa selain teman.

Teman...

Baru kali ini aku cepat memiliki teman...

Di sekolah-sekolah dulu aku selalu sendirian.

Di hari pertama tidak ada yang memperkenalkan diri padaku, ataupun mengajakku ke kantin. Bahkan setelah 3 bulan atau 1 semester, mereka akan diam saja dan berbicara kepadaku seperlunya saja. Bahkan saat ada kerja kelompok mereka tidak mengundangku, bilang aku presentasi saja, atau aku diam saja. Kalau sekolah mengadakan Bazaar, aku tidak akan melakukan apapun disitu. Aku tidak boleh membantu jualan, dan tidak ada yang menemaniku.

MATRYOSHKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang