Aku bergegas, sesekali berlari kecil menuju studio. Masih ada 20 menit lagi sebelum bel masuk berdentang. Aku harus tau,
Aku harus minta maaf!
Aku menaiki tangga, sebelum berlari membuka pintu studio dengan kasar,
"Fio-",
Saat aku menutup pintu dan bergegas masuk lebih lanjut...dia memang ada...
Fionna berdiri di depan rak pastel yang menyimpan peralatan ballet. Kantung matanya hitam dan bengkak, rambutnya panjang sampai pinggang, kulitnya yang cerah sekarang pucat, dan kukunya panjang.
"Fionna...", panggilku menahan tangis. Iris kecoklatan wanita cantik ini berpindah padaku. Lututku bergetar sembari aku mendekat, semakin aku dekat semakin aku menunduk mengatupkan tangan,
"Maafin aku! Maafin aku! Seharusnya aku ga sok-sokan temenan ama kamu! Seharusnya aku ga sok akrab sama kamu! Gara-gara aku kamu jadi kena korban, aku minta maaf sebesar-besarnya, Na! Please balik sekolah lagi! K-kalo engga aku ke-keluar dari sekolah. K-kalo perlu aku bikin video klarifikasi atau apapun yang kamu mau. Asal kamu...balik...", uraian air mataku tidak bisa mengalir, sama seperti ucapanku yang bergetar akibat takut dan sedih. Rasanya ada yang menarik pita suaraku dan membuatnya sesak.
Fionna menatapku dalam diam dan tidak berekspresi, sebelum ia kembali menatap ke rak penuh kenangan itu. Wajah cantiknya terdiam, terlihat serius berlawanan dari senyuman cerahnya yang bagaikan bunga.
"Iya...awalnya aku berpikir ini salahmu", kata Fionna. Aku segera mengangkat kepalaku karena terkejut. Dia memang berpikir aku yang menyebabkan dirinya diracun Matryoshka?
Fionna menunduk dengan mata yang terlihat lemas berpikir,"Tapi...Cecil...2 minggu kebelakang ini aku berpikir. Apa bener salah kamu aku terseret ke...kegilaan ini"
Ucapan lembut dan seriusnya itu membuatku bingung sampai air mataku tidak mengalir lagi. Aku mengangkat kepalaku dengan mata penuh harap.
"Dan aku tau...ini bukan salahmu. Karena Cecilia anak baik", ia menoleh kepadaku, dan menunjukan senyumannya. Bukan senyuman yang menyegarkan, tapi senyuman yang lemah dan layu. Senyuman yang sangat lembut, seperti dewi yang menyayangi pelayannya.
Air mataku kembali berjatuhan. Ia mendekat, kemudian memelukku. Badanku langsung kaku, namun air mataku terus meleleh.
Aku merasa lega...
Aku lega dia ngga berpikir kalau aku pelakunya."Aku sadar gamungkin Cecilia. Malah...aku berpikir kamu sebenarnya diperalat. Kamu dijebak buat menemuiku, padahal kamu sebaik ini", ucapnya dengan lembut sembari membelai kepalaku. Dia sangat baik...sangat mempercayaiku....tapi kenapa. Kenapa orang sebaik ini harus ditarget.
"Cecil...aku...keluar sekolah"
Aku segera melepas pelukan dengan mata membulat. Kenapa? Kenapa dia keluar sekolah?
"Fio-",
"Bukan", ia menggeleng. Kemudian menatapku lagi, cahaya langit dari jendela menyorot padanya. Sosok yang hancur inipun masih dipuja-puja alam..."Ini keputusanku buat keluar sekolah",
"Eh?",
"Iya...aku...berencana pindah ke London. Aku mau masuk ke Royal Ballet Theatre",Ia beralih ke lukisan-lukisan ballerina di dinding. Pipinya terangkat karena senang, dan takjub,
"Kalo aku bisa masuk sana...aku bisa nari bersama Steven Mcrae, atau Natalia Osipova, bahkan bersama Zenaida Yanowsky...",Meskipun dia baru ditimpa musibah...saat inipun dia...tidak kehilangan impian. Sekarang ini dia menatap lukisan itu dengan takjub, dan harapan yang besar, walaupun tubuhnya seolah rusak dan sangat lemah diterpa badai dia tidak akan menyerah.
Indahnya...
"Aku juga sadar. Namaku sebagai Ballerina memang besar. Apalagi aku bersekolah disini, namaku semakin lebar. Tapi...bahkan jika aku tidak bersekolah disini, aku tetap bisa jadi Ballerina yang sukses. Aku tidak membutuhkan sekolah ini dari awal. Hehe, bodohnya aku...aku pikir dengan sekolah disini aku akan jadi sukses. Rupanya...kesuksesan datang dari diriku sendiri. Dan karena kebodohan itu aku terseret ke boneka itu", kekeh Fionna sangat lemah, seolah memaksakan diri untuk tertawa.
Keadaan diantara kami sempat hening, entah berapa menit berlalu, bahkan kicauan dan suara daun bisa terdengar dengan jelas. Aku menatap ke ruangan yang akan segera ditinggalkan Fionna demi menempuh mimpinya. Disini...aku akan mendukungnya.
"Cecilia", panggilnya memecahkan lamunanku.
Kami bertemu pandang, dan jika tadi matanya lemas. Sekarang matanya jadi tajam.
Kenapa dia?
Dia menghadapku, kemudian mendekat dengan langkah kasar, membuatku mundur beberapa langkah.
Tiba-tiba tangannya menggenggam kedua bahuku. Matanya sangat terfokus pada mataku yang penuh rasa takut dan bingung. Setelah memincingkan matanya, ia menghela nafas,
"Cecilia. Aku tau ini kedengeran egois. Tapi kamu harus bisa hentiin Matryoshka"
Tunggu..
APA DIA BILANG?!"Hah?!",
"Iya. Kamu harus bisa. Kamu harus bisa bebasin murid-murid dari boneka sialan itu! Apapun resikonya, kamu harus bisa ngalahin dia!", suruhnya. Tapi aku malah merasa takut dan terpojoki."N-ngga mau! N-nanti d-dia-",
"-Cecilia, kamu mau biarin dia seenaknya atau bawa sekolah ini ke jalan yang benar? Benar itu gausa minta alasan, gausa minta timbalan lho! Jadikan aku motivasi, liat aku yang kau bilang terus-terusan baik ini jadi korban, liat Ray yang sehebat itu bisa disiksa, liat Kennth yang sampai nutup wajahnya. Coba lihat ke mata-mata korban, cil. Apa kamu tega kalau salah satu teman kamu kehilangan harapan dan senyumannya? Jackie, Dean....Benny. Apa kamu setega itu?"Tidak bisa...
Aku ngga berani...
Aku ga bisa ambil keputusannya...
Dua-duanya menyeramkan...
Ngga mau...
_________________________________________
Seusai Fionna mengatakan itu semua dan pergi...aku kembali ke kelas seorang diri.Kakiku lemas.
Aku baru kehilangan teman baru yang sangat baik.
Dan kata-katanya itu menghantamku..."Apa kamu tega ngeliat harapan dan senyuman temanmu hilang?"
Ya ampun..
Mana mungkin aku tega.
Tapi aku sendiri tidak punya keberanian itu.Aku ini penakut, pengecut, tidak bisa apa-apa. Bahkan saat berbicara aku tidak berani menatap matanya.
Bagaimana cara aku menghentikannya?
Tidak akan bisa"Cecil!",
Saat aku mengangkat kepala, ada Jackie yang datang dari arah berlawanan. Dia terlihat seperti mencariku kemana-mana,
"Lu habis dari mana?", tanya dia berjalan bersamaku. Aku terdiam, rasanya malas sekali menjawabnya. Tapi sepertinya dia sadar betapa mendungnya aku, dia berdiri di depanku dan melongok padaku,
"Lu...habis nangis ya?"
KRINGGGGG
"Aku mau ke kelas", ucapku lirih hendak melewatinya, tapi tangannya segera menahan lenganku,
"Lu kasih tau dulu lu kenapa?""Jangan tanya, nanti gue nangis", ucapku berusaha menarik tanganku. Namun Jackie belum melepasnya, dia terlihat sangat khawatir denganku namun disaat bersamaan tau kalau dia memaksaku cerita, aku akan menangis dan kembali ke kelas dengan tampang kacau.
Cengkraman tangannya mengendur, namun dia tidak melepas.
"Jackie", panggilku. Namun dia mengangkat kepalanya,
"Pulang sekolah bebas? Kita pergi yuk?", ajaknya.
Mataku membulat heran.
Baru kali ini aku diajak pergi.
Dan ini teman lelaki.
Yah walaupun hatinya selembut wanita."Amh...", belum sempat aku menjawab ia segera memotongku, "Good! Pulang sekolah langsung ya! Gue tunggu di gerbang!"
Setelah mengucapkan itu, ia pergi, bergegas ke kelasnya. Aku termangu disini, bingung dengan kebaikan-kebaikan orang disini.
Tanpa sadar aku tersenyum, sebelum melangkah kembali ke kelas.

KAMU SEDANG MEMBACA
MATRYOSHKA
Misterio / SuspensoSekolah Rising Smartness adalah salah satu sekolah paling ngetop di negara ini. Hanya murid-murid kaya, pintar, bertalenta, atau rupawan yang bisa masuk kesini. Sialnya...aku tidak memiliki semua itu. Namun aku bisa masuk ke sekolah ini sebagai muri...