4. Just a Doll

57 16 0
                                        

Mereka terlihat ragu saat aku mengiyakan tawaran tersebut.

Maksudku...apa salahnya?

Itu lebih baik daripada aku diganggu murid lain.

"Oi! Pikirin lagi dong! Bukannya gimana yak klub mat-", Jimmy dipotong Ray yang merentangkan tangannya, iapun menoleh ke Jimmy sambil tersenyum lembut,

"Gausah. Kalau itu yang dia mau, gapapa", kata Ray membungkam Jimmy.

Setelah itu, Ray dan kawan-kawan mengantarku ke ruang OSIS, tempat dimana kamu harus mendaftar untuk ikut ekskul.

Ruang OSIS ada di gedung utara lantai 2. Ruangannya besar dengan dinding putih dan coklat di separuhnya, jendela scandivanian yang besar terpampang dengan gagah, ada meja panjang mahoni yang digunakan untuk rapat bersama anggota OSIS lainnya di depan bangku merah berpunggung tinggi. Di satu sisi ada akuarium berisi arwana merah besar, berenang kesana kemari memangsa ikan yang lebih kecil darinya.

Di ujung ruangan itu ada meja kayu yang sama dengan meja kepala sekolah, dipenuhi oleh kertas. Disana duduklah gadis yang anggun, menuliskan sesuatu dengan pena ungu, warna yang sama dengan kuteknya.

"Sylvia~", ucap Ray begitu memasuki ruangan, mendekati meja kayu tersebut dengan kesan yang ramah. Ia meletakan puplen gadis yang terlihat sibuk.

Ia menghela nafas dan mendongak menatap Ray yang duduk di mejanya.
"Apa yang kau inginkan?", tanyanya dengan suara yang terdengar tegas.

Ray terkekeh, namun kemudian gadis itu tersadar dengan keberadaan kami.

Bukan, keberadaanku.

Gadis itu terlihat seperti dicongkel keluar dari lukisan klasik barat. Spesifiknya ia seperti gadis dari lukisan potret M I Lophukina karya Vladimir Borovikovsky.

Dan yang unik dari dia adalah...

Mata ungunya.

Aku tau itu adalah softlen tapi hal itu...terlihat sangat natural dan cocok dengannya.

Kecantikannya itu malah menjadi sesuatu yang menyihir.

Iya kan?
Bule yang terlihat kuno tapi memiliki mata ungu. Seperti penyihir

"Oh...dia mau join club Matryoshka?", tanya gadis tersebut. Saat kami bertemu pandang, telunjuknya mengarah padaku, kemudian menggerak-gerakannya seolah memancing.

Lantas akupun mendekati meja itu dengan Vano dan Jimmy di sebelahku.

"Kamu memangnya udah ngerti sisten Matryoshka seperti apa?", tanya gadis itu melipat tangannya di meja, matanya yan bundar itu terlihat dingin dan malas untuk berbicara denganku.

Tentu saja

"Itu...sistem yang membantu siswa ke dunia nyata kan?", jawabku gugup.

Entah apa karena sugesti pemikiran sendiri atau karena dia memiliki aura yang berkelas. Aku jadi grogi

Dia terdiam menatapku dengan wajah datar, kemudian bersandar ke bangku kulitnya.

"Mr. Stan pasti ga menjelaskan lebih dalam ya...gadis yang malang. Masuk ke sini berharap bisa memperbaiki diri tapi malah dibodohi dari awal"

Ucapan dingin itu seperti meremas perasaanku, membuat kakiku bergetar. Namun saat aku melihat Ray yang tersenyum padaku, aku merasa sedikit lebih tenang.

Entahlah, keberadaan dia membuatku merasa sedikit lebih aman. Belom lagi ada Vano dan Jimmy disebelahku.

Tapi aku tidak bisa menahan perasaan kalau aku merasa tidak pantas ada disini.

MATRYOSHKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang