Jangan lupa nanti diputer yaa mulmednya.😚
Selamat membaca❣
🕊🕊🕊
"Entah itu benar atau tidak. Bagiku, mencari tahu segala hal tentangmu adalah sebuah kesalahan yang berhasil mewarnai hidupku."
🕊🕊🕊
Kepala seorang gadis yang terbalut perban tampak bergerak gelisah dengan mata yang masih terpejam, hingga beberapa detik kemudian matanya terbuka dengan sempurna.
Deru napasnya tidak teratur, sepertinya gadis itu baru saja mendapatkan mimpi buruk.
Ruangan ini telah dipasang air conditioner, namun ia tetap mengeluarkan keringat dan membasahi wajahnya. Langsung saja dia menyekanya dengan telapak tangan.
Netranya mulai menelisik setiap sudut ruangan yang didominasi oleh warna putih. Tidak ada siapa-siapa, hanya ada dirinya seorang.
Chiara mengembuskan napas berat ketika sadar bahwa dirinya masih berada di kamar inap sebuah rumah sakit, ia sangat membenci tempat ini.
Gadis itu mulai berkelana dengan pikirannya, mengingat-ingat kejadian apa yang dialaminya sampai dia harus berakhir di tempat seperti ini lagi.
Dahinya bertaut saat dia mengingat seorang lelaki yang celaka bersama dirinya, gadis itu mulai bertanya-tanya, apakah laki-laki itu berada di rumah sakit ini juga sepertinya?
Pintu kamar inapnya tiba-tiba bergeser dan langsung menampakkan seorang perempuan berponi yang berjalan mendekatinya. Kedatangan kakak perempuannya berhasil membuyarkan lamunan Chiara.
"Lo udah bangun, Ra?" Perempuan itu bertanya setelah duduk menghadap ranjang adiknya sambil tersenyum lega.
Sebenarnya, Chiara sudah sadar sejak dini hari tadi. Keadaannya tidak terlalu parah, sehingga dia lanjutkan untuk beristirahat tanpa memikirkan hal apapun.
Chiara menoleh, lalu mengangguk singkat."Kok Teteh lagi yang ke sini? Mama mana?"
"Momong anak-anak gue lah si kembar. Kali-kali gue mau urusin lo pas lo lagi sakit." Jawabannya memang terdengar ketus, namun dapat menghangatkan hati Chiara.
Chiara tersenyum senang sambil berdecih pelan. "Gaya lo, sok-sokan peduli sama gue."
Perempuan bernama Shera itu menjitak kepala adiknya. Dia merasa geram, karena Chiara malah membalas perkataannya seperti itu.
"Lo itu harusnya bersyukur punya Teteh yang cantik dan baik hati kayak gue."
Chiara mengusap kepala, lalu dia menaikkan kedua alisnya dan beralih melihat Shera dengan tatapan mengejek. "Baik hati? Lo sering jailin gue ya, baik dari mananya coba."
Shera melipat kedua tangannya, kemudian melayangkan tatapan tajam pada adiknya. "Itu 'kan dulu! Lo kenapa sih? Kayaknya gak suka banget dirawat sama Teteh sendiri." Setelah berkata, dia mengerucutkan bibirnya sebal.
Chiara menahan tawanya. "Dih, ya udah sih! Gitu aja ngambek."
Selama beberapa menit, kedua kakak beradik tak sekandung itu terus saja berdebat. Sejak kecil, mereka memang tidak akur hanya karena sifat keduanya yang sama-sama keras kepala dan tidak ada yang ingin mengalah. Mereka juga sama-sama ambekan.
"Teh, gue mau pulang aja. Udah boleh 'kan, ya? Udah bosen di sini, gak enak, gak seru," rengek Chiara usai pertengkaran mereka berakhir.
Shera melirik jam dinding yang terpasang pada tembok di atas ranjang Chiara. Jam menujukkan pukul sepuluh pagi lewat lima belas menit, kemudian dia kembali menatap adiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Charmolypi [COMPLETED]
Teen FictionTentang sebuah kisah yang menyuguhkan perasaan campur aduk antara suka, duka yang sulit untuk diungkapkan, serta dijelaskan. Tentang sebuah kisah yang rumit antara, aku, kamu, dan dia. Perjalanan yang entah akan berakhir romantis, dramatis, atau mal...