8. Sakit

2K 367 225
                                    

-----

"Aku sudah pernah patah hati, dan itu tidak menyenangkan.
Tapi, aku lebih suka patah hati, daripada mematahkan hati orang lain."

-----

Chiara keluar dari kamar mandi setelah membersihkan tubuhnya dengan air hangat. Ia sudah mengenakan kaos berwarna hitam dan celana denim yang panjangnya menutupi lutut. Kaki panjangnya melangkah ke depan cermin dan menatap leher yang terlihat sedikit memar. Ia meringis saat tangannya menyentuh luka itu. Manik hitamnya mulai berkaca-kaca, Chiara masih merasa takut, terlalu banyak pertanyaan yang bersarang di kepalanya.

Terlebih dengan sosok misterius itu, ia masih tidak mengerti, kenapa sekarang dirinya selalu dianggap sebagai Aileen? Sampai-sampai, harus menerima perlakuan yang kejam seperti ini. Chiara menunduk, seketika ia teringat dengan sosok Erlan yang berani memeluknya tadi membuatnya mendesis pelan sambil melihat pantulan dirinya di cermin.

"Kenapa dia selalu muncul dan ngelakuin hal gak terduga?" Senyuman tipis tercipta di bibir mungilnya. Kemudian, ia menyadarkan dirinya dengan menggelengkan kepala. "Kira-kira dia masih di bawah atau udah pulang, ya?" gumamnya. Buru-buru Chiara menyisiri rambut indahnya dan sengaja dibiarkan tergerai. Ia bergegas keluar kamar, kakinya menuruni anak tangga dengan pelan. Matanya melihat ke segala arah untuk mencari sosok laki-laki itu. Sepertinya, Erlan sudah pulang.

Chiara berjalan menuju dapur, dahinya mengerut saat mencium aroma masakan. "Siapa yang lagi masak di dapur?" gumamnya sambil berlari kecil. Chiara menemukan keberadaan Erlan di dapur yang tengah fokus mengaduk-aduk masakan pada teflon berukuran sedang.

"Lo belum balik?" tanya Chiara sembari menarik kursi, lalu duduk. Kedua tangannya ia taruh di atas meja makan.

Erlan menoleh sekilas. "Iya," katanya lalu mematikan kompor, kemudian ia tuangkan nasi goreng buatannya ke atas piring.

"Lo bisa masak?" Chiara melontarkan pertanyaan dengan wajah datar.

Erlan berjalan menghampiri Chiara dengan membawa sepiring nasi goreng. "Kalau gak bisa, ini rumah udah kebakaran kali." Sebelah tangannya menarik kursi di samping Chiara, duduk sambil meletakkan piring tersebut.

Kepala Chiara mengangguk sambil menarik piring berisi nasi goreng. "Ya, ya, ya. Ini buat gue 'kan?"

Erlan mengangguk sambil menatap Chiara. "Lo udah gak apa-apa 'kan?"

Chiara hanya bergumam pelan, ia memasukkan sesendok nasi goreng ke dalam mulutnya.

Erlan menopang dagu dengan sebelah tangan. "Nasi gorengnya enak?"

"Enak, tapi agak kemanisan," komentarnya bak seorang chef handal.

"Kebanyakan kecap tadi," alibi Erlan.

Chiara kembali berkomentar, "Kurang garam."

Erlan berdecih. "Banyak komen, ya, lo. Habisin aja!"

Chiara menoleh dengan delikan yang tajam. Ia mulai mengomel, "Biasa aja gak pakai sewot bisa gak, sih?"

"Lo sih jadi cewek bawel banget!"

"Bodo!" Chiara kembali melanjutkan aktivitas makannya. Sedangkan, Erlan terus menatap Chiara hingga mengubah posisi duduk, menghadap ke arah gadis itu. "Gak usah ngeliatin gue mulu!" decit Chiara tanpa menoleh.

Erlan tidak membalas ucapan Chiara, matanya terfokus pada luka memar di leher gadis itu yang samar-samar terlihat, karena beberapa helai rambut Chiara menutupinya. "Masih sakit?"

Chiara mengangguk sekali sebelum menyendok sisa nasi goreng di piringnya. "Lumayan."

Erlan segera beranjak dari duduknya untuk mengambilkan Chiara segelas air putih. Setelah itu, ia kembali duduk di samping Chiara dan menyodorkan segelas air.

Charmolypi [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang