* ❣*
"Berdamailah! Sebelum terlanjur menyatakan perang kepada kebahagiaan yang seharusnya hidup berdampingan."
* ❣*
Chiara mengerjapkan matanya beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang mulai masuk ke penglihatannya. Ia memegang kepalanya yang terasa pusing.Tubuhnya sedikit menggigil membuatnya menarik selimut hingga menutupi leher.
Chiara mengernyitkan keningnya, dan mulai bertanya-tanya kenapa dia berada di sini? Siapa yang membawanya ke UKS? Dirinya baru saja pingsan? Ia mulai mengingat-ingat kejadian sebelum berada di tempat ini.
Tiba-tiba, ia dikejutkan dengan sosok Genta yang muncul setelah menyibak gorden putih yang menjadi penghalang setiap brankar di UKS.
"Lo udah bangun? Lo kok tidur lama banget sih? Tiga jam, anjir! Gak capek tidur lama kayak gitu?" cerocos Genta sambil menaruh semangkuk bubur, dan segelas teh manis hangat di atas nakas.
Chiara hanya melongo ketika mendengar cara bicara Genta yang sangat cepat, seperti dimirip-miripkan dengan kecepatan bicara yang ia punya.
Genta mendudukkan diri, dia menempelkan punggung tangannya pada dahi cewek itu. "Anget, Ra. Eh, panas kayak omongan tetangga."
Satu sisi, Chiara kesal dengan kelakuan Genta yang sudah kelewat waras. Tapi di sisi lain, ia juga menahan tawanya akibat perkataan cowok itu yang asal ceplos. Bagaimana bisa suhu tubuhnya disamakan dengan omongan tetangga?
Genta menjauhkan tangannya dari dahi Chiara. Lalu, dia mengetukkan dagunya seraya memandang ke atas.
"Walah ... Omongan tetangga mah bukan panas. Tapi, pedes!" desis Genta. Kemudian, kembali memandang Chiara sambil memberikan cengiran yang terlihat menjengkelkan.
Tidak lama, Genta berdecak sebal karena Chiara yang terus diam tanpa ingin membalas ucapannya.
"Kesayangannya aku, lo ngomong dong jangan diem aja!" ucap Genta dengan wajah kesalnya.
Chiara mengembuskan napas, jengah dengan sikap Genta yang tidak berubah. "Gue lagi pusing, ditambah denger ocehan lo mirip orang gelo bikin gue makin pusing. Paham maksud gue?"
Genta mengangguk-anggukkan kepala bak anak kecil yang mengerti maksud dari perkataan Ibunya. "Paham, maksudnya lo nyuruh gue buat terus ngehibur lo 'kan?" balas Genta.
Ingin rasanya Chiara menendang Genta dari ruangan ini sekarang juga. Apakah otaknya tidak sampai untuk menangkap maksud dari ucapannya?
"Bukan itu maksudnya, Suparjo!" kata Chiara dengan amarah yang tertahan.
"Lho, terus apa? Bukannya bener lo pengen gue hibur terus?" balas Genta dengan polosnya.
Chiara berdecak. "Kumaha sia we lah!" balasnya dengan sarkastis.
Genta mengerucutkan bibirnya. "Kok kumaha aku, sih?" tanyanya.
"Atuh da lo mah, kumaha gue tetep aja sekarep elo."
"Ya udah. Terus aku harus kumaha, beb?"
Chiara memberikan delikan tajam pada Genta.
"KUMAHA GENTA AJA!"
* ❣*
Fredy terkekeh pelan. "Gue seneng, seneng banget malah. Tapi, gue senengnya saat lo menghilang dari hidup gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Charmolypi [COMPLETED]
Teen FictionTentang sebuah kisah yang menyuguhkan perasaan campur aduk antara suka, duka yang sulit untuk diungkapkan, serta dijelaskan. Tentang sebuah kisah yang rumit antara, aku, kamu, dan dia. Perjalanan yang entah akan berakhir romantis, dramatis, atau mal...