41. Mulai Renggang.

258 69 72
                                    

Jangan lupa pencet Vote dan komeen!

Kalo komen itu menurut kalyan ribet, gpp ga komen, asal jangan lupakan bintang nya yaa🤧

Ngokhey?


-------------- Happy Reading -------------

Allesa melepaskan helm yang melekat di kepalanya, sedangkan Jovan, ia mematikan mesin motor lalu mencabut kunci dari stop kontak.

"Sa, Jovan mau bicara bentar. Tapi ga di sini, di dalem."

"Oh, boleh. Ayo!"

Mereka berdua sudah sampai di kediaman Allesa. Dan kini mereka tengah masuk ke dalam rumah. Ada sesuatu yang ingin Jovan sampaikan. Mengenai hubungannya dan Allesa.

"Sa, maaf udah gantungin Kamu terlalu lama," ucapnya memulai kata. "Aku pikir, Kamu milik aku sepenuhnya. Tapi Aku lupa, mengikat kamu dalam hubungan aja enggak."

"Maaf, karena rasa nyaman, Aku lupa kalau Aku belum ngasih status apa-apa." Jovan menunduk, menarik nafas sejenak 'tuk semangati diri. Diraihnya kedua telapak tangan gadis itu, lalu digenggam nya erat. Begitu erat nan lembut. Atensinya beralih pada netra coklat gelap sirat akan ketidak percayaan. Ditatap nya dalam netra itu dengan tatapan tak terdefinisikan.

"Aku cinta sama kamu. Sehun atau Jovan cinta sama Allesa-nya. Jadi, Kamu mau jadi pacar Aku?"

Bagai petir di malam yang terang, di malam yang penuh bintang-bintang dan tiada awan hitam. Allesa bingung harus bagaimana. Ia bingung harus menjawab apa. Atau ia bingung harus merasa bagaimana.

Perasaannya bahagia, sangat bahagia. Jika boleh jujur, kata-kata inilah yang selalu ia inginkan. Kalau boleh jujur, ungkapan seperti inilah yang ia tunggu. Namun, dibalik itu semua. Rasa sedih melukupi hati dan pikiran.

Pantas kah ia menerima kebahagiaan dari cinta seperti ini? Mengingat kondisinya yang tidak memungkinkan untuk hidup lebih jauh lagi. Jika pun takdir mengizinkan, mungkin diakhir akan ada kesedihan. Dan ia tak mau itu terjadi.

Menarik nafas sejenak 'tuk relex kan diri, Allesa menunduk. Memperhatikan kedua tangannya yang di genggam lembut, Allesa sedih. Memang, momen seperti ini yang ia tunggu, tapi dalam keadaan sekarang, lebih baik lagi jika ini tak terjadi. Akan lebih baik lagi jika hanya berteman, walau tak dapat disangkal perasaan cinta, sayang, nyaman dan ingin memiliki itu ada.

"Maaf, Van. Tapi Allesa ga bisa ...," Jawabnya lirih.

Kening Jovan mengerut, ditatapnya kedua jemari yang ia genggam itu sendu seiring dengan lepasnya telapak tangan itu dari tangannya.

"Kenapa ...? Tolong kasih Jovan alasan yang jelas." tangannya berpindah pada kedua pipi gadis itu, menangkupnya lembut demi dapatkan jawaban.

"Allesa--Allesa ga bisa bilang. Maaf ...." Berat rasanya tak mengatakan alasannya pada Jovan, namun lebih berat lagi rasanya jika mengatakan pada Jovan. Hatinya bimbingan. Rasa ingin memberitahu dan menjadikan rahasia sama kuatnya, bahkan pikirannya mendukung 'tuk sembunyikan saja.

Kedua mata Jovan memanas seiring merahnya kelopak matanya menahan tangis. Kedua tangannya ia tarik dari pipi sang dambaan hati, ia benar-benar tak tahu harus bersikap bagaimana. Hatinya berkata 'tuk pahami keadaan gadis-nya walau tak tahu menahu apa yang terjadi, Namun pikirannya berkata lain.

Ia raih kunci motor di atas meja, lalu perlahan berdiri dengan kedua kelompok mata yang merah. "Aku pikir Kamu nganggep aku lebih dari 'sekedar teman.' tapi nyatanya, yang aku pikirin itu benar-benar salah," lirihnya yang begitu jelas didengar Allesa.

Thank You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang