4. Kenyataan

897 223 58
                                    

Jan lupa voment yaa

.
.

--------------- Happy Reading -----------------
  

Hari kedua Allesa bersekolah di Petunia High School, ia masih mengenakan seragam sekolahnya dulu. Seragam putih dengan rok hitam diatas lutut.

Ia tersenyum ketika orang lain menyapa atau hanya sekedar tersenyum padanya. Berjalan ke kelas lalu duduk di kursinya, ia mengeluarkan smartphone lalu menyambungkan pada earphone. Bukan lagu Korea atau yang lainnya, ia hanya mendengarkan suara ombak pantai atau hujan yang memenangkan. Allesa mengambil Novel dari dalam tas, sengaja untuk menyibukkan dirinya dikelas.

Sekitar 2 lembar membaca, matanya tak sengaja menangkap pemandangan tak enak dilihat di depan pintu. Ia melihat seseorang yang dipukul, tapi entahlah, mungkin saja ia salah lihat. Sebab didetik berikutnya Ken melangkah maju membuat Allesa tak melihat lagi.

Ia kembali menyibukkan dirinya dengan Novel tadi, terlalu fokus pada Novelnya, Allesa sampai tak menyadari kedatangan Jovan. Ketika bel dan lonceng berbunyi, Allesa memasukkan novelnya kedalam tas, Allesa mendapati Jovan disampingnya sedang melukupkan wajahnya seperti kemarin, ia terlihat kesakitan lagi(?)

Allesa bingung, ia rasa Jovan tak berinteraksi pada murid lainnya. Bahkan dari ia masuk kemarin, ia tak pernah melihat Jovan berbicara pada yang lain atau sekedar menyapa.

Allesa tersentak saat bahunya ditepuk pelan. Ternyata, di sampingnya sudah ada lelaki terpopuler sekolah yang diakui tampana, suka menggombali perempuan, dan tentu saja karena ia kaya. Seorang cassanova sekolah yang berada di kelas IPA 3, siapa lagi kalau bukan Kenaldi Rasendria.

Allesa melepas earphone-nya lalu menyikap rambut bagian kiri ke belakang telinga. Tanda ia berkenan mendengarkan.

"Sa, mending lu duduk ama gua dari pada ama orang ga waras. Ga jijik apa lu?" tanya Ken dengan nada yang menusuk.

Kening Allesa memgerut, ia masih bingung dan masih mencerna ucapan Ken. Hah? Ga waras? Siapa? batin Allesa. Ia menoleh ke kanan dan kiri mencari seseorang yang bisa dikatakan 'tidak waras'.

"Sa, jadi gimana?" Tanya Ken.

"A-apa nya yang gimana?" Allesa semakin bingung. Entah ia masih harus belajar bahasa kekinian atau ia salah meartikan, yang ia tahu ia tak begitu paham maksud Ken.

"Yang tadi, Gimana?" Tanya Ken lagi. Mendapati Allesa yang masih diam dengan kening yang bekerut, Ken kembali mengulangi pertanyaan nya dari awal. "Lu mending duduk ama gua, mau ga?"

"O-oh ...." Allesa terkekeh, ia kira ia harus belajar bahasa kekinian lagi dengan Hesul---sahabat. "Em ... engga deh, Allesa udah nyaman duduk disini." Tolak Allesa.

"Yakin?" Kening Ken bertaut, tak percaya saja jika Allesa nyaman duduk disana.

"Iya, Allesa udah nyaman duduk disini. Makasih ya tawarannya." Allesa tersenyum.

"O-oh." Ken kurang percaya, tapi sebagai lelaki yang berpengalaman, ia tak akan memaksa perempuan. "Yodah. Kalo lu ga nyaman duduk disini, lu langsung pindah aja, ya." Lanjutnya diangguki Allesa.

Baru saja Ken berlalu dan duduk di kursinya sendiri, dari tempat duduk bagian tengah, Freesia memanggil, "Sa, Allesa!" Panggilannya.

"Nanti ke kantin bareng, ya!" Sela Lily.

Dengan senang hati Allesa mengangguk, lagi pula ia memang butuh teman.

Kelas hening, ternyata guru yang mengajar dijam pertama-ketiga telah datang. Kalau tidak salah, nama beliau adalah Camelia, dan kalau tidak salah beliau mengajar Matematika wajib.

Thank You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang