Waktu sudah menunjukkan pukul 10 pagi. Kini Allesa, Jovan dan Inah tengah menunggu kedatangan suster rumah sakit. Dari hasil St-scan tadi malam, tumor yang ada di kepala Allesa masih bisa dijangkau dengan alat medis, sehingga jadwal operasi ditetapkan.
Sehabis sarapan, Allesa disuruh berpuasa sebentar. Yang artinya ia tidak boleh makan atau minum, tak lama, hanya 2 jam saja. Mereka bilang ini dilakukan demi kelancaran proses operasi.
Sedari tadi Jovan menggenggam tangan Allesa erat, jujur saja, berat rasanya berada diposisi seperti sekarang. Ia harus merelakan gadis-nya menjalani operasi yang mungkin saja membuat mereka berpisah untuk selamanya. Jika operasi gagal atau tak sepenuhnya lancar.
Atau ia harus melihat gadis-nya kesakitan, mimisan dan meninggal secara perlahan jika operasi tidak dilakukan. Ia tahu, akhirnya tetap sama, cepat atau lambat, ia akan ditinggalkan atau meninggalkan orang yang paling ia sayangi. Melebihi ibu kandungnya sendiri.
Tapi Jovan yakin, masih banyak harapan untuk Allesa sembuh, dan salah satu caranya adalah dengan melakukan operasi seperti ini. Entah yang ia lakukan benar atau salah, Jovan tak tahu lagi. Egois memang memaksa gadis itu menjalani operasi bahkan tanpa ditemani keluarga, tapi ... Jovan terpaksa. Ia harus melakukan ini demi kebaikan Allesa.
Mereka bertiga menoleh kala dua orang perawat rumah sakit datang, lalu meminta Allesa untuk segera menuju ruang operasi. Ditemani Jovan dan bi Inah, Allesa melangkah dengan jantung berdebar cepat. Ia takut, jika ia akan kehilangan nyawa saat menjalani operasi ini, tapi jika itu terjadi, Allesa bisa menerimanya.
Dan ya, tadi malam ia bahkan sudah mengabari Hesul dan keluarganya keadaan disini.
Allesa merasakan genggaman Jovan kian mengerat, Mungkin ia tahu apa yang dirasakan lelaki itu. Sebenarnya Allesa tak siap, tak siap untuk semuanya.
Ia tak siap kehilangan untuk kedua kalinya dan mungkin untuk selamanya Jika ia menghembuskan nafas terakhir saat operasi, ia belum siap 'tuk menghadap Tuhan. Syukur jika ia masuk surga, tapi bagaikan jika ia malah masuk neraka?
Begitu mereka berada di depan ruang operasi, kedua perawat itu menyuruh agar hanya Allesa yang masuk. Membuat Jovan menahan lengannya sebelum ia melangkah.
"Jovan nunggu, masih banyak yang belum Jovan ceritain." Lelaki itu memeluk Allesa, mencium pucuk kepala Allesa sebelum pelukan mereka dilepas.
Jovan tersenyum hangat, bahkan kedua mata lelaki itu berair. Allesa lihat, Jovan mengedipkan matanya beberapa kali sebelum air matanya jatuh.
Allesa tersenyum, tak kuat rasanya melihat Jovan seperti sekarang. Menghembuskan nafas dan melangkah masuk, demi Jovan. Allesa siap menanggung resiko.
Jovan menatap kepergian Allesa sendu, ia berharap, gadis itu selamat dan bisa berbicara lagi dengannya. Beberapa saat kemudian, lampu diatas pintu masuk ruang operasi menyala kuning, yang artinya operasi akan dimulai.
•••
Jam di smartphone Jovan sudah menunjukkan pukul 1 siang waktu setempat. Namun lampu indikator masih berwarna kuning. Jovan menutup mata, lalu menyatukan tangan berdoa demi keselamatan Allesa.
Begitu pula dengan bi Inah, ia khawatir namun terlihat tenang. Ditangannya ada snack rasa rumput laut milik Allesa, mulutnya tak henti-henti mengunyah, walau ia khawatir, sebab ia tak mau egois pada perutnya sampai-sampai tak mau makan seperti tuan muda-nya.
"Den, Aden mau?" Tawarnya memberikan snack baru pada Jovan yang ia ambil dari paper bag.
Jovan membuka mata, lalu menoleh pada bi Inah di sampingnya. Ia menghela nafas, kedua sudut bibirnya ia tarik 'tuk ulas senyuman tipis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thank You
Fanfiction[Սptսժet ժi malam kamis ataս malam jսm'at] Cօverոყa jan ժicօlօոց ყa, itս akս ხikiո seոժiri გგ __________________________________________________ Apapun bisa terjadi karena adanya kasih sayang dan cinta. Allesa, siswi baru yang mengubah segalanya dar...