ARBO-37 (M)

840 68 12
                                    

Hai, Hallo.
Maaf ya aku baru bisa update. Yang deket sama aku pasti tau kalo minggu2 kemarin itu aku lagi sibuk bangett sama Kuliah 😊🙏

Tapi Alhamdulillah halu kak Pacar di SG lancar ya 😂. Iya gak papa aku bakal tetep update sedikit di SG. Oh iya, udah tau kan kalo sekarang pindah ke @writers.moody, follow instagram baru kami ya 🔫🤪 dan rasakan kebangsadan orang-orang di sana 🤪🤣

moody, follow instagram baru kami ya 🔫🤪 dan rasakan kebangsadan orang-orang di sana 🤪🤣

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tetep ya? Rulenya sama Minimal 25 vote dan 10 komentar. Semangat yuk semangat 😍❤

Haneul berjalan memasuki ruangannya dan langsung merebahkan tubuh di atas sofa. Perlahan ia mengangkat kakinya dan membiarkan berselonjor di sana. Lelah sekali, ini hampir jam dua belas malam dan dia berhasil menyelamatkan gengster yang hampir pergi ke alam baka. Bagaimana bisa seseorang dengan mudah melukai Jantung sampai sebegitu parahnya, Haneul ngeri sendiri melihat cidera luar yang mengoyak pempompa darah manusia.

"Eughhh..."

Mengulet setelah melakukan hal berat memang paling nikmat. Matanya menatap langit-langit ruangan ini dengan pikiran yang menerka jauh kedalam sana. Haneul memikirkan Jimin, akankah dia berurusan dengan gengster seperti itu? Atau, akankah gengster Jimin cerewet dan suka membuat keributan seperti mereka? Jika iya mungkin Haneul akan melakukan hal sama seperti tadi. Harusnya mereka tunduk dengan sekali teriakan ibu-ibu hamil.

"Kerja bagus sayang," Haneul mengusap perutnya dengan Halus. Memasuki trimester kedua ini kandungannya lebih kuat daripada tahap awal trimester pertama. Jika awal-awal kehamilan Haneul dan janinnya sangat rewel, kini sudah bisa di ajak kompromi. Sebelum masuk ruang operasi tadi Haneul juga sempat khawatir jika akan mengacau. Akan tetapi dia selalu memberikan kepercayaan pada anaknya, bahwa mereka bisa bekerja sama.

Baru saja lima menit dia menikmati istirahat suara langkah kaki dan kecemasan mengudara setelah daun pintu itu terbuka beberapa detik yang lalu. Jimin datang, masih memeluk sepasang sepatu hak tinggi milik Haneul yang ia titipkan tadi. Ya—setidaknya Jimin benar-benar menjaga sepatu mahal itu.

"Kau baik-baik saja?kau pusing? Ma-mana yang sakit? Perutmu atau kakimu?" pria itu melontarkan pertanyaan beruntun kala melihat istrinya terlentang dia tas sofa dengan lengan tertekuk menutupi matanya. Mungkin Jimin pikir Haneul pusing atau kelelahan? Tidak, sebenarnya posisi itu adalah posisi paling nyaman untuk beristirahat.

"Diam dulu Jim..." Haneul masih memejamkan mata dan menikmati sofa empuk yang menyangga tubuhnya. Harusnya Jimin tidak datang secepat ini agar dia bisa memiliki waktu lebih lama daripada menjawab si cerewet ini.

Jimin menekuk lutut di samping Haneul, tanganya mengusap perut wanita itu dengan mulut terkatup tapi raut wajahnya kelewat gusar. Serius Jimin sedang menahan untuk melontarkan puluhan pertanyaan di pikirannya. Haneul bilang diam maka dia harus diam.

Mata pria itu memeta seluruh tubuh Haneul yang masih menggunakan baju operasi. Dia tidak melihat ada noda darah di bajunya, berarti operasinya berjalan lancar. Astaga mengingat Haneul keluar dari ruang perawatan UGD dengan bercak darah di tubuhnya masih membuat Jimin bergedik ngeri.

ARBORETUM !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang