Team Arboretum mana suaranya?
Kok makin sepi ya perasaan 🙂
.
Aku update lagi ya. Pengen cepet-cepet tamatin karena serius pusing juga ngurus alur yang ini 🤣 lebih susah dari Mageia.Makanya kalian support ya 😊 dulu yang minta aku update terus sekarang giliran udah update gak mau komen 🙂
.
Happy reading sayang 😍Mengundang PenerbitProspecMedia
Makan malam dengan keluarga Ryu. Sudah bisa Haneul bayangkan bagaimana canggung itu akan menyelimuti mereka selama berkumpul. Sepertinya tidak pernah sekalipun Haneul tertawa di rumah Jungkuk, di hadapan kedua orang tua yang selalu membenci Jimin itu. Di rumah ini juga tidak ada selera makan sekalipun hidanganya cukup menggiyurkan. Terlebih lagi saat Haneul sedang dalam masa sulit makan seperti ini.
Haneul hanya tidak tau bagaimana cara membuat tun dan nyonya Ryu bisa memiliki air wajah yang enak di pandang. Pasalnya setiap Jimin dan Haneul datang, mereka berdua pasti akan memberi tatapan sengit, dan sebenarnya itu lah yang menjadikan semua moment di sini menjadi tidak nyama.
Contohnya, saat Jimin mengatakan bahwa Haneul sedang mengandung anaknya, kedua orang itu nampak tidak peduli. Sama sekali tidak, dan hanya Jungkuk yang terlihat antusias karena Profesor Ryu sudah mendengar berita ini sebelumnya. Jungkuk menyukai kabar gembira ini, pria itu langsung mengulas senyum menampilkan gigi putih yang membentang. Bahagianya seperti akan memiliki seorang adik.
"Pantas saja aku perhatikan belakangan ini Nona mudah kelelahan," sahut Jungkuk menghidupkan kembali suasana hangat yang padam lima detik yang lalu. Sungguh mungkin jika tidak ada Jungkuk, Haneul bisa setres karena terus terintimidasi.
"Begitulah, tapi semakin hari semakin membaik. Tubuhku sudah beradaptasi."
Jimin tersenyum lalu meletakan pisau dan garpunya. Tangan kekar penuh otot yang menonjol itu mengusap kepala sang istri begitu halus, "Kau yang harus menjaga Nona mu saat di rumah sakit Kuk." Tangan Jimin turun menyusuri habis rambut istrinya kemudian naik ke meja, menggengam tangan Haneul dan terus mengusap ibu jarinya di sana.
"Oh ya Halaeboji. Aku mau Haneul bekerja sampai usia kandungannya enam bulan, setelah itu aku ingin dia berhenti."
Ucapan Jimin sukses membuat semua orang membelalakan mata. Ada dua tipe ekspresi di sini. Bahagia dan kecewa.
Sepertinya bahagia atau kesenangan di wakili dari Tuan dan Nyonya Ryu. Secepat mereka menangkap kalimat Jimin secepat itu juga mereka bisa menyimpulkan. Berhenti? Jimin tidak membiarkan Haneul bekerja lagi menjadi dokter, fokus mengurus anak dan rumah sakit akan jatuh sepenuhnya ke tangan Jungkuk. Ya begitu lah jalan pikir mereka.
Di sisi lain Haneul yang jelas membantah keinginan Jimin. Apa-apaan, sejak awal di perjanjian pernikahan mereka tidak boleh ada yang melarang tentang pekerjaan masing-masing. Dan Jimin tau bahwa menjadi seorang dokter ibarat Nyawa Haneul. Tentu dia tidak mungkin bisa berhenti begitu saja. Apa lagi baru saja mendapatkan posisi yang menjanjikan di VIP Center.
"Jim. Kau tidak membicarakan ini denga—" Haneul tidak menyelesaikan kalimatnya kala genggaman tangan Jimin sedikit bertambah kuat. Ini tidak menyenangkan. Kenapa dia mendadak kehilangan hak bicara padahal dia yang sedang di bicarakan.
"Kau yakin Hyung? Ku rasa Nona tidak akan setuju."
Jimin mengangguk halus lalu mengalihkan pandanganya kepada orang yang duduk di kursi utama meja makan. "Halaeboji tau aku punya banyak musuh 'kan? Serapih apapun aku menyimpan rahasia jika Haneul sedang mengandung dari publik lama kelamaan akan terbongkar juga seriring perutnya membesar. Selain itu aku juga ingin dia fokus menjaga kandunganya."
KAMU SEDANG MEMBACA
ARBORETUM !
FanfictionJimin berfikir di hidupnya tidak akan pernah ada kata BAHAGIA. Namun ketika Kim Haneul datang, wanita itu membawa bahagia tapi sekaligus membuat Jimin harus merasakan luka yang lebih menyakitkan. Perebutan sengketa Arboretum membuat Jimin harus bany...