ARBO-43

447 66 21
                                    

Maaf ya aku update dua minggu sekali. Soalnya PKL di rs itu Behh...... Luar biasa 😊 kalian jaga kesehatan ya semuanya 🤗🌷😍

Mohon selalu vote dan komen ya 🤗💚

Mohon selalu vote dan komen ya 🤗💚

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

____

"Sudah 10 menit lebih Tuan tidak keluar. Saya pikir dia berhenti tapi. Tapi saya punya firasat buruk Nyonya..."

Seketika Jungkuk berteriak. "Noona!!!! Hyung!!!!"

Detik itu juga Haneul berlari, tanpa menghiraukan kandungannya ia berlari menuju ruang kerja Jimin.

Panggilan Jungkook berakhir dengan perlahan menghilangnya presentasi Haneul darinya. Wanita itu berlari, sama sekali tidak memikirkan nyawa rentan yang ada di dalam kandungannya. Peluh mengalir, air mata pun tumpah tatkala sepasang netra itu menemukan Jimin tersungkur di samping meja kerja. Perlahan pria itu menopang tubuh untuk bangkit. Wajahnya pucat, layaknya manusia yang telah tersedot habis darahnya. Pandangan Jimin fokus dengan halusinasi di pikirannya yang terkunci sangat kuat.

Langkah kaki Haneul terhenti sekitar tiga meter di hadapan suaminya. Dia tidak percaya benda apa yang berada di genggaman tangan kiri Jimin. Sebuah Cutter tajam dengan mata pisau sepanjang tujuh sentimeter siap menggores pergelangan tangan lain milik pria itu. Kelima jari Jimin mencengkram begitu kuat. Sekali gores saja nadi Jimin akan terputus, memancarkan darah dari pembulu arteri dan segera mengucapkan selamat tinggal kepada Gwan Jimin.

"Jim...." lirih Haneul dengan tatapan putus asa. Sepasang manik mata Jimin yang sendu menatap seorang wanita di hadapannya. Peluh dingin terus meluncur bebas bak hilang kendali, bahkan ada beberapa yang sudah menetes di lantai.

"Tolong aku..." 

Jimin kembali tersentak kala halusinasi audio itu kembali datang. Jimin membuang pandangan dan memejamkan mata, merasakan sakit yang begitu kuat seakan-akan suara itu telah menghimpit kepalanya. 

"Semua salahmu Jim. Semua ini karenamu." 

"Aku mati karena mu, kau tidak seharusnya dilahirkan."

"Kau hanya membawa orang-orang terdekatmu kedalam bahaya."

Kalimat-kalimat itu terus terngiang, seklebat bayangan ibunya datang bersama trauma masa kecilnya justru membuat pikiran pira itu menjadi kacau. Rasa bersalah itu semakin mencekik lehernya.  "Akkkkk....."

Cutter itu kian mendekat, siap menggores kulit sebagai pintu mengalirnya darah segar kala Jimin semakin kehilangan kesadarannya. 

"Jangan....." Haneul berteriak lantas Jimin memandangnya lagi. "Jangan Jim. Letakan benda itu." 

Meskipun samar-samar, Haneul tetap berusaha mengikis jarak diantara mereka. Debar jantungnya kelonjakan. Takut, waspada juga frustasi dalam satu waktu. Haneul tidak handal dalam menangani pasien dengan gangguan mental, ditambah dengan kekacauan seperti ini, apa lagi mengingat pasien ini adalah suaminya sendiri.

ARBORETUM !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang