ARBO-07

664 81 7
                                    

HALO CHIMMIM 💜
Selamat membaca 💜

.
.

KIM HANEUL

Aku tengah duduk di salah satu halte bus yang ada di sekitar AMC. Bibirku dari tadi tidak berhenti tersenyum saat melihat jam diponselku yang tiap menitnya berubah angka. Aku juga beberapa kali bercermin memperhatikan riasan wajah dan tatanan rambutku apakah sudah cantik dan rapi? Ku fikir polesan warna pastel dibibir ku ini tidak terlalu mencolok, bahkan saat aku melihat pantulan bayangan bibirku di cermin aku kembali tersenyum karena tiba-tiba memikirkannya.

Ya. Aku sedang menunggu Jimin untuk menjemputku. Sudah sekitar tiga minggu dia keluar dari rumah sakit, dan ini pertama kalinya kita akan bertemu kembali. Jadwal ku yang sangat padat juga pekerjaan Jimin yang begitu menumpuk membuat kita sulit mengatur waktu untuk bertemu. Terlebih lagi saat lebih dari sepuluh hari Jimin dirawat di rumah sakit, itu membuatnya menjadi sangat sibuk. Biasanya kami hanya membalas pesan satu sama lain. Terkadang saat aku tidak ada jadwal kerja dan Jimin juga cukup longgar kami akan melakukan video call.

Lima menit aku menunggu sebuah mobil Maybach Exelero berhenti tepat didepan ku. Kaca hitam itu terbuka menampakan seorang pria berkacamata tengah tersenyum, menunjukan ujung giginya yang sedikit tidak rata. "Apa aku harus membukakan pintu untuk mu nona Kim?" tanyanya dari dalam sana, tangan Jimin masih memegang stir mobil yang mahal itu. Aku sepontan mengangguk sebagai jawaban 'Iya'. Jimin tersenyum sambil memanglingkan wajahnya, kemudian membuka pintu yang berada di samping kirinya itu untuk turun dari mobil.

"Manja sekali" ucapnya saat membukakan pintu untuku. Aku merinding. Pasalnya Jimin tidak membuka pintu mobil ini dengan cara yang wajar. Jimin membukanya dari belakang, dari belakangku. Dada bidangnya yang menempel di punggungku saja sudah membuat gugup apalagi saat dia membisikan dua kata tadi didekat telingaku yang tidak tertutup helaian rambut.

"Kau tidak ingin masuk?" Pertanyaan itu membuyarkan lamunanku, sialan.

Aku protes, "Yakkk, apa kamu harus membukanya dengan cara seperti itu?" Jimin hanya tersenyum lalu meninggalkanku menuju kursi pengemudi.

Mobil melaju meninggalkan area rumah sakit. Kami fokus kearah depan, melihat jalanan kota Seoul yang mulai dihiasi lampu-lampu penerangan. Sore ini cuacanya cukup cerah, tidak ada tanda-tanda akan turun hujan jadi atsmosfer saat ini sangat mendukung mood yang baik. Kami tidak banya bicara karena aku juga tidak ingin menganggu kosentrasi Jimin saat mengemudi, namun sesekali aku menatap Jimin yang tengah fokus menyetir. Aku sempat berfikir 'Apakah aku menikah dengan Jimin saja agar Appa tidak menjodohkaku dengan pria yang dia maksud?' Aku terus memikirkahn hal-hal seperti itu akhir-akhir ini.

Aku bahkan rasanya muak berada dirumah sejak kepulangan kedua orang tuaku. Appa dan Eomma terus memaksa ku agar segera menikah, bahkan sekeras apapun aku menolak masih keras kepala ayahku. Tahyun sempaat mengajakku pergi ke taman hiburan namun aku menolaknya. Aku tau, Oppaku itu sangat menghawatirkan keadaan adiknya ini. Aku jarang sekali ikut bergabung dengan mereka saat makan malam atau pun sarapan, Tahyun lah yang mengantarkan makan malam ku kekamar, dia selalu mengingatkan untuk tetap sarapan saat aku berangkat bekerja dalam keadaan perut kosong. Bukanya aku membenci orang tua ku, namu aku tidak suka cara mereka yang selalu memaksa. Lagi pula aku juga tidak menurut kepada mereka sejak menginjak usia remaja, aku lebih menurut kepada Tahyun.

Tempat kami berhenti bukanlah tempat yang sudah kami rencanakan semalam. Jimin berjanji akan menuruti semua permintaanku, termasuk pergi ke taman hiburan. Ini alasan kenapa saat Tahyun mengajakku aku tidak mau, karena aku ingin menaiki beberapa wahana di Lote World bersama Jimin. Tapi ini bukanlah tempat hiburan, aku melihat sekeliling bahkan hanya ada beberapa bangunan saja. Suasananya sangat sepi dan dingin. Aku mengekor dibelakang Jimin yang sedang memegang sebuah karangan bunga yang dia beli sebelum kami sampai ditempat ini. Ku kira Jimin akan membelikan bunga ini untuk ku, ternyata tidak. Ah aku terlalu berharap rupanya.

ARBORETUM !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang