Bestieeee. Aku update lagi nich. Hmmmm siapa ya yang masih bangun? Nungguin bangetkan ya hemmmm.
Selamat membaca ya. Jangan lupa di ramaikan sayang :)
Selesai bertemu dengan Sukjin, Haneul menyusuri koridor dengan fokus yang entah kemana. Antara tak habis pikir dan terpukul untuk kesekian kalinya. Tanganya terus mengusap perut buncit itu, merasakan satu-satunya kekuatan yang ia miliki saat ini. Langkah kakinya lamban, tatapan mata Haneul juga kosong hingga ada beberapa orang yang menyapanya bak tak terlihat. Haneul mencekram tasnya kuat-kuat, terlihat putus asa dan marah. Fakta buruk apa lagi yang akan menghancurkan hidupnya sekarang?
Haneul berhenti di depan pintu kamar Jimin lalu tiba-tiba matanya memanas. Tangan wanita itu bergetar, napasnya mendadak sesak. Haruskah sesakit ini kehidupan mereka? Haruskah saling memendam rasa sakit untuk melindungi satu sama lain?
Saat wanita itu menunduk, ubin yang ia injak mendadak basah sebab tetesan air matanya meluncur begitu saja. Haneul terlalu sangsi untuk bertemu Jimin. Maka wanita itu mengurungkan niat untuk meminta penjelasan dari Jimin. Pun jika ditanya Jimin tidak akan menyadari apa saja yang telah ia makan sampai membuat hatinya dalam keadaan buruk.
Haneul memutuskan kembali kerumah untuk mengumpulkan beberapa sampel obat, suplemen, maupun bahan makanan yang selama ini Jimin konsumsi. Mengingat penyakit Jimin Kronik, Haneul berfokus pada hal-hal yang suaminya konsumsi dalam jangka panjang atau bahkan beberapa hal yang sekarang sudah tidak pira itu makan.
"Nyonya, apa ini juga perlu?"
Haneul menoleh pada Lee Ajumma datang membawa beberapa botol wine Jimin dan kopi dari keluarga Soyaa yang sudah hampir kosong. Haneul lekas mengambil kaleng kopi tersebut. "Ya tolong Wine'nya beberapa tetes saja. Ah ya jangan lupa selalu beri label dari kemasan yang mana."
Lee Ajumma mengangguk.
"Ajumma, kenapa kaleng kopi ini masih ada? Bukannya sudah habis dari beberapa bulan yang lalu?"
"Benar Nyonya, tapi Nyonya pernah bilang jika saya menemukan kopi dengan kemasan tersebut saat berbelanja harus membelinya karena itu kopi kesukaan Tuan. Namun sampai sekarang saya belum pernah melihatnya jadi saya masih menyimpan itu siapa tau suatu saat ada di supermarket."
Beberapa saat iris haneul menatap kaleng itu membukanya tidak mengelak sama sekali. Tiba-tiba pikiran negatif muncul, dan dengan cepat wanita itu membuangnya jauh-jauh.
"Kopi ini masih sedikit tolong juga ya." Meski ragu, Haneul tetap berharap dari banyaknya sampel yang ia kumpulkan ada sesuatu yang menjadi kunci dari semua pertanyaanya.
Tak ada waktu untuk beristirahat. Setelah selesai, Haneul bergegas untuk menemui seseorang yang mungkin bisa membantunya. tidak pernah terpikirkan jika Haneul akan menggunakan kartu nama seseorang yang pernah ia dapatkan setelah melakukan operasi darurat. Namun hari ini tiba-tiba ingatan Haneul akan sekelompok pria berbadan kekar yang berisik di IGD dulu kembali. Dia ingat jika suatu saat jika membutuhkan bantuan makan mereka dengan senang hati akan membantu. Maka dari itulah Haneul membuat janji dengan mereka.
Wanita itu jelas tau resikonya. Jika Jimin melihat ia berhubungan dengan sekelompok pria berbahaya sudah pasti masalah baru akan timbul. Hiperbolanya, Jimin tak mengijinkan jarum pun melukai Haneul. Pria itu sudah pasti akan menolak meskipun Haneul menjelaskan alasannya. Namun Haneul tak harus menuruti segala yang Jimin katakan. Haneul sadar, ia tetap harus mengambil resiko sekalipun setengah mati Jimin melindunginya. Satu hal yang Haneul benci, Jimin benar-benar mempertaruhkan hidup pria itu untuknya.
"Em..Copy'an film. Ya hahaha kita akan menonton film bersama," Haneul mendengar Jimin terkekeh kikuk di sebrang sana kemudian pria itu melanjutkan bicaranya."Oke sayang selamat bersenang-senang dengan Eomaa. Salam untuk ibumu ya. Haha Bye, Have fun. Love You,' dan detik itu juga Jimin mematikan panggilannya secara sepihak.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARBORETUM !
FanfictionJimin berfikir di hidupnya tidak akan pernah ada kata BAHAGIA. Namun ketika Kim Haneul datang, wanita itu membawa bahagia tapi sekaligus membuat Jimin harus merasakan luka yang lebih menyakitkan. Perebutan sengketa Arboretum membuat Jimin harus bany...