Karya: Saathiya0210
Akhir-akhir ini hidupku benar-benar kacau, penelitian belum kelar-kelar, skripsi belum rampung, dan aku masih sibuk rebahan. Kata teman-temanku aku terlalu santai. Tapi mereka enggak tahu bahwa dibalik rebahannya aku ada hal yang sedang aku perjuangkan (cie yang lagi berjuang).
Ya, aku memang jarang terlihat di kampus akhir-akhir ini, tapi bukan berarti aku enggak ke kampus. Aku pergi kok cuman jarang terlihat di jurusan karena dosen pembimbingku sudah dipindah alihkan ke rektorat. Secara otomatis aku akan selalu ke sana untuk bimbingan.
Setelah melalui hibernasi beberapa minggu karena maaghku kambuh, akhirnya aku memutuskan ke kampus. Begitu kakiku meninginjak lantai jurusan, aku dibrondong dengan banyak pertanyaan dari teman-temanku.
"Aku tahu kalian kangen sama aku tapi tolong deh nanyanya satu-satu napa," kesalku pada mereka.
"Ya elah. Cucunya dakjal memang enggak tahu diri bangat sih," geram Nani teman akrabku.
"Kalau aku cucunya dakjal berarti kamu buyutnya."
"Astaga, mulutmu itu."
"Sudah-sudah, Babang Dilannya udah ada?" tanyaku.
"Lagi ngajar, ba'ada dzuhur nanti baru bisa melayani bimbingan."
"Ya udah, wifian dulu."
Oh, iya. Dilan adalah panggilan khusus dari kami untuk dosen pembimbing satu. Kalian tahu! Kenapa panggilan itu bersemat padanya, karena dibalik sikap kilernya yang minta ampun. Beliau adalah dosen yang paling romantis sejagad jurusan pendidikan matematika. Bagaimana tidak, sesibuk-sibuknya beliau, tapi keluarga adalah prioritas utama. Bayangkan nih, lagi jam bimbingan dan kita ngantrenya udah kek kendaraan macet di Jakarta, namun begitu ada panggilan dari istrinya maka semua aktifitas akan terjeda.
Pernah suatu hari kita lagi bimbingan tiba-tiba .... "Abi, udah jam makan siang nih. Makan dulu ya."
Suara lembut yang terdengar sedikit cempreng itu berhasil membuat helaan napas panjang dari para mahasiswa. Karena beberapa detik berikutnya kalimat ini akan muncul.
"Ba'da dzuhur kita lanjut lagi."
Masih mending selesai dzuhur bagaimana kalau kalimatnya berubah jadi "Kita lanjut ya pekan depan." Rasanya itu udah diangkat setinggi langit kemudian dijatuhkan ke dasar jurang. Akan tetapi di balik semua itu beliau sangat ramah dan baik hati. Itu sih menurutku, belum tentu sama dengan yang lain.
~**~
Setelah ba'ada dzuhur kami mulai mengatur barisan depan ruangan dosen. Tak lama Babang Dilan muncul dan mempersilahkan kami masuk, masing-masing mahasiswa mulai menempati kursi serta sofa yang telah di sediakan. Hingga tiba giliranku untuk bimbingan.
"Kamu angkatan Dua Ribu Empat Belas, ya?"
"Iya, Pak."
"Setelah penelitian nanti bawa hasil kerja siswa ke saya, biar nanti saya tentukan siapa yang harus kamu wawancarai."
"Baik, Pak. Oh, iya. Pak ini di bab dua ada sedikit kesalahan pada indikatornya. Jadi bagaimana?"
"Saya lihat dulu."
Setelah mengucapkan kalimat itu aku mulai was-was begitu balpointnya menari indah disetiap halaman skripsiku, entah kenapa kepalaku tiba-tiba sakit. Tak lama beliau mengambil laptop dan mencari sesuatu di sana.
"Saya sudah kirim salah satu jurnal di WA kamu, nanti dilihat. Ada contoh soal untuk penelitian juga, kalau bisa kamu pakai itu aja."
"Baik, Pak."