Belajar Daring

12 2 15
                                    


Belajar Daring

Karya: Nuryati

Aku sedikit memijat kepalaku yang terasa pening setelah melihat notifikasi pesan dari grup chat sekolah anakku, karena mulai esok dan dua minggu kedepan pembelajaran akan dilakukan secara daring. La-gi. Namun, ada yang berbeda dari belajar daring kali ini. Kegiatan para siswa dari bangun tidur, gosok gigi, mandi, sampai sarapan yang waktu daring sebelumnya harus selalu difotokan. Untungnya belajar daring kali ini hanya membaca dan menulis yang perlu difotokan. Sedikit mengurangi beban emosi saat mengajari anak belajar, karena terkadang anak tidak mau difoto saat melakukan hal-hal tersebut.

Setelah membaca grup chat dari sekolah, aku membuka grup chat Ibu-ibu Rempong yang sedari tadi rame. Ternyata mereka sedang membicarakan belajar daring.

Aku lihat banyak Ibu-ibu yang mengeluh, karena jujur saja belajar secara daring itu cukup menguras emosi orang tua terutama Emak-emak kaya aku gini. Emosi yang mungkin bisa menyebabkan tensi darah naik, karena setiap hari uring-uringan tidak sabar mengajarkan anak usia empat atau lima tahun belajar membaca, menulis dan mewarnai.

Saat langit masih terlihat gelap, kegiatanku sebagi ibu rumah tangga dimulai. Mencuci baju, mencuci peralatan makan yang kotor, menyapu, menyiapkan sarapan dan sekarang harus menyiapkan anakku, Ardi untuk memulai belajar daring. Untuk beres-beres rumah yang lainnya kulakukan nanti setelah tugas sekolah Ardi selesai.

"De, ayo bangun." Sekitar pukul setengah tujuh aku membangunkan Ardi. Aku usap lembut kepala Ardi yang masih terlelap tidur.

Ardi memang tidak bisa bangun pagi. Walaupun sudah aku biasakan, tapi tetap saja ia akan bangun siang. Mungkin karena pengaruh tidur malamnya yang suka tidur pukul sembilan atau sepuluh malam. Padahal dia sudah tidak tidur siang, tapi tetap saja malamnya susah tidur.

"Ayo, bangun, sekolah," ucapku lagi. Kali ini aku sedikit mencium-cium pipinya. Ardi terlihat menggeliat, membuka matanya lalu menatapku.

"Sekolah? Mah, masih mau tidur. Ngantuk," ujarnya sambil kembali memejamkan mata.

"Kamu harus sekolah," ucapku lagi. Walaupun belajar dirumah, tapi aku mau tugas Ardi selesai sebelum jam delapan atau jam sembilan agar dia mendapat bintang lima dari guru.

"Yuk, bangun. Mandi dulu," ajakku sekarang. Ardi terlihat membuka matanya lagi.

"Mah, tidurnya segini lagi." Ardi mengacungkan tiga jari mungilnya kepadaku. Pertanda ia ingin tidur lebih lama lagi.

"Gak bisa. Cepet kamu bangun. Mamah mau siapin air dulu buat mandi." Ardi terlihat mengangguk dan aku pergi ke kamar mandi untuk menyiapkan air.

"De, ayo mandi!!" Teriakku dari dapur, tapi tidak ada suara dari Ardi.

Akupun bergegas kembali ke kamar untuk melihat Ardi dan ternyata Ardi kembali terlelap tidur.

"Ya, Allah. Ardi, kok malah tidur lagi. Ayo sekolah," kataku gemas sambil mencubit pelan pipi Ardi beberapa kali. Membuat dia merasa terganggu dan akhirnya membuka mata lalu merubah posisinya menjadi duduk.

"Gak mau sekolah, ya, mah. Plis, sekali ini aja." Pintanya sambil mengacungkan jari telunjuk. Namun, tidak aku hiarukan permintaannya itu.

"Ayo mandi," ajakku. Kini Ardi turun dari kasur.

"Gak mau mandi," rengeknya sembari memegangi baju yang mau kulepaskan.

"Mandi biar seger," paksaku.

"Gak mau. Huwa ...." Kini Ardi malah menangis membuat kesal saja dan akhirnya aku mengalah karena kalau sudah seperti ini Ardi akan rewel, akan sulit diajak mengerjakan tugas.

SOLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang