Sepupu Terbaikku
Karya : Nit_nit AGC ( Yunita )Awan gelap menyelimuti langit sore. Gemuruh petir menggema di udara, langit sedang menumpahkan airnya ke bumi. Semilir angin menyusup kedalam pakaian, memberikan sensasi yang begitu dingin di tubuhku. Hujan semakin deras, tetapi tidak ada satu pun kendaraan yang lewat sore ini. Aku seperti orang yang linglung.
"Dimana ini?" batinku. Aku duduk di sebuah halte bus, yang aku sendiri tidak tahu dimana itu.
Gemuruh petir semakin lantang menggema, diiringi kilat yang tampak nyata di hadapanku.
Tubuhku semakin gemetar karena dingin dan takut. Aku menangis di tengah deras hujan. "Aku takut! Aku ingin pulang!" lirihku sambil memejamkan mata.
Cukup lama aku menangis, hingga aku merasakan ada sesuatu yang hangat menyelimuti tubuh ini. Aku membuka mata perlahan dan memutar kepala ke belakang. Seseorang tengah tersenyum hangat padaku. Sebuah jaket tebal sudah menyelimuti tubuh ini, tangan itu memelukku erat. Hangat, nyaman, itulah yang aku rasakan.
"Jangan takut! Aku disini untuk menjagamu," bisik nya.
Hatiku di penuhi oleh kebahagiaan. Jika ada yang melihat, mungkin di sekitarku sudah banyak bunga-bunga beterbangan.
Tetapi ... tunggu! siapa lelaki itu? aku mencoba memutar kepalaku ingin melihat siapakah sosok yang sedang memelukku. Saat aku melihatnya tadi, penglihatanku masih kabur karena air mata yang masih berlinang.Tiba-tiba tubuhku berguncang, semakin lama guncangan itu semakin hebat.
BRUGH
Tubuhku terjatuh seiring dengan sebuah teriakan yang menggema.
"CUMI ... Bangun woi!" Teriakan itu tepat di samping telingaku.
"Gila! Kamu. Gak bisa apa bangunin aku pakai cara yang santun gitu!" omel ku pada gadis yang tengah berdiri di hadapanku. Dia masih bisa tersenyum padaku dengan muka tidak berdosa. Aku mengusap-usap kening yang terasa sakit karena membentur lantai. Untung saja lantainya terbuat dari papan, bukan keramik.
"Ya, habisnya kamu di bangunin pelan-pelan gak mau bangun juga," elaknya sambil duduk di atas tempat tidurku. Tempat tidur kami tepatnya, karena kami memang satu kamar.
"Berenang yuk! Air udah pasang tuh," ajaknya.
"Malas!" jawabku sambil kembali naik ke tempat tidur. Niat hati ingin melanjutkan kembali mimpiku tadi yang sempat tertunda. Namun, ku urungkan, karena lagi-lagi dia berteriak tepat di telingaku.
Dia adalah sepupuku, Putri. Tetapi aku biasa memanggilnya dengan sebutan "Cumi", begitu pun dia sebaliknya memanggilku. Berawal dari sebuah iklan kartu perdana saat itu. Cumi (Cuma Miscall). Entah kenapa kami suka saja dengan panggilan itu yang melekat hingga kini.
Usiaku dan dia hanya terpaut 8 bulan saja. Kami tinggal bersama Nenek. Kedua orang tua kami bekerja di kota, sedangkan kami tinggal di sebuah pulau kecil di kota Batam.
Rata-rata rumah di sini berdiri di atas laut dengan bangunan yang terbuat dari papan. Hanya ada sebuah Surau dan Kantor Pos Siskamling yang berdiri kokoh di darat dan bangunannya terbuat dari bata dan semen. Untuk transportasi kami biasa menggunakan Boat Pancung.
Transportasi laut yang bermaterial fiber, dengan mesin penggerak berbahan bakar minyak (BBM) jenis bensin. Transportasi itu dapat melaju dengan kecepatan 40km/jam.Untuk ke pulau sebelah. Hanya butuh waktu 5 menit saja. Tidak ada motor di pulau kami, karena pulau ini pulau kecil. Hanya ada sepeda untuk anak anak bermain di lapangan. Namun, di pulau sebelah tempat kami menuntut ilmu, di sana biasanya warga sekitar menggunakan sepeda motor dan becak sebagai alat transportasi darat. Hanya ada dua mobil di sana. Satu mobil pengangkut sampah dan satu lagi mobil ambulans. Ya, karena di sana terdapat Puskesmas.