Jangan Terlalu Kepo
Oleh: Khairotin Najmah
Sejak adanya pandemi Covid 19, dan diberlakukannya PSBB di seluruh dunia, roda kehidupan seolah-olah berubah seratus delapan puluh derajat. Seluruh kegiatan di luar rumah dibatasi, termasuk pembelajaran.
Pemberlakuan pembelajaran jarak jauh atau yang lebih dikenal dengan pembelajaran daring alias _online,_ membuat gadis cantik yang sedang berdiri di dekat jendela rumahnya itu mempunyai rutinitas baru di pagi hari. Sudah biasa dia berdiri di sana sebelum pembelajaran daringnya dimulai, sekadar menikmati pemandangan luar rumah seraya melamunkan apa pun yang terlintas di otaknya. Atau kalau tidak melamun, dia sibuk menggulir layar ponsel melihat unggahan-unggahan di sosial media. Bahkan, tidak jarang pula dia yang mengunggah _caption-caption_ gabut yang selalu membuat Reyhan—kakaknya—emosi.
Gadis itu menumpu dagu dengan kedua tangan. Tatapannya masih berfokus pada pemandangan luar rumah. "Coba aja Bapak punya uang banyak, bisa beli mobil, terus jalan-jalan, deh," keluh gadis itu. "Punya Abang satu, nyebelinnya minta ampun. Untung ganteng. Eh, tapi masih gantengan kakaknya Nayla, sih.
Pemuda yang sejak tadi mengamati gadis itu bersedekap. Meskipun kekesalan mulai berkobar dalam dada, dia mencoba bersabar karena masih ingin tahu lebih lanjut tentang apa saja yang akan dikeluhkan olehnya.
"Punya motor satu, suka konslet. Enggak bisa diandalkan banget."
Atensi gadis itu teralihkan oleh dering notifikasi pesan di ponsel kentangnya. Sebenarnya, tidak kentang-kentang banget, sih. Ponsel gadis itu bermerek Xiomi, tepatnya Redmi5A. Berbeda dengan ponsel sang kakak yang hanya bermerek Samsung Duos.
Wajah gadis itu berseri-seri saat melihat _update story_ artis idolanya, Angga Yunanda.
Sejak film "Kisah Untuk Geri" rilis beberapa bulan yang lalu, dia sepertinya terpapar _celibrity worship syndrom_. Meskipun tidak begitu parah. Mulai dari mengoleksi gambar-gambar Angga kemudian ditempel di dinding kamarnya, mengoleksi film itu di ponsel, dan mendengkus kesal kala sang kakak yang merasa tersaingi protes.
"Yang Abang kamu siapa, Nadia?" tanya Reyhan saat pertama kali melihat koleksi foto Angga di dinding kamar adiknya. Pemuda itu jelas memasang wajah merajuk. Nadia yang sibuk menempel foto-foto yang baru saja dicetak itu, lantas menoleh.
"Apaan sih, Bang. Kenapa pertanyaannya begitu?"
"Secara gitu. Abang yang kakak kandung kamu enggak senorak itu dipajangnya. Lah, ini? Orang yang jelas-jelas enggak ada hubungan saka kamu, sampai penuh gini."
Awalnya, Nadia bebal. Dia tidak mengikuti kata-kata Reyhan agar mencopot foto-foto itu. Lalu, Pak Man yang turun tangan dan dengan cekatan, mencabut foto-foto itu kemudian membuangnya ke sembarang arah, seraya mengomel, "Gimana rumahnya mau dimasuki rezeki, orang yang dibeli barang-barang tidak berguna begini! Sebuah rumah itu kalau banyak gambar-gambar enggak bergunanya, makin susah dimasuki malaikat pembawa rezeki."
"Wah, Angga makin _glowing_ aja. Cocok banget sama Syifa. Ganteng sama cantik."
Nadia terus menggulir gambar postingan di laman Instagram-nya. Sesekali bibirnya membulat hingga membentuk huruf O, berteriak-teriak heboh sendiri, bahkan membandingkan apa yang dia lihat dengan dirinya. Jemarinya berhenti menggulir layar saat bertemu dengan postingan teman SMP-nya, yang masih terhitung tetangganya.
"Wah, si Hana udah ganti sepeda baru." Gadis itu menyorot dengan antusias gambar-gambar yang diunggah oleh temannya itu. "Mana makin cantik. Enak banget, ya, jadi anak orang kaya. Apa-apa bisa dibeli."
"Ini juga si Rara, udah ganti HP baru aja. Lah, aku? Mulai dari jaman SMP sampai mau lulus SMA, tetap itu-itu aja."
Pemuda yang sejak tadi berdiri di belakang gadis itu pun beranjak. Dia sudah sangat kesal terhadap tingkah adiknya yang satu ini. Begitu tiba di sisi adiknya, dia merebut paksa ponsel itu.