Hari belum beranjak siang. Namun, matahari telah menunjukkan pancaran sinar saktinya.
Hasan, seorang pramuniaga brand pakaian muslim di salah satu pusat perbelanjaan di Kota ini tengah bersiap. Hari ini dia mendapat tugas untuk menjaga stand bazar baju Ramadan. Sudah menjadi rutinitas setiap Ramadan tiba toko tersebut mengadakan event bazar.
Panasnya cuaca hari ini, dan juga dalam keadaan berpuasa tidak menyurutkan semangat Hasan. Dengan giat dia terus merapikan baju-baju gamis yang akan dipajang dan nantinya dipilih customer pelanggan.
Karyawan yang bertugas untuk berjaga di stand bazar tidak hanya Hasan seorang. Ada dua orang karyawan lainnya.
"Bang ini berapa?" tanya seorang Ibu dengan menunjuk sebuah baju gamis berwarna merah maroon dengan hiasan berukat di seluruh bagian depannya. Menonjolkan kesan resmi namun juga elegan.
"Oh itu, 180 ribu aja Bu," jawab Hasan kepada Ibu tersebut.
"Enggak bisa kurang, Bang?" tanyanya lagi.
"He He, belum bisa Bu. Udah harga pas, bahan gamisnya premium, kalo dicuci pun bahannya enggak akan melar ataupun mengkerut," jelas Hasan.
"Lah, ini bahannya biasa aja. Kalo beli online pun pasti bahannya sama," ujar Ibu tersebut sambil mencebik.
"Beda Bu, ini nanti kalo Ibu pake bahannya adem. Beda sama online yang kadang-kadang bahannya panas," Hasan mencoba menjelaskan.
"Halah, palingan sama aja." ibunya mulai meninggikan suaranya.
"Ya, kalo Ibu mau bandingkan silakan, Bu. Harga enggak akan mengubah kualitas," ujar Hasan masih berusaha tetap seramah mungkin.
"Huhh, kamu tuh tahu apa tentang kualitas. Yang penting bajunya bisa dipake," ucap Ibu itu judes.
Hasan pun hanya bisa diam. Sementara Ibu tadi masih asyik memilih baju-baju gamis yang ada di pajangan.
Sudah ada lima baju gamis yang disampirkan di lengannya. Entah gamis model apa yang sedang beliau cari.
Dengan langkah angkuhnya Ibu itu berjalan menuju ruang pass, dan masih diikuti Hasan.
"Heh, aku tuh mau cobain ini baju. Masa mau kamu ikutin terus." sebelum memasuki ruang pass, tiba-tiba si Ibu berbalik dan berkata dengan mata melotot.
"I-iya, Bu. Silakan," jawab Hasan dengan gugup karena merasa terkejut dengan tindakan tiba-tiba dari si Ibu.
"Emangnya aku maling apa, sampe diikutin terus," Ibu itu terus mengoceh sampai memasuki kamar pass.
Hasan hanya mampu menghela napas mendengar ocehan si Ibu.
Tiga puluh menit berselang, Ibu tersebut keluar dari kamar pass. Setengah jam beliau mencoba lima baju gamis yang telah dipilih tadi. Entah dicoba seperti bagaimana hingga menghabiskan waktu selama itu.
"Duh, ini enggak ada yang cocok sama sekali denganku," keluh Ibu tersebut ketika telah berada di depan Hasan.
"Nih, bajunya. Enggak apakan kalo enggak di rapikan, itu udah tugas kamu juga," ucap Ibunya dengan tanpa rasa bersalah. Setelah itu menumpukan lima baju gamis tadi pada tangan Hasan.
"Iya, Bu," jawab Hasan tanpa mau membantah.
Karena perlu kesabaran ekstra untuk menghadapi customer seperti Ibu itu.
"Enggak ada yang diskon apa? Gamis kayak gini kok mahal-mahal," ujar Ibunya sambil terus memilih-milih pakaian lainnya.
"Semua yang dipajang di stand bazar ini sudah diskon, Bu," ucap Hasan memberi info kepada si Ibu.