Hidup Di Negeri Orang

21 3 13
                                    


Dian namaku, lahir di Kediri tanggal 14 Maret 1986. Dari kecil aku mempunyai hobi membaca dan waktu SMP, aku setiap hari pergi ke perpustakaan untuk membaca aneka buku. Bahkan mungkin semua buku-buku yang ada di sana sudah pernah aku baca. Berbeda saat aku masuk SMA, aku lebih suka membaca novel romantis dan terkadang sering menulis di buku.

Sampai teman-teman sekolahku yang tahu, mereka membaca bergantian sampai buku milikku sudah tidak karuan bentuknya karena berpindah dari tangan teman 1 kelas.

Hingga sekarang, aku menemukan platform online dan mencoba untuk menulis novel dengan genre romance. Karena aku orangnya dari dulu suka menghalu dengan hal-hal yang romantis, dan bisa menemukan sebuah tempat untuk menyalurkan hobi yang sudah lama terpendam. Dan dari sana, banyak yang membaca novel genre romance yang aku tulis dan aku pun bisa mendapatkan penghasilan dari sana.

Dan alhamdulilah, novel pertama aku dilirik penerbit dan bisa dicetak. Sebuah pencapaian yang sangat luar biasa dan aku sangat bersyukur bisa sampai di titik ini. Namun, aku masih ingin terus belajar agar bisa membuat tulisan yang lebih baik dan berkualitas dengan bergabung di grup-grup kepenulisan untuk menimba ilmu. Sekian dan terima kasih.

Cerpen SOL ...

Hidup di Negeri Orang.

Hari ini adalah sebuah awal baru dalam kehidupanku, karena saat ini aku menginjakkan kaki di negeri orang untuk mencari rezeki dengan tujuan mengubah nasib karena orang tuaku mempunyai banyak hutang hingga sampai menjual rumah kami satu-satunya. Sehingga sebagai anak yang berbakti kepada orang tua, aku harus bisa membantu orang yang sangat berjasa untukku dengan membayar hutang-hutang mereka.

Dengan hanya bermodalkan nekad dan tekad yang kuat, aku terpaksa harus pergi merantau ke Malaysia untuk menjadi Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di sebuah pabrik AC. Kalau di sini namanya adalah kilang Kobelco Material Copper Tube alias biasa disingkat KMCT yang merupakan komponen penting utama dalam membuat mesin pendingin ruangan.

Sebelumnya, perkenalkan namaku adalah Dian Aziziah. Umurku baru 18 tahun, dan kata orang-orang, wajahku manis seperti orang India. Mungkin itu disebabkan kulitku yang sawo matang, tidak seputih semua teman-temanku. Karena memang keluargaku mempunyai gen kulit gelap yang kata orang bule sangat eksotis. Bahkan aku sering dihina oleh beberapa orang yang tidak menyukaiku, yaitu perempuan berkulit gelap.

Mempunyai rambut ikal dan tubuhku yang gemuk karena berat badanku kini 60 kg dengan tinggi badan sekitar 160 cm. Karena aku tidak pernah memikirkan penampilan, sehingga membuatku hingga sekarang tidak mempunyai pacar. Mungkin karena tidak menarik sama sekali, hingga tidak ada 1 cowok pun yang menyukaiku. Bisa dibilang, nasibku sangat tragis dalam hubungan percintaan, karena sampai umur segini, aku belum pernah merasakan yang namanya berpacaran.

Pertama kali tiba di sebuah mes atau yang sering disebut asrama, sungguh terasa asing bagiku. Ruangan yang cukup luas dengan 3 kamar, 1 kamar mandi, ruangan dapur dan ruang kosong yang cukup luas, serta ada balkon yang sering digunakan oleh para penghuni asrama untuk menjemur pakaian.

Aku adalah satu-satunya gadis Jawa yang berada di asrama itu, karena semuanya berasal dari Sulawesi, yang tepatnya adalah suku Bugis. Bahkan aku tidak mengerti apa arti dari perkataan mereka saat berbicara dengan bahasa daerah mereka.

Tatapan penuh ejekan terlihat dari mereka semua saat aku baru tiba di mes wanita. Karena bisa dibilang aku adalah satu-satunya gadis paling jelek dan juga gendut. Aku memilih untuk menggelar kasur lantai yang baru diberikan oleh agensiku. Tentu saja tidak mungkin mereka mengijinkan aku untuk tidur di dalam kamar dengan mereka yang beralasan kamar sudah penuh.

Ada 1 orang gadis cantik bernama Ani yang terlihat berbeda dan agak baik padaku karena selalu menyapaku meski hanya sekedar say halo. Itu semua karena dia tidak berani panjang lebar berbicara padaku, yang disebabkan dilarang oleh saudara-saudaranya yang 1 kamar dengannya bernama Fani dan Reni.

SOLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang