Menulis

6 1 5
                                    


Menulis

Karya: Asterinorth

Aku tidak pernah menyangka benar-benar terjun dalam dunia literasi. Di mana kalian tidak hanya menggunakan imajinasi, tetapi merangkai kata-kata hingga menjadi sebuah kalimat, paragraph dan yang terakhir cerita.

Suara keyboard menghiasi malam yang sunyi. Sudah beberapa kali aku mengetik lalu menghapus kata-kata yang ku rangkai tadi. Memijat pelipis karena penat tidak kunjung mendapat kata-kata yang pas.

"Bagaimana, aku mendiskripsikan si tokoh sedang melakukan ini," gumamku.

Menyerah dengan kemampuanku sendiri, membuka aplikasi chat di gawai. Aku pikir tidak ada yang salah dengan menanyakan sebuah solusi kepada teman-teman satu komunitas. Semoga saja aku dapat segera inspirasi.

"Kak, petir itu bunyinya apa? Petir bertabrakan kalo yang gede gitu?"

Aku merasa sedikit malu setelah mengirim pesan tersebut. Aku menepuk pipi sambil menatap layar gawai berharap pertanyaanku segera dijawab. Satu pesan masuk terlihat, jantungku sedikit beredebar-debar takut malah direspon aneh.

"Sejak kapan petir bisa tabrakan? Apa dia korban tabrak lari?"

Tentu saja setelah komentar itu, beberapa orang sedikit tertawa dan juga mengirim beberapa sticker untuk meramaikan suasan grup. Aku seperti biasa menggunakan sticker ayam piyik menangis sebagai tandai merajuk.

"Ah, jangan menggodaku Kak. Jadi, bikin suasana petir yang mengegar itu bagaimana?"

"Suara petir silih berganti, mungkin maksudmu."

Aku tersenyum setelah apa yang aku pikirkan dari tadi akhirnya menemukan jawaban pastinya. Aku segera mengucapkan terima kasih dan lanjut fokus menulis. Sejujurnya aku tidak terlalu yakin bisa menyelesaikan ini. Aku hanyalah seorang penulis baru dalam sebuah event yang isinya adalah orang-orang yang ku kagumi.

Aku menggelengkan kepala mengusir semua pikiran negative. Aku sekarang mulai bertanya-tanya. Kenapa memiliki sifat bagai anak abg labil begini.

Cerita yang kubuat sebenernya terlalu klise, tetapi cuman itu saja ide muncul di detik-detik terakhir. Oke, salahkan saja diriku yang terlalu menyukai sensasi dikejar deadline. Padahal rasanya sangat melelahkan seperti bertemu retenir yang menangih utang.

Sudah lebih dari satu jam berkutat dengan imajinasi dan merangkai kata-kata. Aku membaca ulang tiap kata yang ku tulis. Merubah beberapa kalimat yang rancu. Kelemahan keduaku adalah menulis kalimat bertele dan buang-buang kata. Lemah dalam majas dan deskripsi. Cuman keras kepala dan niat saja dengan bumbu nekat yang membuatku terus bertahan dalam dunia literasi.

***

Aku memang suka deadline, tetapi biasanya sudah memprediksi kemampuanku. Jadi, deadline versi milikku adalah satu inggu setelah pengumpulan naskah. Namun, manusia hanya bisa berencana Tuhan yang menentukan.

"Dibilangin jangan makan mie. Malah makan mie mulu," nasihat ibuku sambil mengkompres tubuhku yang panas. "Abis makan mie malah makan aneh-aneh. Apa itu masakan korea kichi, kichu, apalah itu!"

Aku hanya meringis sambil menahan rasa pusing di kepala. "Mie enak, Ma," ujarku pelan.

Ibuku hanya menatap dengan pandangan 'Katakan sekali lagi maka ada ceramah part III'. Aku tersenyum melihat pandangan menusuk yang penuh arti itu. "Iya aku bercanda," rajukku.

Keesokan harinya karena demam yang tidak kunjung turun dan nyeri perut makin terasa sakit. Maka diputuskan untuk berobat karena aku pun semakin lama jadi sedikit masuk mode manja. Setiap sakit pasti akan lebih manja. Jadi, lebih baik sembuh.

Dokter mengdiagnosa lambungku bermasalah ditambah dengan infeksi di hati. Sedikit shock karena bagaimana bisa sampai hatiku bermasalah juga. Kalau hati yang kosong memang sudah lama dirasa, sih. Abaikan hal itu, yang terpenting bagaimana bisa. Tentu saja, hal itu terjawab ketika mamaku bertanya.

"Apa penyebabnya, Dok?"

"Terinfeksi karena ada beberapa makanan yang kotor jadi menginfeksi. Jangan lupa banyak minum. Jangan begadang serta stress," kata Dokter.

Sakit membuatku tidak berdaya ditambah dengan deadline yang semakin berkurang. Tinggal empat hari lagi berakhir event yang sedang aku ikuti. Ada sedikit perasaan bersalah dan merasa menyesal.

Mau bagaimana lagi untuk melihat layar gawai saja tidak sanggup apa lagi buka laptop dan mengetik. Aku mencoba meningat-ingat sudah berapa kata yang ku tulis. Seingatku hanya sekitar 2000 saja masih kurang 5000 kata agar menjadi 7000.

Aku pasti tidak akan bisa, ingin menyerah. Akan tetapi, hati mengelak untuk menyerah. Masih ada hari. Aku pasti bisa.

Ternyata untuk sembuh total menghabiskan waktu sekitar tiga hari dan deadline hanya sehari lagi. Aku menggunakan kekuataan di mana saat di ujung waktu pasti semua imajinasi akan keluar. Jujur tidak untuk diriku yang sedikit perfeksionis apabila dirasa masih aneh.

Aku mengetahui kelemahan diri sendiri yang kurang bisa merangkai kata-kata sehingga akan banyak plot hole. Tentu, tidak ingin terjadi plot hole. Aku menyerah. Ada sedikit rasa sedih dan menyesal.

"Aku izin mengundurkan diri dalam event ini. Maaf tidak bisa melanjutkan mungkin dilain waktu."

Begitulah isi pesan yang aku kirimkan di dalam grup event. Ada perasaaan sedih karena gagal oleh diri sendiri. Sedikit perasaan iri melihat beberaoa teman berhasil menyelesaikan.

***

Setelah gagal tentu ada pecutan dalam diri untuk berubah walaupun sebenernya beberapa hari kemudiam memasuki mode malas lagi. Untuk menghindari itu aku mencoba mencari kegiataan nulis atau event.

Jodoh memang tidak kemana aku menemukanevent dan segera join lalu berjanji pada diri sendiri untuk menyelesaikan sampai akhir dan tidak menyerah sampai titik darah penghabisan.

Hari pertama mengikuti event adalah mudah karena biasanya hanya perkenalan biasa. Aku memperkenalkan diriku dan domisili. Lanjut hari kedua memasuki sebuah materi tentang kepenulisan. Terlihat mudah karena pernah dipelajari, tetapi praktiknya malah sulit. Setelah materi pasti aka nada tugas. Aku menyelesaikan tugas sebaik dan secepat mungkin. Untungnya berhasil. Aku bernapas lega semoga bisa melewati sampai akhir.

Hari-hari terus berlanjut sampai akhirnya dari ratusan orang yang ikut hanya tersisa 10 orang termasuk diriku. Ada rasa bangga di hatiku. Sejujurnya ada kisah lucu saat di detik terakhir aku hampir saja di tending karena kesalahan teknis.

Aku masih beruntung karena ternyata ada kesempatan sampai akhir. Aku menuliskan cerita yang telah dirancang dari hari pertama berkisah tentang 'Ayah'. Sederhananya ingin membahas tentang ayah. Walaupun cerita yang dibuat kayaknya masih absurd menurut diriku.

Tidak peduli kata orang. Cintailah karyamu sendiri.

Aku mengulangi kata-kata wejangan yang diberikan oleh seniorku. Kekuatan doa dan juga imajinasi pas-pasan serta rangkaian kata yang tidak seindah pujangga. Cerpen itu selesai. Tinggal menunggu siapa juara walaupun tidak mengincar juara. Terpenting adalah aku sudah menyelesaikan. Itu pun sudah bahagia karena berhasil mengalahkan diri sendiri.

Siapa sangka saat pengumuman aku mendapatkan juara pertama percaya tidak percaya. Apakah ini hanya ilusi dan khayalan. Ternyata benar namaku terpampang di urutan pertama. Ah, perjalanan nulisku masih panjang. Ini hanya satu jalan dalam menulisku.

Esok akankah aku bisa menulis lebih baik. Semoga saja.

SOLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang