Kisah Vira

13 1 4
                                    


Kisah Vira

Karya : Hana Fitri

"Tanggung, ah. Tinggal tiga episode. Palingan juga tiga jam lagi selesai," ucap seorang gadis berumur enam belas tahun di dalam kamarnya. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tetapi layar laptop di depannya masih menyala, menayangkan sebuah drama Korea bertemakan detektif. Gadis berpakaian piyama itu kini tengah menjalani kehidupan barunya sebagai seorang siswi SMA terfavorit di kotanya. Nilai-nilai akademik yang ia peroleh saat di bangku SMP telah membawanya lolos ke sekolah favorit itu.

Sebenarnya, Senin besok adalah hari pertamanya masuk sekolah, tetapi sampai sekarang ia belum juga menyiapkan segala kebutuhan perlengkapan sekolah. Mamanya yang kebetulan belum tidur pun memasuki kamar putrinya.

"Vira? Belum tidur, Nak? Sana siapin dulu semua yang kamu butuhkan untuk besok. Habis itu tidur, udah malem lho ini, jangan begadang, nanti malah bangunnya kesiangan," ucap mama Vira mengingatkan.

"Iya, Ma. Nanti aku cari habis ini," balas si gadis yang masih asyik menatap layar laptopnya.

"Jangan lupa! Jam setengah tujuh besok kamu udah harus siap. Mama yang bakal antar kamu ke sekolah," tegas mamanya lagi.

"Iya, Mama. Tenang aja," jawab Vira yang masih menatap lekat layar laptopnya. Ia terlihat enggan mengalihkan pandangannya dari layar laptop. Drama Korea yang ia tonton sepertinya memang seru. Berkali-kali ia meringis ngeri ketika melihat ulah si pembunuh lalu ia tertawa lepas melihat ulah usil dua detektif yang sedang bertugas menyelidiki kasus.

Setelah mengingatkan Vira, sang mama pun meninggalkan kamar putrinya. Ia kembali menuju kamarnya untuk beristirahat.

Tak terasa waktu sudah berlalu selama dua jam sejak mama Vira mendatangi kamar anaknya. Gadis itu masih saja asyik menatap layar laptopnya. Tanpa sadar, Vira mulai mengantuk. Ia mengucek mata beberapa kali hingga akhirnya memutuskan untuk tidur.

Saat akan memejamkan matanya, ia baru teringat pesan dari mamanya untuk menyiapkan segala keperluan sekolahnya. "Ah, iya, perlengkapanku belum disiapin. Aduh, besok aja, deh. Bangunnya pagi-pagi," ucap Vira sesaat sebelum akhirnya ia tertidur pulas.

***

Keesokan paginya, rumah bercat biru laut itu sudah dibisingkan oleh suara teriakan Vira.

"Ma, kaos kakiku di mana? Dasi sekolahku juga enggak ada," teriak Vira sambil menyibak tumpukan baju yang belum sempat disetrika.

"Ya ampun! Kebiasaan banget ya kamu ini! Kemarin Mama udah ingetin kamu sebelum tidur. Kenapa semalam enggak dicari?" balas mamanya sambil berteriak juga karena saat itu sedang sibuk memasak di dapur.

"Semalam Vira nonton drakor, Ma. Hehe," kekehnya ringan, "Mama bantuin cari dong," pintanya akhirnya.

"Mama lagi sibuk di dapur. Kamu cari sendiri aja sana," balas mamanya lagi.

"Aku udah cari, Ma, tapi belum ketemu. Biasanya kalau Mama yang cari 'kan ketemu. Ayo dong Ma, cariin kaos kaki putih sama dasiku, ya. Tolong, Ma," pintanya lagi.

"Ih, kamu ini!" Mama terlihat kesal. Ia menghampiri Vira dengan centong sayur masih di tangan kanannya. Sang mama akhirnya mencoba mencari kaos kaki Vira. Saat mengamati laci buku, tampaklah kaos kaki putih yang dilipat rapi terletak di bawah buku pelajaran yang paling tebal.

"Tuh, ada di laci bukumu," ucapnya sambil menunjuk rak buku yang biasa digunakan Vira untuk menyimpan buku-buku pelajaran. "Makanya diingat-ingat kalau nyimpan barang. Itu kaos kaki 'kan kamu sendiri yang pakai. Mama mana pernah pake kaos kakimu?" lanjut mamanya lagi.

"Hehe, bener 'kan kalo sama Mama pasti ketemu. Kenapa, ya?" jawab Vira sambil terkekeh ringan.

"Kamunya aja yang enggak teliti," balas sang mama.

"Kalau dasiku di mana, Ma?" tanya Vira lagi.

"Cari sendiri aja, Mama mau ke dapur lagi. Takut sayurnya gosong." Mama Vira pun kembali menuju dapur untuk melanjutkan masakannya.

Setelah itu, Vira mencari kembali dasi sekolahnya. Ia menyibak lemari bajunya, rak buku, tas sekolah, bahkan wadah pakaian kotor pun juga ia sibak. Butuh waktu lima belas menit hingga akhirnya ia berhasil menemukan dasi yang ternyata tergeletak di kolong tempat tidurnya.

Setelah itu, Vira segera memakai kaos kaki dan dasi yang telah ditemukannya.

"Vir, sarapan. Kamu ambil piringnya dulu di dapur habis itu panggil papamu di kebun. Kita sarapan bareng," perintah sang mama.

Vira pun menuruti ucapan mamanya. Ia segera berjalan menuju dapur untuk mengambil tiga buah piring beserta sendok lalu membawanya ke meja makan. Setelah itu, ia pergi menuju kebun untuk mengajak papanya sarapan bersama. Di kebun ini, papa Vira biasa memberi makan ayam peliharaannya tiap pagi sambil sesekali mengecek kesehatan ayamnya.

Saat sudah melihat papanya di kebun, Vira berlari menghampiri. Ia berpikir tindakannya itu bisa mempercepat langkahnya menuju papa Vira. Namun, tanpa ia sadari sebuah batu berhasil membuatnya tersandung. Seragam yang ia kenakan kini menjadi kotor akibat tanah basah yang ada di sekitar kebun. Memang, kebetulan malam tadi hujan turun cukup deras.

Sang papa yang melihat putrinya terjatuh langsung berlari mendekatinya. Ia terlihat khawatir dengan kondisi Vira yang sedikit terluka di bagian lutut.

"Kamu kenapa sih, Nak, lari-lari? Jadi jatuh gini, 'kan? Ayo bangun," ucap papanya sambil meraih tangan Vira dan mengangkatnya.

"Aduh, Pa. Sakit," ringis Vira ketika melihat ada darah yang keluar dari lututnya.

"Ya, sudah. Kamu ke rumah dulu sana, bersihkan dulu lukanya habis itu baru dikasih obat," perintah sang papa. Vira mengangguk. Ia melangkah pelan menuju rumahnya.

Mamanya Vira yang melihat putrinya terluka terkejut. Ia pun kembali menegur dan memarahi Vira. "Kenapa lagi kamu, Vir? Jatuh? Enggak hati-hati, sih. Udah siang juga ini, kamu masih belum sarapan," ucapnya, "sini, coba Mama lihat," lanjutnya lagi sambil mengisyaratkan Vira untuk mendekati mamanya.

Mamanya Vira lalu mengobati luka yang ada di lutut. Ia juga menyuruh Vira untuk membersihkan pakaiannya yang kotor.

Alhasil, pagi ini Vira terlambat datang ke sekolah. Vira baru sampai di sekolah saat upacara bendera hampir selesai. Tentu saja ia kena teguran dari guru BP. Vira diminta berbaris di barisan khusus siswa yang tidak mematuhi peraturan. Betapa malunya ia, hari pertamanya di sekolah justru menjadi hari yang sangat disesali olehnya.

Selesai upacara, Vira dan teman-teman yang ada di barisan khusus itu diminta untuk menulis surat pernyataan agar tidak mengulangi kesalahannya lagi di minggu berikutnya. Ia juga diminta oleh gurunya agar orangtuanya ikut menandatangani surat pernyataan itu.

Kejadian pagi ini benar-benar membuat Vira menyesal. Gara-gara dirinya yang begadang, paginya ia kebingungan mencari perlengkapan sekolah. Tak hanya itu, karena takut kesiangan ia jadi kurang hati-hati dan membuatnya terjatuh di kebun belakang saat akan memanggil papanya sehingga seragamnya kotor dan lututnya terluka.

***

Sesampainya di rumah, Vira segera menemui kedua orang tuanya. Di sana ia menyerahkan surat pernyataan yang telah dibuatnya di sekolah. Vira mengakui kecerobohannya dan menyesali perbuatannya. Ia juga bertekad untuk tidak begadang lagi dan mempersiapkan kebutuhan sekolahnya dari jauh hari.

-Tamat-

Bionarasi

Namanya Hana. Gadis kelahiran tahun 1998 ini memang belum lama terjun di dunia kepenulisan. Ketertarikannya baru muncul kembali setelah masa perkuliahannya selesai. Jika ada yang ingin disampaikan tentang cerita buatannya, langsung hubungi saja lewat email fitriwidyasari17@gmail.com. Dia pasti akan dengan senang hati menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

SOLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang