TETANGGA BARU
Karya: Eunike Hanny
Niken sedang melongok keluar jendela ketika dilihatnya satu mobil pick-up berhenti di depan rumah sebelah. Rumah itu sudah lama kosong, hanya terpasang papan yang bertuliskan "Rumah dikontrakkan, hubungi nomor xxx".
"Mas, kita punya tetangga baru." Niken memberi tahu Aldi, sang suami, yang sedang membaca koran sembari menyesap kopi di meja makan. "Semoga mereka orang baik."
Aldi mengalihkan tatapan dari koran di tangannya pada sang istri. "Kalau bukan orang baik juga bukan urusan kita."
Bibir Niken memberengut. "Kok gitu sih, Mas?"
"Lha terus harusnya gimana?"
Bola mata Niken berputar sembari memikirkan jawaban untuk pertanyaan Aldi. Tapi dia tak kunjung mendapatkan jawaban yang pas.
Aldi tersenyum kecil melihat istrinya yang nampak sedikit bingung. "Sudah, sudah. Nggak usah dipikir lagi. Yang penting, kita baik-baik aja sama tetangga."
Lelaki itu menghabiskan kopi di cangkirnya, meletakkan koran di atas meja, lalu mengambil tas kerja yang tersampir di punggung kursi. "Aku berangkat sekarang, keburu kesiangan."
Niken mengikuti Aldi keluar dan menunggu di teras sampai pria itu berlalu dengan sepeda motornya. Lalu kepalanya berpaling diri ke rumah sebelah. Rumah mereka hanya dibatasi pagar setinggi satu meter hingga apa yang terjadi di halaman dan teras rumah tetangga akan terlihat jelas.
Dua orang pria sedang menurunkan sofa dari bak mobil, sementara seorang yang lain menunggu di teras. Barangkali orang itu adalah penyewa rumah yang baru, Niken menduga. Ketika pria itu berpaling ke arah Niken, dia mengangguk dan melemparkan senyum.
Niken membalas senyuman itu sebelum masuk ke dalam rumah.
***
Niken keluar rumah ketika mendengar seruan Sartoni, tukang sayur yang biasa berkeliling di kompleks perumahan. Sudah banyak ibu-ibu yang berkerumun di sekitar gerobak warna biru dan putih itu.
"Jeng Niken sudah kenalan sama tetangga baru?" tanya seorang ibu yang rumahnya berselang empat rumah.
Niken menggeleng. "Belum, Bu. Baru ketemu tadi waktu mereka masukin barang-barang."
"Laki-laki, kan?" sela yang lain, membuat beberapa kepala menengok ke arah rumah yang dimaksud. "Sepertinya seumuran sama Mas Aldi, suami Jeng Niken."
Dan obrolan bergulir pada izin tinggal dari si penyewa baru pada Ketua RT. Tapi belum ada seorang pun yang tahu siapa nama si penyewa atau pun status pernikahannya. Percakapan itu hanya berdasarkan pada kata si A atau si B.
Sementara itu Sartoni, yang lebih suka dipanggil Toni karena terdengar lebih gaya, melayani para wanita itu dengan sabar. Memilihkan sayur dan buah yang masih bagus, ayam dan ikan yang masih segar, dan membungkus bumbu-bumbu yang diperlukan. Sesekali matanya melirik ke arah rumah yang baru saja mendapatkan penyewa baru itu.
***
Ketika Niken dan Aldi sedang menikmati makan malam, terdengar pintu depan diketuk-ketuk. Niken meletakkan sendok dan garpu di tangannya lalu melangkah ke ruang depan dan mengintip dari balik tirai jendela. Seorang wanita sedang berdiri di muka pintu rumahnya.
Ketika Niken membuka pintu, wanita itu tersenyum lebar. "Halo, saya Amira. Saya tinggal di rumah sebelah." Dia mengangsurkan kotak warna putih ke tangan Niken. "Ini sedikit oleh-oleh untuk Mbak."