Misteri Pisau Hijau

12 2 1
                                    


Misteri Pisau Hijau

Karya: Felicia Tungadi

Kriet...

Derit pintu terdengar, lalu disusul debam tanda ditutup. Langkah-langkah ringan memenuhi lorong kos, yang baru terhenti begitu mencapai dapur. Piring, mangkuk, dan sendok kuah yang dibawanya lebih dulu diletakkan, Jiselie kemudian membuka kulkas dan mengeluarkan sebagian bahan makanan yang ia beli dua hari yang lalu. Fillet ikan, beef, wortel, jagung, buncis, kembang kol, dan daun seledri tersebar di atas meja berdekatan dengan peralatan makannya. Menu makan siang hari ini adalah lauk goreng dan sup sayur + ikan. Ia baru saja akan mengambil pisau dan talenan saat tiba-tiba melihat kalau pisau hijau miliknya yang tersimpan di rak pengering sudah tidak tampak batang hidungnya.

"Eh, kok? Kemarin-kemarin masih ada, masa sekarang lenyap begitu aja? Padahal sama sekali gak kupindahin atau taruh sembarangan", secara refleks kata-kata tersebut keluar dari mulut Jiselie. Dicobanya lagi mencari dengan teliti di semua sudut dapur, tapi nihil. Kalut dan panik mulai menjalari pikirannya, yang langsung terbawa kemana-mana berusaha mendapatkan skenario yang besar kemungkinannya terjadi. Baiklah, ini memang terasa berlebihan, apalagi yang menjadi permasalahan sesuatu yang cukup sepele. Tapi Jiselie, dia memiliki rasa tanggung jawab cukup besar untuk apa yang menjadi kepemilikannya dan benda yang hilang tanpa sebab adalah satu kejadian yang tidak bisa dia tahan.

"Mungkin habis dipinjam. Tapi terus buat apa sampai gak langsung dikembaliin? Coba kutanyain aja deh nanti...", ia akhirnya memutuskan seraya mengacak sedikit rambutnya dan tangannya yang lain sudah memegang talenan. Untuk sementara, ia menggunakan salah satu pisau yang ada dan segera memotong bahan-bahan makanan yang dibutuhkan kecuali fillet ikan yang hendak digoreng. Kemudian ia merebus air untuk kuah sup dan sambil menunggu, digorengnya daging dan fillet untuk lauk. Setelah air kuah sudah mendidih, ia memasukkan potongan fillet dan sayur lalu menaburkan bumbu dan rempah-rempah. Tak lama, kedua hidangan tersebut sudah jadi. Jiselie lalu mencomot sedikit dari kedua lauk dan menyereput sebagian kecil kuah sup, "Mmm... Lumayan, kalian berdua akan bertengger dengan nyaman di perutku."

Waktu makan siang hari itu sedikit mencerahkan mood Jiselie, begitu pula dengan pikirannya. Cita rasa kedua masakan buatannya masih dapat ia rasakan bertengger di lidah, yang juga menjadi boosternya untuk beraktivitas: merapikan meja dan rak buku serta membereskan file-file mata kuliahnya dan memilah tumpukan bon-bon, yang satu ini adalah kebiasaan buruknya. Entah kenapa dia terkesan sayang membuang, padahal tidak ada gunanya bon-bon itu disimpan lama dan dia juga punya catatan pengeluaran sehari-hari. Yang belum sempat dicatatnya masih akan ditahan, sementara yang sudah dengan lancar menuju tong sampah.

Namun setelah semuanya selesai dan waktunya beristirahat sejenak, pikiran Jiselie kembali menuju pisau hijaunya. Ia keluar lagi untuk menanyai penghuni kos lainnya, yang pertama adalah Evi yang menempati sebelah kiri kamarnya, "Vi, buka bentar dong." "Ada apa, Lie?", Evi membuka sedikit pintu dan menjulurkan kepalanya. "Kemarin kamu masih lihat pisau hijauku atau sempet kamu pinjam?", Jiselie bertanya. "Pas aku lagi di dapur masih ada sih dan gak kupakai juga, memangnya gak ada sekarang?", jelas dan tanya balik Evi, yang dijawab anggukan Jiselie. "Udah kucoba cari, tapi masih gak ketemu", desah Jiselie. "Agak aneh sih, tapi coba kamu tanya yang lainnya dan coba ingat-ingat persis di mana terakhir pisaunya ada. Maaf banget aku gak bisa bantu banyak", Evi menyarankan. "Gak papa Vi, makasih sebelumnya ya", Jiselie kemudian undur diri.

Orang kedua untuk ditanyai adalah Tamara yang kamarnya juga berdekatan dengannya. "Kemarin aku pulang udah capek banget dan udah larut pula jadi gak bener-bener merhatiin sekitar, aku langsung masuk kamar buat bersih-bersih dan istirahat. Maaf ya, Lie", jawabnya sambil menangkupkan kedua tangan. "Iya gak papa Tam, makasih ya," balas Jiselie. Tiga orang tersisa untuk ditanyai, mereka bertempat di seberang kamarnya. Jawaban yang mereka berikan mengejutkannya. Baik Debra dan Hailey mengatakan kalau mereka sudah tidak melihat pisaunya sekitar jam setengah tujuh dan tujuh pagi tadi, keduanya mengira kalau Jiselie memutuskan menyimpan pisau itu di kamarnya atau, sama seperti yang lain, ada yang meminjamnya meskipun Hailey awalnya sempat bingung.

SOLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang