Butuh Uang
Karya : Titin
Yang mau beli, bayar Rp. 110.000,00 ke bendahara.
Kalimat tersebut terus saja menghantui pikiranku. Entah apa yang harus aku lakukan untuk mendapatkan uang sebanyak itu. Overthinking di malam hari sangatlah menyenangkan. Ditambah hawa dingin membuat bulu romaku berdiri. Padahal tubuh ini sudah terbalut hody, kaos kaki, serta selimut tebal, tetapi masih saja dingin menusuk kulit. Kedua netraku memandang indahnya rembulan meyinari bumi tanpa lelah di malam hari, walau saat ini bulan kesepian tanpa ada satu pun bintang yang menemaninya. Langit semakin malam semakin mendung pertanda hujan segera turun. Aku segera menutup jendela kamar sebab rintikan air mulai turun dan masuk terbawa hembusan angin.
Aku berniat tidur. Namun, jiwa ini ingin sekali menelepon bendahara menanyakan deadline pembayaran sampai kapan. Saat kedua netraku melihat jam dinding yang tergeletak di meja belajar, aku seketika membelalak, ternyata sudah hampir dini hari yaitu, jam satu lebih tujuh menit. Langsungku rebahkan tubuh dan menutup mata. Tidak jadi menelepon. Baru satu menit menutup mata, tiba-tiba aku merasakan seperti ada yang terlintas dan jatuh di sampingku. Aku berusaha berpikir positif, tetapi tidak bisa. Otaku tidak bisa diajak bekerja sama, terus saja memikirkan hal mistik. Berusaha memberanikan diri membuka mata sedikit demi sedikit melihat apa yang ada di sampingku itu. Saat melihat ke atas samping tembok, seketika tubuhku diam serta melongo. Jendela yang tadinya tertutup kenapa bisa terbuka dan gordennya pun entah hilang ke mana. Aku segera bangkit dari zona nyaman rebahan untuk mengunci jendela tersebut. Mungkin aku lupa tidak menguncinya tadi atau jangan-jangan ... Ck, otaku tolong jangan aneh-aneh, deh! Itulah isi dalam pikiranku sekarang.
Suara kokokan ayan mengusik kenyamanan tidurku. Baru saja netra ini membuka untuk melihat indahnya dunia, menghirup udara segar di pagi hari. Aku sudah di-suguhi jam dinding menunjukan tepat di angka enam lebih sepuluh menit. Langsungku bergegas bangun, mandi, makan, serta berangkat ke sekolah. Kebetulan sedang menstruasi, jadi tidak salat Subuh.
Aku sampai ke sekolah tepat jam tujuh. Bergegas masuk sebelum gerbang ditutup. Saat baru dua langkah memasuki ruang kelas dengan napas dan debar jantung yang masih naik turun belum stabil, bel masuk berbunyi bebarengan dan guru bahasa indonesia memasuki kelas lima menit kemudian. Beruntung tadi sedikit ngebut--lari naruto--dari parkiran ke ruang kelas yang jaraknya 50 meter--Jauh sekali? Iya, karena ruang kelasku paling pelosok dibanding ruang kelas lain--Kalau tidak, sudah dijemur tubuhku dibawah sinar sang surya pagi, di hari senin ini. Beruntung upacara diliburkan karena tempat upacara sedang ada perbaikan pembangunan.
Bel istirahat petama akhirnya berbunyi. Sila temanku tiba-tiba saja mendekati meja bendahara Ekskul. Kebetulan tempat duduk bendahara ada di depanku. "Sil, kamu mau bayar yang baju bela diri itu, ya?" tanyaku ke Sila, "oh, iya. Deadline pembayaran sampai kapan, si, Sil? Kamu tahu gak?"
"Kayaknya dua minggu dari sekarang, deh. Benar, 'kan, Ra?" tanya Sila ke Rara sang bendahara.
"Seratus buat Sila!" jawab Rara
Buset, dua minggu. Inalillahi. Dua minggu 14 hari. Bisa gak aku? Pasti bisa! gumamku lirih.
Singkat cerita, jam dua siang sekolah memulangkan siswa-siswinya. Kecuali bagi pelajar yang mengikuti ekstra kulikuler, biasanya pulang jam empat atau lima sore. Aku hanya mengikuti ekstra kulikuler bela diri. Hari ini jadwalnya libur di ganti hari selasa depan waktu pembagian seragam. Oh, iya. Perkenalkan aku adalah seorang siswi kelas 10 SMA jurusna IPS.
Di jalan menuju pulang, otaku terus saja berpikir sambil ngalamun. Bagaimana mendapatkan uang dalam waktu dua minggu.
Tin-tin-tin-bruumm!