"Dan juga-"
"Aku tidak mau," kata Ivona cepat memotong perkataan ayahnya.
Suasana terasa tegang, wajah-wajah yang berada di sekitarnya terlihat menahan kekesalan. Ivona tetap tenang meski dirinya juga penasaran. semenjak pergi dari rumah ini, tak sekalipun ayahnya membujuk dirinya untuk pulang. Tak akan ada asap, kalau tidak ada api. Sesuatu pasti akan terjadi setelah ini.
"Tetapi sepertinya Ivona sudah nyaman tinggal sendiri." Tari- ibu tirinya, mulai membuka mulutnya. Wanita itu terlihat keberatan apabila Ivona kembali lagi.
"Yang dikatakan Ibu benar, Ayah. Sepertinya anak itu terlihat senang bermain-main di luar sana." Niko lagi-lagi bersuara, mengatakan hal-hal yang sama sekali tidak penting.
Ivona menatap Niko dengan tajam, dia mengepalkan tangannya, berusaha sekuat tenaga untuk tidak melempar sepatu hak tingginya menuju wajah pria itu.
"Ayah belum selesai, jangan memotong pembicaraan Ivona," ayahnya berkata dengan nada tegas, suasana di sekeliling semakin memanas.
Sudah dirinya duga, pulang ke rumah sama sekali tidak menguntungkan. Dia akan dihadapkan dalam masalah rumit keluarga.
"Ayah mau kamu bertunangan dengan Erlan," ucapan ayahnya mampu membuat Ivona bungkam.
Erlan, nama yang sudah tidak asing lagi bagi dirinya, nama yang sempat singgah di dalam hatinya. Ivona gelisah, bayang-bayang saat pria itu meninggalkannya dulu membuatnya cemas. Dia merasa takut bertemu pria itu, dia takut kalau ternyata dirinya masih menyukai sosok cinta pertamanya.
"Ayah sudah tau jawabannya, aku menolak bertunangan dengannya," kata Ivona cepat, hal seperti ini bukan keinginannya sama sekali.
"Erlan pengusaha kaya raya itu? Kenapa tidak dengan Delia saja?" Tari bertanya dengan suaminya, dia akan membujuk agar yang bertunangan dengan Erlan Delia saja, putri bungsunya.
"Tidak bisa. Erlan hanya mau dengan Ivona," kata Pras- ayah Ivona, lelaki paruh baya itu menunggu jawaban putrinya.
"Jadi bagaimana jawabanmu? Ayah harap kamu akan menerimanya." Pras terus saja menekan Ivona untuk memilih.
"Ayah, tidak ada salahnya kalau menjodohkan pria itu dengan Delia," kata Niko, dia cukup kenal dengan Erlan, salah satu pengusaha berpengaruh. Kalau Delia bisa mendapatkannya, maka Niko bisa memanfaatkan kekayaan Erlan.
"Perkataan Ayah tidak bisa diubah. Di mana Delia?" Pras bertanya pada istrinya saat tidak kunjung melihat putri bungsunya.
"Dia sedang pergi bersama teman-temannya," kata Tari, dia memang terlalu memanjakan anak perempuannya, bahkan seumur hidup, Delia belum pernah menyentuh dapur.
"Anak tidak berguna, dia hanya bisa menghabiskan uang," ujar Ivona dengan ketus.
"Jaga ucapanmu, adikku tidak seperti dirimu yang sering bergonta-ganti pria," balas Niko tak kalah ketus.
Ivona berang, mulut Niko yang sialan itu terus saja menjawab. Sudah menjadi rahasia umun di keluarga ini, kalau Niko begitu membenci Ivona, dan Ivona jelas tahu penyebabnya.
"Tutup mulutmu yang tidak berguna itu," sembur Ivona marah, dia sudah berdiri, bersiap akan menerjang Niko. Namun, niatnya harus pupus tatkala ayahnya menyuruh agar dia tidak membuat keributan.
"Sudah cukup! Ayah muak melihat kalian bertengkar. Dan untuk Ivona, Ayah harap kamu memikirkan perjodohan ini." Pras pergi meninggalkan ruang keluarga usai mengatakan itu.
"Tidak usah kembali lagi ke sini, keluarga ini sudah bahagia tanpamu," ucap Tari pada anak tirinya.
Ivona menaikan sebelah alisnya. Dasar, penyihir berwajah dua. Di depan ayahnya, wanita itu tampak seperti sosok yang anggun dan penuh perhatian. Tetapi, saat ayah Ivona pergi, barulah topengnya terbuka menampakan wajah penuh dusta.
"Bagaimana kalau aku memilih untuk kembali?" Ivona memberi jawaban yang mampu membuat lawannya geram.
"Jangan harap!" Niko bersuara ketus.
Ivona memiringkan kepalanya, dia menatap Niko dengan pandangan remeh."Pria bodoh sepertimu tidak pantas melarangku, dan urusi saja hidupmu yang menyedihkan itu," usai mengatakan kata-kata yang menyulut emosi Niko, Ivona berlalu meninggalkan ruangan yang kini menyisahkan Niko dan ibunya. Mereka berdua sama-sama menatap Ivona dengan rasa benci.
**
"Aku pikir, hanya hidupku yang terlihat menyedihkan. Ternyata hidupmu jauh lebih menyedihkan," tawa Naila menggema di sepenjuru bar. Wanita yang kini menggunakan baju kekurangan bahan itu tampak puas menertawakan Ivona.
"Aku pikir kehidupan orang kaya akan sangat menyenangkan, maka dari itu, aku ingin menjadi bagian dari mereka," kata Naila dengan nada getir, "tapi, melihatmu yang tampak tidak bahagia, aku akan menarik kata-kataku," lanjutnya lagi.
Naila, sahabat satu-satunya yang dimiliki Ivona, sahabat yang tidak pernah pergi darinya, meski Ivona berlaku jahat sekalipun.
"Tak ada yang bisa diharapkan dari orang kaya yang haus kekuasaan," balas Ivona ketus.
"Benar," ujar Naila lalu setelahnya tertawa keras.
Bar adalah tempat yang cocok bagi suasana hati Ivona sekarang. Suara musik yang berdentum keras, mampu menghilangkan sedikit beban pikirannya. Semua orang tengah asik menari dengan gilanya. Ivona meminum segelas whiskey yang diberikan bartender.
"Berhenti tertawa atau mulutmu akan kusobek," peringatan Ivona tak lantas membuat Naila berhenti.
"Jangan kejam seperti itu, Ivona. Kamu tidak memiliki sahabat yang sebaik diriku," kata Naila dengan dramatis, wanita itu menggelengkan kepalanya, rupanya Naila mulai mabuk.
"Aku memang tidak memiliki siapa-siapa di dunia ini," ujar Ivona pelan, dia memijit pelipisnya pelan.
Malam semakin larut, tetapi orang-orang di bar semakin menggila. Ivona melihat Naila yang kini sudah turun dilantai dansa, menari dengan orang-orang tanpa memedulikan di sekitarnya. Ivona menjatuhkan kepalanya di meja. Sialan, pandangannya kini menjadi buram.
Sekilas Ivona melihat wajah yang dirinya kenal, wajah yang sudah lama tidak dia lihat. Tetapi, tidak mungkin pria itu ada di sini, dia pasti salah melihat. Dia mencoba mengerjapkan matanya agar dapat melihat dengan jelas.
"Cari siapa?" tanya Naila yang kini sudah berada di depannya.
"Aku melihat orang yang mirip dengan Erlan tadi," kata Ivona, dirinya tidak mungkin salah melihat. Tetapi, apakah penglihatannya yang salah.
"Bukankah dia ada di luar negeri? Kamu terlalu memikirkan perjodohan itu, sampai-sampai orang lain kamu anggap Erlan," kata Naila pada Ivona.
Ivona mencoba mencarinya lagi, mata cewek itu berkeliaran menatap setiap sudut bar. Nihil, dia tidak melihat siapapun. Selain tempat ini yang minim pencahayaan, kepalanya yang pusing dan matanya sedikit buram, membuatnya tidak dapat melihat dengan jelas.
"Ya, mungkin aku salah lihat," kata Ivona pada akhirnya.
***
TBC.Jangan lupa tinggalkan jejak, kasih vote dan komennya.
Sampai jumpa di part selanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Over You 21+ [END]
RomantizmDipaksa menikah dengan mantan pacarnya, bukan salah satu tujuan di dalam hidup seorang Ivona, dia benar-benar tidak menyukai lelaki yang berstatus sebagai mantannya itu. Pantang baginya mengulang kisah cinta dengan orang yang sama, karena pada akhi...