Sebelum baca, tinggalkan jejak kalian dengan memberi vote dan komentar.
Selamat membaca♡
°°°
Saat ini mereka berdua sedang pergi berbelanja kepasar. Suasananya sangat ramai, Ardhan yang melihatnya pun terkejut. Baru kali ini ia memasuki pasar yang ternyata becek dan baunya itu yang kurang mengenakkan.
Anindya sempat menoleh kearah Ardhan, ia melihat Ardhan yang hanya diam saja tanpa mau ngomong. Ia jadi bingung dan sekaligus canggung sih. Ini pertama kalinya ia bertemu lagi dengan Ardhan, mengingat pertemuan terakhir saat itu membuat dirinya senyum-senyum sendiri.
"Udah mulai gila nih anak," celetuk Ardhan.
Anindya mengusap tangannya pelan, tiba-tiba perasaan gugup datang menghampiri. Haruskah ia menjawab ucapan Ardhan?
Ah, Anindya bingung.
"Bang Ardhan apa kabar?" Ardhan mendelik, ia menghembuskan nafasnya. "Menurut kamu bagaimana? Saya pikir kamu sudah bisa menebaknya,"
Anindya mengangguk. Mungkin, pertanyaannya itu kurang masuk akal sehingga Ardhan malas untuk menjawabnya. Anindya melanjutkan perjalanannya untuk mencari sayuran sesuai daftar belanja itu.
"Berapaan mang harga sayur kangkungnya?" Anindya sibuk memilih sayuran kangkung didepannya, "dua ribu neng satu ikatnya,"
Anindya mengangguk, "ini semua jadi berapa mang?" Setelah memilih bahan-bahan masakan dan sayuran yang sesuai dengan tulisan dikertas itu. Ia menaruh semua pilihan sayuran dan lainnya yang diperlukan didepan penjualnya supaya bisa dihitung berapa jumlahnya.
"Tiga puluh lima ribu neng semuanya," kata si bapak pejual sayur. Anindya mengeluarkan uang kertas berwarna hijau dua lembar kearah penjualnya dan Anindya menerima kembaliannya. "Makasih, mang," setelah itu kearah penjual bumbu dapur untuk membelinya karena masih ada sisa uang untuk membelinya.
"Santan kelapa udah, bumbu dapur udah, sayur mayur udah, tempe tahu juga udah, ikan goreng juga udah, oke udah lengkap," gumam Anindya.
Saat ini Anindya sibuk membaca tulisan dikertas yang terdapat beberapa bahan masakan yang ibunya tulis. Tapi, ia merasa bahunya terbentur dengan seseorang dan merasakan sakit dibagian pantat karena terjatuh begitu saja.
"KALAU JALAN TUH PAKAI MATA, GAK PERLU PAKAI NGEDORONG ORANG SEGALA!" sarkas Ardhan.
Emosi Ardhan sudah diujung tanduk, bagaimana tidak? Orang yang telah menabrak dan mendorong Anindya pergi begitu saja tanpa mau bilang maaf atau membantu gadis itu berdiri.
Ia melihat Anindya yang sudah jatuh, ia memberikan uluran tangannya berniat untuk membantu gadis itu. Dengan susah payah Anindya menerima uluran itu. "Udah bang aku gak papa, makasih, Bang,"
"Lain kali hati-hati, lagian kenapa si musti belanja dipasar kayak gini? Gak bisa di supermarket aja?"
Anindya menggeleng. "Dipasar harganya lebih murah dan harganya bisa ditawar, lagipula di kampungku jarang ada supermarket yang besar." Jelas Anindya. Ardhan baru ingat, ini kan bukan Jakarta, jadi mana mungkin ada supermarket.
"Buruan, saya gak betah lama-lama disini,"
Selama itu Ardhan hanya mengikuti Anindya dari belakang, ia terus menjaganya dari orang-orang yang seenaknya menabrak gadis itu. Huft, kalau bukan permintaan Bundanya untuk menemani Anindya kepasar mana mau Ardhan pergi ketempat seperti itu.
°°°
Selesai berbelanja, kini pandangan Anindya menuju kearah penjual jajanan pasar yang terdapat kue-kue dan gorengan yang cukup menarik perhatiannya. Terlihat sangat menarik bila dilihat, Anindya yang menginginkannya pun sempat melihat kedalam dompet untuk melihat masih adakah uang sisa belanja tadi untuk membeli beberapa jajanan pasar itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY [COMPLETED]
SpiritualNote : setelah membaca cerita ini, silahkan ambil sisi baiknya saja! Sekuat apapun menjauh, kalau memang sudah takdir maka akan bertemu kembali. Katanya, ucapan seseorang yang sedang mabuk adalah jawaban terjujur. Begitu juga yang dialami oleh Ardha...