29 | Balasan Setimpal

13.5K 727 5
                                    

Hargai penulisnya dengan memberi vote dan komentar. Jika tidak ingin berkomentar, berikan vote. Jangan jadi pembaca gelap.

Selamat membaca

°°°

Tepat di siang hari Damar dan Rena memang benar menemui anak sekaligus mantunya yang tinggal diapartemen mereka.

Bunyi suara pintu terketuk membuat seseorang yang berada didalam ingin membukakan pintu.

Tak lama pintu terbuka, ternyata yang membukakan pintunya itu Anindya. Betapa terkejutnya wanita itu saat tahu kedua mertuanya datang menemuinya secara tiba-tiba.

"Siapa, sayang?" Teriak Ardhan dari dalam.

Anindya menoleh sebentar kearah dalam. "Ayah dan bunda, bang," jawab Anindya.

Senyum manis sedari tadi sudah Anindya tampilkan, ia mencium punggung tangan kedua orang tua itu secara bergantian. "Silahkan masuk, Bun, Yah," Anindya mempersilahkan masuk kedalam apartemen.

Terlihat sangat jelas bahwa kedua mertuanya itu hanya memasang wajah yang terlihat dipaksakan saat tersenyum, ia pun jadi menerka-nerka ada apa sebenarnya?

Tiba-tiba perasaannya mulai tidak enak, entah apa yang akan terjadi. Ia hanya berharap tidak akan ada pertengkaran lagi.

"Ayah, bunda, mau minum apa?" Tanya Anindya dengan sopan.

"Apa saja, sayang," Rena yang menjawab. Melihat wajah suaminya yang sedang menahan kekesalan mengurungkan niatnya untuk bertanya.

Setelah itu Anindya berlalu kedapur untuk membuatkan minuman dan membawa beberapa cemilan ringan.

Tak lama suara orang melangkah dari kamar terdengar, ternyata Ardhan. Damar yang melihatnya pun menjadi geram sendiri. Pria berbadan tegak itu sedang menyalami sang bunda, saat Ardhan ingin mencium punggung tangan sang ayah, Damar tiba-tiba memukulnya.

Bugh

Ardhan tersungkur, tentu saja ia terkejut. Mengapa ayahnya itu tiba-tiba memukulnya. Ia ingin bangkit, tapi pukulan itu sudah kembali ia rasakan lagi. Lalu Damar menarik kaos yang sedang Ardhan kenakan.

"Sudah, mas," lerai Rena.

Anindya datang dengan terburu-buru, saat mendengar teriakan dari Rena membuatnya menghampirinya.

Hampir saja ia limbung, ia melihat suaminya yang sudah bersimbah darah diarea wajah. Luka lebam dan memar serta darah itu telah menjadi satu.

"Ya allah abang, kenapa bisa begini?!" Tanya Anindya dengan panik.

Damar menarik tangan menantunya, namun dengan sopan Anindya mencegahnya. "A-ayah kenapa mukul bang Ardhan?" Bahkan wanita itu sudah terisak.

Melihat bahu menantunya bergetar membuat dirinya dirundung salah. Ini untuk kebaikan Anindya, jadi ia akan memberi pelajaran untuk anaknya itu. Rena mengajak Anindya menjauh dari suaminya. Ia hanya tidak mau menantunya itu terkena imbasnya.

"Bangun kamu, brengsek! Lawan ayah, jangan jadi pengecut kamu!" Hardik Damar.

Ardhan sudah pasrah, ia tidak sanggup untuk berdiri. Ia juga tidak akan tega untuk membalas perbuatan sang ayah. "Kenapa ayah mukul Ardhan tiba-tiba?"

DESTINY [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang