Hargai penulisnya dengan memberi vote dan komentar. Jika tidak ingin berkomentar, berikan vote. Jangan jadi pembaca gelap.
Selamat membaca♡
°°°
Saat dinyatakan sedang mengandung, Keluarga Sanjaya mendapat kabar bahagia kembali. Setelah menanti kehadiran cucu untuk yang ke lima. Kelvin dan Sherly sudah mempunyai 3 orang anak. Pertama anaknya perempuan, dan kedua anaknya kembar berjenis kelamin laki-laki dan perempuan.
Kandungan Anindya berjalan tujuh bulan, wanita itu tetap melakukan aktivitas seperti biasa. Nafsu makannya makin bertambah, mungkin berat badannya sedikit naik. Ardhan sendiri yang menyuruhnya, supaya anaknya sehat katanya. Sebagai seorang istri, Anindya hanya bisa mengikuti keinginan suaminya.
"Bunda capek, ya? Sini abang bantu," ucap Arshad. Semenjak Anindya dinyatakan sedang mengandung, Arshad ingin dipanggil dengan sebutan abang.
Bocah berusia 5 tahun itu mengambil alih sapu yang berada ditangan bundanya. Sekilas memang tidak terlalu bersih, tapi bolehlah agar tidak berantakan.
Duduk dibangku kayu didepan teras sembari meluruskan kakinya. Semenjak usia kandungannya semakin besar, kaki Anindya semakin bengkak. Melihat anaknya yang membersihkan halaman teras, sesekali bocah itu menyanyi lagu anak-anak yang masih Anindya dengar.
Anindya terkekeh sendiri melihatnya. Bocah itu tumbuh sebagai laki-laki yang mandiri. Perawakannya sudah seperti ayahnya banget. Ardhan memang mengajarkan Arshad bahwa laki-laki itu harus penuh wibawa dan tegas. Melihat tingkah laku Arshad yang mirip dengan Ardhan membuat wanita tersebut geleng-geleng kepala sendiri.
"Sudah nak, gak papa biar bunda saja." Cegah Anindya. Wanita itu sempat melihat anaknya yang masih menyapu.
Bocah itu berkacak pinggang sembari menatap ibunya. Bola mata berwarna biru laut itu menatap manik mata ibunya yang berwarna hitam pekat. "Gak! Bunda gak boleh kecapean. Biar Arshad yang nyapu!" Ucapnya dengan tegas.
Bibir Anindya mengatup seketika. Anaknya sudah seperti suaminya saja, kalau sudah begini Anindya hanya bisa diam.
Selesai menyapu, Arshad kembali menghampiri ibunya. Melihat Anindya yang sedang memegang bagian betis membuat Arshad duduk dibawah lantai.
Melihat anaknya yang seperti itu membuat Anindya refleks bangkit. Menyuruh kembali anaknya duduk dipangkuannya. "Kamu mau ngapain, Nak? Sini sama bunda duduk di bangku," ajak Anindya.
Arshad tetap duduk dibawah. Kepalanya ia gelengkan, tanda ia tidak setuju. "Gak mau. Arshad mau pijat kaki bunda. Ini pasti sakit ya, bunda?" Tanyanya dengan polos.
Sesekali bocah itu meringis saat memegang betis bundanya yang terlihat membengkak. Pelan-pelan tangan kecilnya itu memijat kaki ibunya. Anindya terharu, sampai ia tidak menyadari bahwa ia menangis. Buru-buru ia menghapusnya, ia mengusap kepala anaknya dengan sayang.
"Gimana bunda? Sudah enakan?"
Anindya menganggukan kepalanya. Senyum tipis ia tampilkan untuk anaknya. "Sudah. Bunda sudah lebih baik, terima kasih ya, Arshad."
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY [COMPLETED]
SpiritualitéNote : setelah membaca cerita ini, silahkan ambil sisi baiknya saja! Sekuat apapun menjauh, kalau memang sudah takdir maka akan bertemu kembali. Katanya, ucapan seseorang yang sedang mabuk adalah jawaban terjujur. Begitu juga yang dialami oleh Ardha...