Hargai penulisnya dengan memberi vote dan komentar. Jika tidak ingin berkomentar, berikan vote. Jangan jadi pembaca gelap.
Selamat membaca♡
°°°
Oek ... oek... oek...
Terdengar suara tangisan yang menggema didalam kamar pasutri tersebut. Pukul dua dini hari, bayi mungil itu sedang menangis membuat salah satu diantara mereka ada yang terganggu dalam tidurnya.
Anindya mengucek kedua matanya lalu mencepol rambutnya secara asal. Kemudian perlahan ia turun dari ranjang dan mengambil anaknya yang berada didalam box bayi.
"Sttt... jangan nangis ya, bunda disini. Anak bunda laper, ya?" Anindya membawa Arshad dalam gendongannya lalu duduk di kursi yang memang suaminya sediakan untuk menyusui.
Saat sedang menyusui Arshad, ibu satu anak itu masih terlihat ngantuk. Sudah jelas sekali dari wajahnya dan melihat pergerakannya yang selalu menguap.
Arshad sedikit rewel malam ini, padahal bayi itu sedang menyusu. Tapi, tangisannya tak kunjung diam. Anindya mencoba untuk membujuk anaknya dengan berbagai cara, kini yang tadinya mengantuk, berubah menjadi kembali segar saat mendengar tangisan anaknya yang semakin rewel.
"Cup... cup.. cup... anak bunda kenapa nangis? Haus ya, Nak? Ini mimi lagi, ya?" Sembari memberikan sumber asinya kearah Arshad. Namun, lagi-lagi Arshad menolak.
"Dedek kenapa? Mimi lagi, ya?" Bujuk Anindya.
Tak lama mendengar suara suaminya yang sudah membuka matanya dan menatap kearah Anindya.
"Kenapa?" Tanya Ardhan. Anindya tidak menggubris pertanyaan suaminya.
Ardhan bangun dengan tubuh tanpa atasan. Ia hanya menggunakan celana pendek rumahan yang nyaman untuk tidur. Ia menghampiri istrinya yang sedang menyusui anaknya.
"Kok rewel?" Gumam Ardhan.
Melihat istrinya yang kewalahan dalam mengurus anaknya, akhirnya ia berniat untuk membantu. Kini, Arshad sudah berada didekat ayahnya. Bayi itu masih sempat menangis, mainan yang selalu menjadi teman main Arshad pun tak bisa buat bayi itu terdiam.
Boneka jerapah yang memang jadi teman tidur anaknya pun sudah Anindya pegang sedari tadi untuk membujuk Arshad. Entah kenapa Arshad rewel untuk malam ini.
"Hei, kenapa nangis? Mau main, ya?" Tanya Ardhan pada anaknya.
Ardhan berinisiatif untuk membawa Arshad kearah balkon. Ia tidak benar-benar berada dibalkon, hanya didepan pintu kaca balkon saja.
"Sttt... diam ya, sayang. Kangen ya sama ayah? Maaf ya ayah baru pulang tadi malam," Ardhan berkata jujur. Pukul sebelas malam, ia memang baru pulang dari kantor. Niatnya ingin menyelesaikan sebagian pekerjaannya, ternyata bablas hingga selesai. Jadi, besok Ardhan mempunyai waktu yang panjang untuk anak dan istrinya.
Anindya membuang nafasnya lega. Ia tidak tahu bagaimana caranya untuk menenangkan anaknya agar kembali tenang seperti saat ini. Ia jadi merasa tidak enak sudah mengganggu waktu istirahat suaminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY [COMPLETED]
SpiritualNote : setelah membaca cerita ini, silahkan ambil sisi baiknya saja! Sekuat apapun menjauh, kalau memang sudah takdir maka akan bertemu kembali. Katanya, ucapan seseorang yang sedang mabuk adalah jawaban terjujur. Begitu juga yang dialami oleh Ardha...