Hargai penulisnya dengan memberi vote dan komentar. Jika tidak ingin berkomentar, berikan vote. Jangan jadi pembaca gelap.
Selamat membaca♡
°°°
Setelah kepulangan kedua orang tua Ardhan, kini pasangan suami istri itu sedang berada di supermarket.
Niatnya ingin belanja bulanan, tadi istrinya itu mengajaknya untuk belanja bulanan karena kebutuhan diapartemen sudah mulai habis. Kebetulan pria itu memiliki waktu, jadi tidak ada salahnya jika menemani sang istri berbelanja.
"Dek," panggil Ardhan.
Kini, panggilan kata 'Dek' sudah Ardhan gunakan lagi untuk memanggil istri kecilnya. Permasalahan yang terjadi didalam rumah tangga mereka berdua sudah benar-benar selesai. Damar, selaku ayahnya memberikannya kesempatan terakhir. Jadi, Ardhan benar-benar menggunakan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya.
"Kalau sampai kamu berbuat konyol lagi, jangan harap kamu bisa melihat Anin dan anakmu lagi. Ingat itu! Meski kamu anak ayah, ayah gak akan sudi untuk mengizinkan putri ayah kembali dengan pria brengsek sepertimu! Camkan itu, Ardhan!" Ucap Damar.
Seketika lamunan Ardhan buyar, ia berusaha untuk mengenyahkan pikiran itu. Memikirkannya saja sudah membuatnya merinding, sampai bulu kuduknya berdiri semua. Ayahnya itu sungguh menyeramkan, bila sedang mengancam seperti itu.
Sekilas juga ia memikirkan omongan sang bunda yang bilang untuk mengadakan syukuran 7 bulanan Anindya. Ia juga pernah berpikiran yang sama, tapi, ia akan membicarakannya nanti bersama sang istri.
Kepala Anindya menoleh kearah kanan. Tepat dibangku kemudi. "Iya, bang?"
"Gimana menurutmu untuk mengadakan syukuran 7 bulananmu, apa kamu setuju?"
Anindya mengerjabkan matanya yang membuat suaminya itu gemas. Ah, rasanya ingin melumat habis bibir pink alami istrinya. Aroma vanila ditubuh istrinya membuatnya menjadi candu. Andai saja mereka berada diapartemen, sudah pasti ia akan menggempur istrinya hingga tidak bisa berjalan.
"Aku ngikut aja. Bagaimana baiknya saja. Tidak apa kalau diadakan kecil-kecilan juga." Jawab Anindya sembari mengelus tangan suaminya yang sedang berada diatas perut buncitnya.
"Hm... oke kalau kamu setuju. Nanti abang atur ya, kamu mau beli apa nanti disana?" Tanya Ardhan yang sekilas menoleh dan mendapati istrinya yang sedang tersenyum.
Lesung pipi disebelah kiri yang begitu dalam membuatnya semakin manis. "Mau belanja bulanan saja, kan?" Tanya balik Anindya.
Tiba-tiba pipinya terasa gatal, Ardhan menggaruknya. "Kita ke mall saja, yuk! Sekalian jalan-jalan," ajak Ardhan.
Kapan lagi ia mengajak jalan bersama istrinya. Hitung-hitung sebagai perminta maafan darinya.
"Yasudah," Anindya mengalah. Bosan juga diapartemen, jadi tidak ada salahnya menerima ajakan suaminya.
"Kamu mau rumah seperti apa, Dek?" Tanya Ardhan.
Sebenarnya Ardhan sedang menyiapkan sesuatu yang akan ia berikan pada Anindya. Mengingat sebentar lagi ada anggota baru yang akan hadir didalam keluarga mereka. Jadi, ia memutuskan untuk merenovasi rumahnya yang dua tahun lalu ia beli. Rumah itu memang sudah ada sebelum ia melamar Anindya. Sebenarnya rumahnya sudah bagus, hanya saja Ardhan mau merombak sedikit bagian dapurnya agar istrinya bisa leluasa untuk masak, mengingat istrinya itu suka sekali memasak. Dan merombak sedikit bagian kamarnya sekaligus kamar anaknya agar menjadi lebih bagus lagi dan tambah besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY [COMPLETED]
SpiritualNote : setelah membaca cerita ini, silahkan ambil sisi baiknya saja! Sekuat apapun menjauh, kalau memang sudah takdir maka akan bertemu kembali. Katanya, ucapan seseorang yang sedang mabuk adalah jawaban terjujur. Begitu juga yang dialami oleh Ardha...