Hargai penulisnya dengan memberi vote dan komentar. Jika tidak ingin berkomentar, berikan vote. Jangan jadi pembaca gelap.
Selamat membaca♡
°°°
Sebagai bentuk perminta maafan dari Ardhan, ia membuat susu hamil untuk istrinya. Meski tidak yakin ini menjadi awal yang baik, ia berusaha untuk menyingkirkan pikiran negatif didalam kepalanya.
Segelas susu coklat yang sedari tadi sudah ia genggam, kini ia sodorkan pada istrinya. "Minum," titah Ardhan.
Dengan pandangan polos ia mengambil segelas susu yang berada digenggaman suaminya. Ia meneguknya hanya setengah, pria itu masih ada dihadapannya. Memperhatikan dirinya yang sedang menenggak segelas susu.
Tiba-tiba suara bariton terdengar jelas saat ia mulai berdecak. "Ck, habiskan!"
Anindya tidak menurut. Ia bahkan memandang hampa gelas yang berisi setengah susu itu. Moodnya memang sedang naik turun. Mungkin dirinya yang kesal, namun tidak bisa diluapkan.
Ardhan mengernyit bingung. Alisnya terangkat satu. "Saya gak nerima gelas yang masih berisi susu, cepat habiskan!" Perintah Ardhan dengan tegas. Rahang tegas itu sudah mulai ditumbuhi bulu-bulu halus yang membuat dirinya terlihat lebih gagah.
"Mual," ucap Anindya. Lalu ia menundukan kepalanya dengan kedua tangan yang sedang memilin ujung dressnya.
Sudah biasa Ardhan mendengar jawaban seperti itu. Mual, entah itu hanya alasan atau memang benar adanya. Ia dibuat jengah dengan tingkah istrinya, bagaimana tidak? Ia mengkhawatirkan anak yang dikandung istrinya. Ardhan harus memastikan bahwa anaknya mendapatkan nutrisi yang cukup.
Ardhan melipat tangannya didepan dada. Tatapannya begitu tajam, ia terus menatap bola mata berwarna hitam itu. Merasa ditatap, akhirnya Anindya menurut. Ia tidak punya waktu untuk bertengkar hanya perkara minum susu.
"Kenapa harus diomelin dulu baru mau habisin susunya," omel Ardhan.
Pria itu memberikan satu sendok bubur penuh. Ya, memang ini bukan buatannya. Tadi pagi ia membelinya, kebetulan didepan apartemen banyak pedagang kaki lima yang biasa berjualan untuk sarapan pagi.
"Buka mulutnya," suruh Ardhan.
Anindya menutup matanya saat merasakan kram diperutnya. Ucapan suaminya pun terdengar samar-samar ditelinganya. Ia mengelusnya pelan, sesekali ada suara ringisan yang keluar dari mulutnya.
"S-sakit," ringis Anindya.
Mendengar rintihan dari mulut istrinya, sontak membuat Ardhan panik. Ia buru-buru menaruh mangkuk berisi bubur itu keatas meja nakas.
Ia mendekati istrinya, "kamu kenapa? Jangan buat saya panik," wajah Ardhan kini sudah terlihat seperti orang ketakutan.
Anindya menatap wajah suaminya. Rasa sakit dari perutnya terasa sekali. "Perutku kram, bang,"
Dengan inisiatif sendiri, Ardhan mencoba untuk mengelus perut istrinya. Sesekali ia menggumamkan sesuatu pada perut istrinya agar anak didalam kandung bisa diajak kerja sama. Tak lama dari itu, Ardhan merasa elusan diatas kepalanya. Ia pun mendongak, ternyata istrinya yang mengelus puncak kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY [COMPLETED]
SpiritueelNote : setelah membaca cerita ini, silahkan ambil sisi baiknya saja! Sekuat apapun menjauh, kalau memang sudah takdir maka akan bertemu kembali. Katanya, ucapan seseorang yang sedang mabuk adalah jawaban terjujur. Begitu juga yang dialami oleh Ardha...