Hargai penulisnya dengan memberi vote dan komentar. Jika tidak ingin berkomentar, berikan vote. Jangan jadi pembaca gelap.
Selamat membaca♡
°°°
Dengan langkah terburu-buru Ardhan membayar ojek tersebut setelah sampai didepan apartemen. Dua lembar uang kertas berwarna merah telah ia berikan pada bapak ojek tersebut, tadinya sempat bapak itu menolak dan dia bilang terlalu banyak. Ardhan hanya menanggapinya dengan gelengan setelah itu berlalu begitu saja.
Langkahnya yang begitu gontai menyusuri lorong apartemen. Saat menaiki lift ia berusaha untuk bersikap biasa saja. Seolah-olah ia tidak tahu tentang kabar ini. Anggap saja ia sedang memberi kejutan untuk sang istri yang sedang menunggu kepulangannya.
Poor Ardhan!
Sesampainya didepan pintu apartemennya. Tidak ada yang menyambutnya saat ia membuka kunci lewat sidik jarinya. Suasananya terlihat hening.
"Sayang... kamu dimana?!" Tanya Ardhan dengan nada yang tergesa-gesa.
Ia berjalan dan mulai membuka pintu kamar kemudian menyusurinya hingga ia tidak menemukan istrinya, bahkan di kamar mandi pun tidak ada.
Saat keluar kamar, pria itu melotot saat menangkap siluet yang membuatnya ikut menghampiri. Betapa terkejut dirinya saat menyaksikan sendiri bahwa wanita yang telah ia cintai sudah terkapar diatas lantai dengan darah yang ada dipahanya.
Baju dres selutut berwarna hijau yang dipakai Anindya ikut ternoda. Darah itu sudah ikut menodai Ardhan juga. Sangat terlihat sekali di baju kemeja milik Ardhan yang berwarna putih. Selain darah disekitar paha istrinya, ada darah ditangannya juga. Pecahan piring tersebut sudah berserakan kemana-mana, keadaan dapur sungguh berantakan sekali.
"Sayang... bangun sayang! Abang sudah pulang!" Ardhan menepuk-nepuk pipi istrinya. Tapi tidak ada tanda-tanda istrinya akan bangun. Tanpa berpikir lama lagi, ia menggendong istrinya ala bridal style menuju parkiran, sebelumnya ia mengambil satu tas besar yang sudah istrinya siapkan dari jauh-jauh hari. Didalamnya sudah lengkap untuk perlengkapan sang ibu dan bayi yang akan dibawa saat melahirkan nanti. Ia juga tidak tahu kenapa membawa tas itu, tapi yang jelas nalurinya yang membuat dirinya membawanya. Diapartemen ini Ardhan memang mempunyai mobil tidak hanya satu, ada dua mobil yang ia taruh diapartemen. Sisa 2 lagi yang ia simpan di rumah barunya. Sengaja memang ia menaruhnya diparkiran, untuk berjaga-jaga dalam keadaan genting seperti ini. Meski sebenarnya ini adalah salah satu keadaan yang Ardhan hindari.
Pria tersebut tidak berhenti untuk merapalkan do'a didalam hati. Ia berserah diri kepada Tuhan. Tidak akan sanggup bila mana ucapan sang istri tadi yang baru ia dengar ditelfon benar terjadi.
Setelah sampai diparkiran, Ardhan melihat Zio dan Leo yang baru saja sampai. Pria itu bernapas lega, temannya datang diwaktu yang tepat.
"Bantu saya, Leo. Antar saya ke rumah sakit sekarang!" Titah Ardhan.
Leo yang baru saja turun dari mobil pun dengan sigap membantu Tuannya yang sedang kesusahan membawa istrinya. "Jauhkan tanganmu! Istriku hanya milikku!" Sontak saja Leo langsung menjauhkan tangannya saat ingin menggapai tubuh milik istri Tuannya.
"M-maaf Tuan. Saya hanya berniat untuk membantu." Ucapnya dengan sopan.
Tidak ada waktu bagi Ardhan. Seluruh waktunya telah direnggut dengan kabar seperti ini. "Cepat! Kita kerumah sakit!" Bentak Ardhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY [COMPLETED]
SpiritualNote : setelah membaca cerita ini, silahkan ambil sisi baiknya saja! Sekuat apapun menjauh, kalau memang sudah takdir maka akan bertemu kembali. Katanya, ucapan seseorang yang sedang mabuk adalah jawaban terjujur. Begitu juga yang dialami oleh Ardha...