Sebelum baca, tinggalkan jejak kalian dengan memberi vote dan komentar.
Selamat membaca♡
°°°
Pukul sebelas malam belum ada tanda-tanda kepulangan suaminya. Anindya memegang ponselnya, siapa tau ada pesan dari sang suami. Namun nihil. Tidak ada satu pun pesan masuk dari sang suami.
"Ya Allah kenapa jam segini belum pulang?"
Diluar sedang hujan deras. Angin diluar begitu dingin, Anindya yang hanya memakai daster bermotif kembang pun ikut kedinginan. Hatinya ketar-ketir saat suaminya tidak mengangkat telfonnya.
Akhirnya Anindya memilih untuk duduk disofa. Ia menyender dibagian sofa dengan kepala yang terus ia pijat. Udara dingin membuatnya sesak, dia tidak bisa kena sedikit asap rokok, udara dingin atau terkadang pikiran stress. Anindya memang punya gangguan pernapasan. Ardhan mungkin belum tau penyakit apa yang di derita sama istrinya itu. Anindya tidak mau merepotkan suaminya, dia tidak mau menjadi beban suaminya. Maka dari itu dia masih menyembunyikannya.
Kedua tangannya dia gosok-gosokan agar menimbulkan rasa hangat. Sedari tadi air hangat yang ada didalam gelas sudah ia minum secara pelan-pelan. "Sakit banget," sambil memegang dadanya yang terasa nyeri. Biasanya kalau dia sedang mengalami sesak begitu selalu ibu dan ayahnya yang menangani. Untuk saat ini dia sendirian.
Anindya selalu membawa alat bantu pernapasannya berupa inhaler. Tapi untuk saat ini dia tidak ingin menggunakan alat itu dulu, saat ini bisa diatasi.
Terdengar suara ketukan pintu, dengan tertatih dia bangkit dari duduknya. Saat membuka pintunya, alangkah terkejutnya saat melihat Ardhan basah kuyup dengan pakaian yang tidak lagi rapi.
Ardhan memang sempat terkejut melihat wajah sang istri yang terlihat pucat tidak seperti biasanya.
Buru-buru Anindya mengambil handuk untuk mengeringkan tubuh suaminya. Rasa sesak didadanya masih dirasakan, tapi dia mencoba untuk memprioritaskan suaminya yang kehujanan.
"Abang... kenapa basah kuyup begini?" Pekiknya dengan kaget.
"Saya lupa membawa payung, jadi sekalian aja. Nunggu hujan lama," Anindya membuka sepatu Ardhan dan lelaki itu mencegahnya. "Tidak perlu seperti itu, saya bisa sendiri," Anindya mengangguk.
Ardhan digiring istrinya untuk duduk di sofa. Dia membuka bajunya dan menaruh bajunya ditempat baju kotor. Sekarang dia hanya bertelanjang dada dengan celana pendek rumahan.
Anindya mengeringkan rambut suaminya dengan handuk kecil. Setelah dipastikan rambutnya sudah tidak basah, dia membuatkan teh hangat untuk suaminya.
Saat membuat teh hangat untuk suaminya dengan menunggu air mendidih, Anindya tidak bisa menahannya lagi rasa sesak didadanya. Cangkir teh yang terjatuh begitu saja membuat Ardhan bangkit dari duduknya. Dia bergegas kearah dapur.
°°°
Matanya membulat saat melihat istrinya yang hampir limbung dan segera mungkin dia menangkap istrinya didalam pelukannya. Sebelumnya dia mematikan kompor dulu, Ardhan langsung membawanya keruang tamu dan menaruhnya di sofa.
Istrinya memegang dadanya dengan napas yang tersengal sengal. Seperti orang yang susah bernapas, "Bang tolong ambilkan inhaler ku dilaci kamar, ya," Ardhan menuruti kemauan istrinya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY [COMPLETED]
SpiritualNote : setelah membaca cerita ini, silahkan ambil sisi baiknya saja! Sekuat apapun menjauh, kalau memang sudah takdir maka akan bertemu kembali. Katanya, ucapan seseorang yang sedang mabuk adalah jawaban terjujur. Begitu juga yang dialami oleh Ardha...