20. Pengakuan

4.2K 197 0
                                    

Finally aku update, yuhuu🎉🎉

Sebagai pembuka dan awal untuk Minggu ini yaw^^

Nah, gimana kangen gak?

Kalau enggak juga,yaudah lah yaa...

Oke, selamat membaca 💞

Jangan lupa vote nya ya sayang sayang ku semua'-'

____________________

"Pa, kau tak bisa begitu. Bagaimanapun, mereka adalah anak-anak kita!" Leylan merasa marah dengan sifat kekanak-kanakan suaminya yang menolak keras untuk bertemu dengan Arthur dan Aubree walau pada kenyataannya ia sangat merindukan keduanya.

Gengsi dan keras kepalanya yang membuat ia menolak mengakui dan mengikuti kata hatinya untuk segera menemui mereka. Bahkan omelan istrinya pun tak lagi ia dengarkan.

"Baiklah, kali ini saja aku akan menemui anak-anak durhaka itu." Kalimat yang keluar dari mulut Andrew hanyalah bagian dari gengsinya saja, karena bagaimanapun, ia sendiri juga sangat merindukan kedua anak kesayangannya itu.

Tibalah Andrew di ruang keluarga rumahnya, dimana sudah ada Arthur, Aubree dan Austin yang duduk disana.

"Hah, ternyata ada dua orang anak durhaka yang datang kemari. Aku pikir seorang tamu penting, tau begini lebih baik aku berdiam diri di kamar saja," ujar Andrew dengan wajah sok marahnya.

Leylan pun hanya menggeleng-geleng saja melihat kelakuan Andrew, padahal ia sudah tau bahwa yang datang adalah dua anaknya itu, berlagak benci dan tak suka itulah yang justru Andrew lakukan.

"Papa ..." Panggil Aubree lirih.

Andrew melirik sekilas, sebagi ganti kata 'ada apa' yang seharusnya ia ucapkan.

"Bagaimana dengan kesehatan papa? Aubree dengar papa jatuh sakit."

"Setidaknya keadaanku jauh lebih baik jika dibandingkan dengan harus berhadapan dengan anak yang sudah mengecewakan ku."

Aubree tertunduk, tak tau harus mengatakan apa dengan ucapan menusuk dari ayahnya, yang sialnya sesuai dengan kenyataan yang ada.

"Maafin Aubree pa."

"Ah sudahlah, bukan maaf darimu yang ingin ku dengar. Sekarang, coba katakan apa tujuan kalian semua berkumpul disini."

"Aku membawa barang untuk papa." Kali ini Arthur yang bersuara.

"Oh, kau masih bisa memanggil ku papa?" Ucap Andrew dengan nada sindirannya.

"Paa!" Tegur Leylan. Hingga sesaat kemudian datanglah tiga orang yang membawa masuk lukisan berukuran besar kehadapan Andrew.

Setelah lukisan itu dibuka, betapa terkejutnya Andrew melihat lukisan yang sedang ia impikan kini berada di hadapannya. Namun hanya sesaat sebelum akhirnya Andrew mengembalikan muka datarnya seperti sedia kala.

"Oh, apakah ini bentuk penyuapan? Kau pikir dengan ini aku akan memaafkan mu? Huh, lagipula aku tak berminat dengan lukisan seperti ini."

"Pa, bukankah kau yang saat itu bersikeras ingin aku pergi ke pelelangan demi mendapatkan lukisan ini? Aku yakin, aku masih ingat dengan baik bagaimana kau merengek saat itu karena lukisan ini tak termasuk dalam daftar pelelangan," ujar Austin.

Baik. Kali ini Andrew kalah. Ia hanya dapat terdiam mendengar putranya itu mengatakan hal yang sebenarnya. Hilanglah sudah setingkat harga diri Andrew yang sudah ia pertahankan sejak tadi untuk berhadapan dengan Aubree dan Arthur.

Daddy's [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang