"Mommy, aku serius, aku tidak keberatan jika ada adik lagi. Bahkan kami sangat menginginkannya, iya kan, Arsen, Aidan?" Ucap Airel bersemangat.
"See? Anak-anak juga mendukung ku."
"Hey kalian ini, sudahlah! Dengan kita berlima saja mommy sudah sangat bahagia."
"Tapi aku ingin adik perempuan mom, aku ingin punya saudara perempuan yang bisa menjadi teman ceritaku nanti."
"Hah kau ini, kelakuan mu saja masih seperti anak kecil, bagaimana kau akan menjaganya nanti jika kau punya adik."
"Aish, Daddy ayo bujuk mommy... Aku ingin adik," mohon Airel dengan puppy eyes nya menatap Arthur.
"Tenang saja, Daddy akan membujuk mommy untuk membuatnya nanti."
Percakapan di ruang televisi itu dilanjutkan dengan gembira diikuti gelak tawa dari seluruh anggota keluarga.
Arsen tersenyum, tiba-tiba saja ia teringat apa yang dikatakan oleh Karin tempo hari. Sungguh perkataan yang sangat konyol.
Tentu saja semua yang dikatakan olehnya itu hanya omong kosong belaka. Benar kan, itu hanya omong kosong? Atau ... Memang sesuai dengan fakta yang ada?
Arsen mencoba menepis semua pemikiran buruknya. Ia yakin Daddy dan mommy nya bukan orang seperti itu. Dan kalaupun semua itu memang benar... Arsen akan mencoba untuk menerima semuanya.
Tapi, bisakah ia benar-benar menerima semuanya?
Pada saat sekarang ini, Arsen justru lebih berharap bahwa dia hanyalah anak angkat saja. Dengan begitu semua kegelisahannya sekarang tidak akan pernah ia rasakan.
"Arsen apa yang terjadi dengan mu?" Tanya Aidan.
Semua orang telah kembali ke kamarnya masing-masing, namun Aidan berhenti di depan kamar Arsen untuk menghilangkan rasa penasarannya terhadap tingkah Arsen yang aneh belakangan ini.
"Aidan, mengapa kau disini? Dan lagi, apa maksud pertanyaan mu itu?"
"Iya, ada apa denganmu? Kau tidak seperti biasanya."
"Aku baik-baik saja, tidak ada yang salah denganku."
"Heh, kau tidak bisa bohong dariku."
"Tapi aku benar baik-baik saja, sungguh!"
"Apa ini tentang kejadian di hari itu? Kau dan Airel..."
"Aidan, itu salahku. Aku benar-benar minta maaf."
"Minta maaf untuk apa? Karena kau menciumnya? Atau karena-,"
"Karena aku menyukainya."
"Kau tidak benar-benar menyukainya Arsen."
"Aidan, aku mengerti jika kau marah karena aku mencium saudarimu, tapi kau tidak berhak meragukan perasaan ku!"
"Dia saudarimu juga, sialan."
"Saudari? Heh, aku hanya anak pungut disini. Jadi, Kau tidak perlu mengasihani ku dan menganggap ku sebagai adikmu!"
"Kau juga... Argh! Sialan! Bagaimana kau bisa berpikir seperti itu ha?! Logika saja, apa mommy dan daddy akan memberikan banyak perhatian mereka padamu jika kau bukan anak kandung mereka? Apa kau tidak bisa memahami hanya dengan melihat kasih sayang mereka?!!"
"Aidan, kau tidak tau apapun. Dari kecil aku sudah hidup dengan fakta bahwa aku adalah anak adopsi keluarga Gibsen. Terlebih setelah kehadiran mu dan Airel yang tidak pernah ku sangka ternyata adalah anak kandung Daddy. Aku bisa mengerti dan sadar diri dengan semua hal itu."
"Sialan, ternyata kau masih tidak mengerti juga."
"Kau mau aku mengerti tentang apa? Tentang kau yang adalah anak sulung yang akan menjadi calon pewaris keluarga Gibsen? Tentang kau yang menjadi kesayangan Gennady? Tentang kau begitu dewasa, pintar, dan sempurna Dimata semua orang? Tentang kau yang menjadi idaman dan panutan?"
"ARSEN, CUKUP!"
"APA?! Faktanya semua itu masih belum cukup untuk menggambarkan betapa indah nya kehidupan mu Aidan. Hanya karena aku menyukai Airel, kau ingin aku menganggap diriku adalah anak kandung dan melupakan perasaanku padanya?"
"Setidaknya aku tau, kau tidak begitu sempurna untuk satu hal. Kau, brengsek!" Sambung Arsen lagi.
"SIALAN!"
"HEY! Apa semua ini?" Seseorang menghentikan tangan Aidan yang sebentar lagi akan mendarat di pipi Arsen.
Tonjokan itu belum sempat di layangkan, membuat keduanya membeku melihat kehadiran sang Daddy dengan wajah yang sudah merah padam.
☃️☃️☃️☃️
"Bree, bagaimana? Tidak mungkin kau akan menolak permintaan anak-anak kan?" Goda Arthur pada istrinya.
"Ish kau ini! Semua itu hanya akal-akalan mu saja kan, pada dasarnya kau hanya ingin membuatnya." Aubree memukul pelan dada Arthur, menanggapi godaan dari sang suami.
Samar-samar, keduanya mendengar suara keributan dari arah luar kamarnya. Tidak jelas apa yang sedang dibicarakan, hanya saja suara suara percakapan itu cukup mengusik mereka.
"Apa itu anak-anak? Apa yang mereka ributkan?"
"Sebentar, biar ku lihat."
"Ya, lihatlah. Jangan terlalu memarahi mereka." Arthur menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
Ya, Arthur memang sudah mengatakan tidak akan memarahi mereka, tapi apa yang terlihat di mata nya saat ini bukanlah sesuatu yang bisa dilewatkan tanpa kemarahannya.
Kedua putranya sedang bertengkar dan hampir saja saling memukul. Apa Arthur bisa diam saja melihat hal seperti ini?
"HEY! Apa semua ini?"
☃️☃️☃️☃️☃️
Suka gak?
See you on next chapter 💋

KAMU SEDANG MEMBACA
Daddy's [END]
RomansaF O L L O W S E B E L U M M E M B A C A ! ! "Bagaimana sekolahnya?" "Seru mom. Teman-temannya baik," ujar Airel menjawab pertanyaan Aubree. "Iya mom, untuk hari ini belum ada yang mengejek kami seperti biasanya." Aidan menimpali. Aubree tertegun...