"kau mau kemana?" Tanya Aidan pada Airel setelah mereka naik ke lantai dua.
"Kan aku sudah bilang, aku mau menyusul Arsen!"
"Tidak boleh."
"Aidan, cukup ya! Aku capek diatur-atur terus olehmu. Aku tau apa yang aku dan Arsen lakukan itu salah, tapi kau tidak berhak mengatur kami bahkan menjadikannya sebagai ancaman buat kami. Mulai sekarang, aku tidak akan mendengarkan mu lagi. Terserah jika kau ingin memberitahu mommy dan daddy, aku tidak peduli!"
Aidan hanya memandangi punggung Airel yang perlahan mulai menjauh. Ia sadar bahwa dirinya terlalu keras pada mereka berdua. Namun ia tidak tahu harus melakukan apa lagi untuk mencegah perasaan keduanya agar tidak tumbuh semakin besar.
Airel mencari keberadaan Arsen. Ia tidak ada di kamarnya. Bahkan seluruh ruangan di lantai dua sudah Airel jelajahi, namun hasilnya nihil. Masih belum terlihat olehnya dimana keberadaan Arsen.
Dan kemudian Airel mengingat sesuatu. Tempat dimana ia dan Arsen pernah menghabiskan waktu bersama. Ya, Arsen akan selalu kesana jika pikirannya sedang kacau.
Segera Airel berlari menuju loteng. Ia tau apa yang terjadi di ruang tamu tadi cukup melukai Arsen. Untuk itu Airel ingin menyusulnya, berharap dirinya bisa sedikit menenangkan Arsen dan membuatnya melupakan kesedihan itu.
Setibanya Airel di depan pintu loteng, ia tersenyum saat mendapati pintu itu terbuka. Artinya Arsen benar-benar ada disana.
"Arsen..." Lirih Airel.
"Eh, hai Airel." Ucap Arsen kala menyadari kehadiran kakaknya. Ya, bukankah Airel lebih tua beberapa menit darinya?
"Kau, tidak apa-apa?" Tanya Airel setelah mendudukkan dirinya di samping Arsen.
Meski tidak seindah di malam hari, pemandangan saat ini juga sangat menyegarkan mata. Dengan langit biru dihiasi awan putih cerah membuat siapapun yang melihatnya ikut merasakan kehangatan sinar matahari yang terpancar.
"Ya, aku baik-baik saja." Jawab Arsen masih memandangi langit dihadapannya.
"Aku tidak mengerti mengapa Grandpa seperti itu padamu. Menurut ku kau tak perlu terlalu memikirkannya, karena bagaimanapun masih ada Mommy, Daddy, Aidan, dan tentunya aku yang akan sangat menyayangi mu." Arsen hanya tersenyum mendengar hal itu.
"Sepertinya aku harus pergi." Ujar Arsen setelah beberapa saat terjadi keheningan.
"Hah, maksudmu?"
"Ya, aku ingin pergi dari kota ini. Aku berpikir tentang bagaimana jika aku tinggal dan melanjutkan hidupku di luar negeri. Bukankah itu terdengar menyenangkan?" Tidak ada jawaban.
Arsen menoleh ke arah Airel karena tak kunjung mendapatkan respon apapun dari lawan bicaranya. Namun yang terlihat olehnya adalah Airel yang sedang memandanginya dengan mata berkaca-kaca.
"Tidak, tidak boleh..." Lirih Airel sembari menggelengkan kepalanya sebelum akhirnya tangisannya pecah begitu saja.
Arsen segera memeluk tubuh yang berada dihadapannya itu. Merasa bersalah karena sudah mengatakan sesuatu yang membuatnya bersedih.
"Maafkan aku..." Hanya dua kata itu yang keluar dari mulut Arsen dengan masih mendekap tubuh Airel dengan cukup lama.
☃️☃️☃️☃️☃️
"Arsen, apa yang kau bicarakan?" Aubree cukup terkejut dengan kalimat Arsen yang meminta izin untuk melanjutkan sekolahnya ke luar negeri.
Saat ini mereka tengah berada di ruang makan, melangsungkan makan malam bersama. Andrew dan Leylan juga masih ada disana.
"Arsen maafkan Grandpa. Jika ini semua karena apa yang Grandpa lakukan—"

KAMU SEDANG MEMBACA
Daddy's [END]
RomansaF O L L O W S E B E L U M M E M B A C A ! ! "Bagaimana sekolahnya?" "Seru mom. Teman-temannya baik," ujar Airel menjawab pertanyaan Aubree. "Iya mom, untuk hari ini belum ada yang mengejek kami seperti biasanya." Aidan menimpali. Aubree tertegun...