42. Ketahuan [Special Part]

2.4K 80 11
                                    

Melihat Arsen yang juga beranjak pergi menemui Airel dan Aidan, Arthur berniat untuk menyusul dan melihat bagaimana keadaannya serta menanyakan alasan dari perilaku tidak sopan nya tadi. Menyisakan Aubree dan Michelle yang berada di ruang keluarga sembari membicarakan tentang banyak hal.

"Ku harap rindu yang kalian maksud adalah kerinduan yang dirasakan antar saudara setelah berpisah cukup lama." Samar-samar Arthur mendengar percakapan dari arah kamar putrinya.

"Apa? Benarkan yang ku katakan? Aku sudah membuatmu dan Airel berpisah, Arsen. Namun aku lupa, bahwa yang mempunyai perasaan itu bukan hanya kau saja, tapi Airel juga." Suara Aidan yang terdengar membuat Arthur cukup terkejut ketika ia sudah berada tepat di depan pintu.

"Apa maksudnya ini? Kau yang membuat Arsen dan Airel berpisah? Perasaan apa? Apa yang kau bicarakan Aidan?" Ujar Arthur penuh tanya dengan situasi yang sama sekali tidak bisa ia pahami.

"Daddy?"

"Jelaskan padaku apa yang sedang kalian bicarakan sekarang."

"Dad, kami..." Arsen bingung harus mengatakan apa, sementara Airel sudah gemetar ketakutan dibalik punggung Arsen.

"Maafkan Aidan dad, akan tetapi karena Aidan lah Arsen membuat keputusan untuk mengambil sekolah di luar negeri."

"Mengapa?"

Arsen dan Airel hanya diam dengan tangan yang saling berpegang erat, menguatkan satu sama lain untuk menghadapi kemarahan besar Arthur setelah ini.

"Aidan hanya ingin Airel dan Arsen terpisahkan."

"Jelaskan dengan rinci, Aidan Gibsen. Apa alasanmu!"

"Daddy... Maaf... Hiks" Airel berlutut di lantai. Ia tidak akan melimpahkan kemarahan Daddy nya pada sang kakak, itulah mengapa ia memilih untuk menjelaskannya sendiri.

"Airel, bangunlah kau tidak perlu sampai seperti ini, itu semua bukan salahmu." Ujar Arsen dan memindahkan Airel untuk duduk di kasurnya.

"Maafkan aku dad, aku yakin Daddy masih mengingat hari dimana tentang aku yang baru mengetahui fakta bahwa aku adalah anak kandung Daddy and mommy. Dan dalam jangka waktu itu, aku mempunyai perasaan terhadap Airel. Ya, perasaan yang tidak pantas antara kakak dan adiknya."

Arthur dibuat tertegun dengan apa yang diucapkan Arsen. Matanya membulat, mukanya merah padam, tangannya terkepal, dadanya naik turun menahan emosi.

"Hiks, maaf dad, hiks, maaf... Airel juga tidak hiks, tau kenapa hiks, Airel bisa hiks, mempunyai hiks, perasaan hiks...." Tangisan Airel semakin pecah dan Aidan berusaha menenangkannya dengan membawa Airel ke dalam dekapannya.

"Apa maksudnya ini? Kalian... Argh!!" Teriak Arthur mengacak rambutnya frustasi dan menendang pintu yang berada di sampingnya.

Mendengar keributan itu, Aubree tidak diam saja. Ia yakin telah terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan. Merasa tidak enak pada Michelle yang masih berada di rumah, Aubree pun memesankan taksi untuk mengantarnya pulang.

Ketika Aubree menyusul ke lantai atas, keadaannya sudah sangat mencekam dengan Arthur yang berdiri dihadapan anak-anaknya dalam keadaan emosi seakan siap meledak kapan saja.

Melihat anak perempuannya menangis, Aubree segera mendekatinya. "Arthur ada apa ini, Apa yang kau lakukan? Ku rasa apa yang dia lakukan tadi tidak cukup sepadan hingga membuatnya sampai seperti ini."

"Bree, ini bukan soal tadi! Kau bahkan tidak tau apa-apa tentang anak-anak mu, sebenarnya apa saja yang kau lakukan?" Ujar Arthur dengan cukup membentak membuat Aubree kaget karena belum pernah diperlakukan seperti itu oleh Arthur sebelumnya.

"Ini bukan salah Mommy dad, daddy tidak boleh memarahi mommy seperti itu, hiks..." Ujar Airel dengan tangisan yang semakin pecah. Airel tidak bisa melihat Arthur meninggikan nada bicara pada mommy nya.

"Aku tidak tau apa-apa tentang anak ku? Maksudmu aku adalah seorang ibu yang tidak becus? Kau menanyakan apa saja yang ku lakukan? Bukankah itu seharusnya yang kau tanyakan pada dirimu?" Sentak Aubree dengan cukup emosi.

"JIKA KAU LEBIH MEMPERHATIKAN MEREKA, HAL SEPERTI INI TIDAK AKAN TERJADI!"

"DADDY!" Kedua anak laki-laki yang melihat ibunya menangis tidak dapat tinggal diam. Suara Arthur semakin tinggi membuat Aubree mau tidak mau mengeluarkan air matanya.

"Maaf Bree, maaf... Aku tidak bermaksud untuk membentak mu. Maafkan aku sayang..." Arthur mendekati Aubree, menyetarakan tinggi mereka, mengelus wajahnya, memeluk serta menciumi kepalanya. Ia benar-benar merasa bersalah.

"Jelaskan padaku apa yang terjadi hingga membuatku menjadi ibu yang tidak berguna, hiks"

☃️☃️☃️☃️

Hari ini Arsen meminta bantuan ku. Aku tidak tau persis apa alasannya, yang jelas ia ingin aku berpura-pura menjadi kekasihnya saat bertemu dengan keluarganya nanti.

Sialan, padahal aku benar-benar ingin menjadi kekasihnya, mengapa ia hanya memintaku untuk berpura-pura sih?

Aku dan Arsen, kami berteman. Sejak ia datang ke kota ini dan tidak mempunyai siapapun, aku memilih untuk menjadi temannya.

Melihat dirinya yang awalnya pendiam dan tidak banyak bergaul membuatku tertarik. Dengan aku yang menjadi temannya aku tidak perlu bergaul dengan banyak orang lagi. Yang ku butuhkan hanya seorang teman.

Namun lama kelamaan, Arsen justru semakin bisa beradaptasi dengan sekolah kami, yang terkadang meninggalkan ku seorang diri tanpa teman lainnya. Membuatku menyesal karena sudah menjadikannya satu-satu nya temanku.

Hari yang Arsen katakan tiba, hari dimana kami akan bertemu dengan keluarganya dan aku yang akan menjadi "kekasihnya". Pada awalnya semua berjalan baik-baik saja, meski aku cukup terkejut mengetahui fakta bahwa Arsen mempunyai 2 orang kembaran.

Setelah beberapa waktu aku tersadar, kembaran perempuan Arsen menatap risih dan tidak suka padaku. Apa yang salah denganku? Penampilan ku? Wajahku? Begitu pikirku.

Hingga akhirnya ia mengeluarkan kalimat sarkas dan meninggalkan meja makan. Ah padahal aku hanya ingin berpura-pura menjadi gadis ramah dan ceria dalam peran "kekasih Arsen" ini.

Dan ketika aku sedang bersama ibu Arsen di ruang keluarga, suara bantingan pintu mengejutkanku. Apa yang terjadi di atas sana? Bukankah ayah Arsen baru saja naik kesana? Ada Arsen juga kan bersama dengan dua orang kembarannya?

Mungkin ini bukan urusanku, dan sebaiknya aku pergi dari sini. Untunglah ibunya Arsen segera menawarkan untuk memesankan ku taksi, sehingga aku tidak akan terlalu ikut campur dengan urusan keluarga ini.

Daddy's [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang