—AU, modern setting.
***
"But he's barely 6, Ten ah"
Ten memutar bola matanya. Malas memulai perdebatan. Ia ingin istirahat. Lelah mendampingi latihan anaknya—Yangyang—yang minggu lalu baru ulang tahun ke-6.
"Lalu masalahnya apa? Yangyang sendiri yang suka latihan, Taeyong. Bangun tidur saja yang ia cari malah biola, bukan sarapan" ucap Ten sambil melepaskan satu persatu kancing kemejanya.
Taeyong duduk di sisi ranjang, menatap Ten lelah.
"Anak seumurannya harusnya lebih banyak menghabiskan waktu bermain, Ten. Mencari teman, bersosialisasi, bersiap karena sebentar lagi dia mulai masuk sekolah. Bukan latihan intensif macam orang dewasa yang akan ikut kompetisi"
"Aku tidak memaksanya, Taeyong"
"Tapi kamu membentuknya jadi seperti itu, Sayang" sanggah Taeyong lembut.
"He got perfect pitch too, Taeyong. Tidak semua orang dikaruniai hal agung begitu. Jangan menyia-nyiakan bakatnya"
"You want Yangyang to be another version of you?" tambah Taeyong lagi.
Ten menghentikan gerak tangannya yang tengah mengancingkan piyama.
"You mean, I am a bad figure or what?" tanyanya tajam.
Taeyong mendecak pelan sedikit tidak enak.
"I'm sorry, aku salah. Aku tidak seharusnya bilang begitu. Yang aku maksud, Sayang ..." Taeyong berdiri, menghampiri Ten yang masih menatapnya sedikit terluka,
"... dulu kamu bilang kalau kamu menyesal karena tidak bisa menikmati masa kanak-kanak lebih lama karena orangtuamu yang sibuk mendaftarkanmu les ini itu, kamu hanya punya sedikit memori masa kecil karena yang kamu ingat cuma hari-hari latihan ..."
Tatapan tajam Ten mulai melembut.
"... aku masih ingat ekspresi kamu waktu cerita hal itu. Kamu terlihat sedih, tapi berusaha menerimanya because however, we can't turn back time, right? ..." Taeyong meraih tangan suaminya, dikecupnya jari-jari Ten lembut.
"... coba tanya Yangyang sesekali, apa dia mau bermain-main di taman? istirahat, bermain dengan mainannya atau bertemu anak-anak seusianya, punya teman dan bermain bersama mereka? ..."
"... dia tidak pernah bicara bukan berarti dia tidak mau, Ten ah" tutup Taeyong masih sambil memegangi tangan Ten erat.
Ten memejamkan matanya sejenak. Taeyong lalu meraih tubuhnya, memeluk tubuh Ten, menyandarkan kepala itu pada bahunya.
"Aku bukannya ingin Yangyang berhenti latihan, Sayang. Bukan. Aku hanya ingin anak kita juga merasakan apa yang anak-anak lain rasakan. Punya teman, bermain bersama, menangis karena berkelahi atau karena jatuh saat berlarian dan bukan karena latihan yang tidak ada progressnya. We can re-arrange all of his schedule. Kita juga bisa memilih acara apa yang bisa Yangyang ikuti. With me, us, together, jangan kamu sendirian. Libatkan aku juga" ucap Taeyong lembut, mengelus punggung Ten sayang.
"I'm sorry" ucap Ten akhirnya. Taeyong tersenyum tipis.
"No, jangan bilang sama aku. Bilang sama Yangyang nanti"
"Aku juga sadar kalau aku kurang andil sama tumbuh kembang anak kita. Aku masih sering lebih memilih kerjaan ketimbang pulang tepat waktu. Aku minta maaf sama kamu, dan nanti kita juga sama-sama minta maaf sama Yangyang" tambah Taeyong lagi, mencium kening Ten pelan.
"I love you, Sayang. Kita belajar jadi orangtua sama-sama, ya?" ucap Taeyong seraya mengelus lengan Ten lembut. Tersenyum saat Ten mengangguk sambil membalas pelukannya.
end.
perfect pitch: kemampuan untuk mengenal suatu nada dengan namanya tanpa bantuan suatu nada rujukan, atau kemampuan menghasilkan suatu nada dengan tinggi nada benar tanpa bantuan nada rujukan. simply, kalo denger suara geter nih, dia tau itu nadanya a b c e atau apa wkwkw
yang bisa main biola tuh Yangyang kan??? wkwkwkw😂
KAMU SEDANG MEMBACA
[end] Cermin (TAETEN)
Fanfiction[Bahasa] Abbreviation from Cerita Mini (Cermin) Shorter than short story, maybe (drabble) "Aku cinta sekali ..." "Hanya sekali?" "Sekali untuk seumur hidup, sama kamu" _____________ ©️ photo by Cottonbro - Pexels. ◼️ Boyslove ◼️ Taeyong top, Ten bot...