◆ Chapter 25 ✔

4.6K 557 355
                                    

Riak riuh dari jutaan rintik yang diturunkan langit malam membuat Yoongi gelisah. Ia berdiri di hadapan jendela besar yang menghadap langsung ke halaman depan rumahnya dengan mata yang menyorot kosong.

Tanpa ia sadari, ibu jari pucatnya telah tenggelam di dalam bibirnya. Rahangnya bergerak pelan dan ia mengoyak kuku jarinya.

Berkali-kali Yoongi melirik jam bergaya klasik yang terpajang dengan megah di ruang tengah. Menunjukkan waktu sudah begitu larut, tetapi  sang penguasa hati tak kunjung datang.

Saat deruan mobil terdengar di sela suara hujan, Yoongi menghela napas lega. Matanya bergerak cepat mengikuti gerakan mobil yang memutari air mancur dan akhirnya berhenti tepat di depan teras rumah.

Taehyung keluar dari kursi kemudi terlebih dahulu. Ia bergerak cepat untuk memutari mobil dan membukakan pintu untuk Jimin.

Keduanya basah kuyup. Entah apa yang membuat mereka memutuskan untuk bermain hujan hingga selarut itu. Yoongi sungguh tak ingin mmemikirkannya

Jimin nampak menggigil, tetapi senyuman senantiasa terpatri di bibirnya. Jimin-nya selalu cantik, tapi kali ini Yoongi tak suka senyuman yang tercipta bukan karena dirinya, juga bukan untuk dirinya itu.

“Dia terlihat senang,” gumam Yoongi. Iris kelamnya menyipit, menatap tak suka saat Taehyung meraih tangan mungil kesayangannya. Mengusapnya lembut sambil meniupnya dengan pelan.

Semua perlakuan manis Taehyung kepada Jimin sontak membuat kedua kakinya melangkah cepat menuju teras untuk menghampiri keduanya.

“Maaf karena naik bis kita jadi kehujanan saat menuju mobil,” ucap Taehyung sambil menggosok tangan Jimin.

“Tak apa. Aku jadi tahu rasanya naik bis,” jawab Jimin.

Memang apa hebatnya berdesakan di dalam bis? Yoongi tak habis pikir, begitu geram mendengar percakapan yang menurutnya sangat tidak penting itu.

Dua pasang tangan itu masih saling mendekap.  Bergesekan, berbagi kehangatan di depan sepasang iris kelam milik Yoongi yang tak mereka sadari kehadirannya.

Kalau saja tatapan mata bisa membunuh, maka bisa dipastikan sekarang Taehyung mungkin tak lagi bernyawa.

Marah. Tentu saja Yoongi sangat marah. Tapi ia akan menahannya untuk saat ini. Sudah cukup mereka mengalami hal yang begitu pelik. Yoongi tak ingin membuat keributan lagi.

Tidak dalam keadaan seperti sekarang. Yoongi tidak ingin memperkeruh suasana dengan rasa yang Yoongi benci untuk ia akui memang benar sedang ia rasakan.

Cemburu.

Menarik napas dalam-dalam, Yoongi berusaha meredam amarahnya. Ia menghampiri keduanya. Tanpa mengatakan apa pun, ia merebut tangan Jimin dari Taehyung dan mendekap erat si manis.

“Y-Yoongi...” lirih Jimin nyaris tanpa suara saat merasakan pelukan Yoongi yang begitu erat.  Hangat, tapi terasa membekukan di saat bersamaan. Jimin tidak mengerti arti pelukan itu. Namun ia tahu, Yoongi tidaklah dalam keadaan baik-baik saja saat ini.

Taehyung membisu. Ia kehilangan lisannya saat tangan mungil itu di rebut oleh pemiliknya. Ia menengadah menatap mata Yoongi dan menangkap amarah yang tersirat di dalamnya.

Yoongi mengurai pelukannya. Menangkup kedua pipi Jimin dan lantas mengecup keningnya. Membuat Taehyung membuang muka, enggan melihat kemesraan keduanya.

“Pergi mandi dan ganti pakaian. Kau sudah makan malam? Mau ku suruh pelayan menyiapkan daging panggang kesukaanmu?” tanya Yoongi.

Jimin segera mengangkat kedua sudut bibirnya. Matanya mengerling senang saat mengingat dia baru saja mencicipi makanan enak selain daging hari ini. “Aku makan ramen instan tadi. Taehyung yang mentraktirnya. Aku baru tahu jika rasanya tak kalah enak. Aku makan banyak sekali, jadi tidak mau daging lagi,” pekik Jimin dengan riang.

Sweet Temptation | YOONMIN • ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang