YOONMIN - Dark Romance
______________________________
Ketika takdir mengungkapkan dendam melalui sebuah kisah cinta yang rumit. Potongan puzzel yang begitu berantakan, satu per satu mulai tersusun di dalamnya. Mengungkap kebenaran, mengguncang hati...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
•
•
•
•
•
Kelopak terpejam yang dihiasi bulu mata lentik itu masih saja tertutup rapat, menyembunyikan manik sekelam malam yang sering kali menatap dingin sepanjang waktu.
Pemuda yang terbaring lemah itu nampak tenang dengan napas yang begitu teratur dalam lelapnya. Begitu damai dalam rengkuhan bunga tidur yang begitu indah dan hangat. Tangan pucatnya yang di hiasi selang infus digenggam erat oleh sebuah tangan yang lebih mungil. Di usap lembut sambil sesekali di kecupi. Seolah itu akan membuat mata terpejam itu kembali terbuka.
Jimin menatap wajah rupawan itu dalam diam. Menunggu kesadaran yang terkasih dengan sabar.
Detik terus berlalu, menit terus berganti. Satu jam, dua jam ... ah, sudah hampir tiga jam si manis masih berdiam dalam posisi yang sama. Hingga tangan pucat dalam genggamannya membuat sebuah pergerakan kecil yang begitu lemah. Membuat Jimin beranjak dan mematai wajah yang terkasih dengan penuh harap.
Kelopak mata yang tadinya tenang mulai menunjukkan sebuah pergerakan, memperlihatkan kegelisahan dengan kerutan samar di dahi putih itu.
Jimin terus menatapnya tanpa berkedip. Mata indahnya berkaca-kaca, menanti dengan sebuah kecemasan. Lantas menghela napas yang begitu lega saat kelopak itu akhirnya terangkat perlahan, memperlihatkan iris yang begitu Jimin rindukan.
"Ah ... syukurlah. Terima kasih, sayang. Terima kasih," lirih Jimin dengan suara pelan penuh dengan kelegaan, juga beberapa tetes air mata yang mengalir membasahi pipi.
Jimin buru-buru menghapus air matanya. Memberi sebuah senyuman hangat untuk Yoongi sembari mengusap surai hitam pekat itu. "Tunggu sebentar, hum? Aku akan panggil papa untuk memeriksamu," bisiknya.
Jimin hendak beranjak, tetapi tangan yang masih bertaut tak memberinya izin untuk pergi.
"Jiminie..." panggil Yoongi. Suaranya begitu serak, rasa sakit di tenggorokan membuatnya tak mampu bicara dengan jelas.
"Iya sayang, aku di sini," jawab Jimin. Ia kembali menunduk sembari mengusap tangan Yoongi yang menggenggamnya dengan begitu erat.
"Kau baik-baik saja, bukan?" tanya Yoongi dengan suara parau, tetapi masih cukup jelas untuk Jimin dengar.
Air mata Jimin kembali menetes mendengarnya. Bagaimana bisa Yoongi masih memikirkannya dengan kondisi seperti itu. Seharusnya Jimin lah yang mempertanyakan keadaan pria pucat yang telah menghadang peluru untuknya itu.
"Berkat dirimu, aku sekarang baik-baik saja," jawab Jimin.
Ada sebuah kelegaan yang begitu jelas tersirat di wajah pucat Yoongi. Kedua sudut bibir tipisnya yang memucat terangkat membentuk senyuman hangat.