-O2:35 AM.
Riak riuh dari suara hujan sudah tak lagi terdengar dari luar sana. Langit telah menghentikan tangisannya. Menyisakan malam panjang yang begitu hening dan dingin.
Dalam keheningan itu Kim Taehyung masih terjaga. Ditemani oleh cahaya redup lampu baca yang ada di atas mejanya. Pemuda tampan itu duduk termenung di hadapan laptop menyala yang menampilkan foto mendiang orang tuanya. Tak menyadari seseorang telah mengendap masuk ke dalam kamarnya dan berdiri tepat di belakangnya.
Kedua iris cokelat itu menatap sendu apa yang dilihat Taehyung. Lalu matanya bergulir ke arah kertas usang yang nampak lusuh teronggok di sebelah laptop milik Taehyung. Jimin mengenali kertas usang itu.
Surat wasiat milik Tuan Kim.
Menit demi menit berlalu, Jimin hanya diam sambil memandangi bahu bergetar Taehyung. Hingga sebuah isakan lolos dan air mata pemuda itu kembali berlinang. Membuat Jimin ikut merasakan kepedihan yang sama.
"Sudah aku katakan, jangan menangis sendirian. Saat tidak ada yang memelukmu, rasanya akan sangat menyakitkan," ucap Jimin dengan suara parau.
Taehyung terkesiap mendengar suara serak nan lembut itu. Tangannya bergerak refleks untuk menutup laptop dan menghapus air matanya.
Dengan begitu terburu pria tampan itu berdiri dan berbalik menghadap pemilik suara. Namun karena tergesa, kakinya justru menyandung kursi, hingga ia terhuyung, menarik Jimin dan jatuh bersama di atas kursi empuk itu dengan posisi berpangkuan.
Mereka saling menatap dalam diam. Sampai akhirnya Jimin bergerak dan menghapus sisa air mata di pipi Taehyung.
"Tck ... cengeng sekali," gumam Jimin sambil merengkuh tubuh Taehyung. Memeluknya lembut dan menepuk-nepuk punggungnya.
Nyaman sekali. Taehyung menarik napas dalam-dalam membalas pelukan itu. Membenamkan wajahnya di pundak si manis.
"Kenapa kau bisa ada di sini?" tanya Taehyung dengan suara parau yang teredam oleh bahu Jimin.
Jimin mengurai pelukannya. Ia tersenyum tipis dan menunjuk kotak obat yang sempat ia letakkan di atas ranjang Taehyung. "Ayo kita obati luka-lukamu."
"Eh?" Taehyung hanya mengedip polos, merasa tidak ada yang perlu ia obati selain luka hatinya. Dan obat untuk hatinya tidak ada dalam kotak itu.
Jimin kembali berdecak, ia bangkit dari pangkuan Taehyung lantas menarik pemuda itu untuk diajak duduk bersisian di atas ranjang.
"Naikkan tanganmu," ucap Jimin. Dan bagai tersihir Taehyung mengikuti perintah si manis yang datang dengan jubah tidur tipis yang menenggelamkan tubuh mungilnya itu.
Dengan sekali tarikan Jimin melepaskan kaos yang di gunakan Taehyung. Lantas memeriksa sekujur tubuh pemuda itu. "Hum, di punggungmu hanya ada memar. Itu hanya membutuhkan salep. Tapi di bagian dada ada luka gores, jadi harus di bersihkan dengan alkohol," jelas Jimin.
Pemuda manis itu segera membongkar kotak obatnya, mengambil kapas dan membasahinya dengan alkohol.
"Akan lebih mudah jika kau rebahan," ucap Jimin sambil mendorong dahi Taehyung dengan telunjuk mungilnya.
Sungguh, itu hanya dorongan kecil. Tapi Taehyung terjatuh dengan mudah ke atas ranjang empuk di belakangnya.
Jimin menarik napas dalam. Ia tatap tubuh Taehyung dan menyapukan tangannya di atas dada bidang Taehyung.
"Hentikan itu kalau kau tak ingin aku makan di sini, anak manis," lirih Taehyung dengan suara tertahan dan napas tercekat.
"Oh? A-aa .... maafkan aku," canggung Jimin. Tentu saja ia bisa menangkap apa maksud ucapan Taehyung itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Temptation | YOONMIN • END
FanfictionYOONMIN - Dark Romance ______________________________ Ketika takdir mengungkapkan dendam melalui sebuah kisah cinta yang rumit. Potongan puzzel yang begitu berantakan, satu per satu mulai tersusun di dalamnya. Mengungkap kebenaran, mengguncang hati...