◆Chapter 45 ✔

6.2K 611 237
                                        

Tidur panjangnya telah usai. Kesayangan mereka telah terbangun. Menghadirkan haru dan rasa syukur yang membludak di hati mereka yang menyayangi sosok manis itu.

Kelopak mata yang telah terpejam begitu lama itu akhirnya menunjukkan pergerakan kecil. Terangkat dengan begitu perlahan, menampakkan binar kehidupan dalam sepasang kelereng cokelat gelapnya yang cantik.

Pandangannya begitu samar. Cahaya lampu di atas sana terasa begitu menyilaukan hingga ia terus mengedipkan kelopak matanya yang entah mengapa terasa begitu berat untuk terbuka.

Perlahan-lahan pandangannya menjadi semakin jelas. Menatap sekitar sembari memperhatikan satu per satu wajah mereka yang tengah menangis di sisinya, pandangan Jimin terhenti saat menatap sepasang manik kelam yang basah oleh air mata.

"Ji-Jiminie.." lirih Yoongi.

Kenapa mereka menangis dan berkumpul di hadapannya? Jimin tidak mengerti, hingga ia termenung untuk sejenak. Mengingat kejadian terakhir sebelum gelap menguasai dirinya

Ah! Dia nakal dan membuat semua orang kerepotan kemarin. Apa sekarang saatnya ia dimarahi dan dihukum? Ah! Jimin tahu dirinya salah, tetapi ia sedang tidak ingin dihukum. Hingga sebuah ide terlintas di pikirannya ketika perutnya terasa bergejolak minta di isi.

"Lapar.." hanya itu kata yang keluar dari bilah bibir plumsy-nya yang masih sedikit pucat. Jimin berniat mengalihkan atensi mereka agar dirinya tidak dihukum sebab telah gegabah menantang mautnya sendiri. Dan Jimin pikir mereka akan tertawa dan mulai menyiapkan sepiring besar daging untuknya. Namun, reaksi yang Jimin dapatkan justru mengundang kerutan samar di dahinya.

Semua orang termenung, wajah mereka memucat dengan tangis yang tak ada hentinya. Memberi Jimin tatapan cemas yang terlihat mengerikan bagi pemuda manis itu.

Ada apa? Kenapa mereka sepeti itu? Jimin tidak mengerti.

"Ji-Jiminie, a-apa k-kau mengingatku?" tanya Yoongi dengan suara serak akibat terlalu banyak menangis. Ia berpikir jika Jimin masih terjebak dalam trauma masa lalunya dan tidak mengingat apa pun seperti enam bulan lalu.

"Ji-Jimin, ini papa, nak. Apa kau tidak ingat papa?" lirih Seokjin yang berada di sisi ranjang satunya. Hingga Jimin menoleh dan memandang papanya yang menangis hebat dengan kepala yang dimiringkan. Ada air mata di wajah cantik papanya.

Menghela napas dalam, Jimin lantas berusaha untuk mendudukkan dirinya. Namun, tubuhnya yang terasa kaku dan persendiannya yang ngilu membuatnya kembali terjatuh di atas ranjang rawat. Mengundang kepanikan orang-orang, meski tak sedikit pun ringisan keluar dari bibir si manis.

"Jangan bangun dulu, Jimin. Tidurlah sayang, tubuhmu masih belum pulih, eoh," ucap Seokjin sembari menghapus air matanya dan merapikan selang infus Jimin yang sempat tertarik karena pergerakannya.

Menghela napas dalam-dalam, Jimin akhirnya menatap lamat mereka satu-persatu. Semuanya masih menangis, sungguh cengeng seperti bayi.

"Arraseo. Aku mengaku salah. Aku nakal, aku gegabah karena menantang mautku tanpa rencana dan tanpa memberitahu kalian semua. Kalian boleh memarahiku, kalian boleh menghukumku, tapi aku mohon jangan menangis. Aku tidak tahu harus melakukan apa untuk membuat kalian berhenti menangis," lirih Jimin merasa frustrasi. Sungguh, ia lebih baik dimarahi habis-habisan daripada harus melihat orang-orang yang ia kasihi menangis. Itu membuat hatinya terasa sakit.

Jimin menarik tangan Yoongi yang masih menggenggamnya. "Yoongi-ah... Sayang, jangan menangis, eoh? Marahi saja Jimin-mu ini, sayang," lirih Jimin. Namun, Yoongi hanya menggeleng pelan tanpa bisa mengucapkan apa pun. Tanpa Jimin tahu jika air mata itu adalah pertanda kebahagiaan yang begitu membuncah karena Jimin masih mengingat Yoongi-nya.

Sweet Temptation | YOONMIN • ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang